Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Andi Firmansyah
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Muhammad Andi Firmansyah adalah seorang yang berprofesi sebagai Mahasiswa. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

9 Penyebab Hidup Kita Terasa Rumit

Kompas.com - 19/06/2022, 07:38 WIB
Kompasianer Muhammad Andi Firmansyah,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "9 Alasan Mengapa Hidup Kita Terasa Rumit"

KOMPAS.com - Menjadi sederhana adalah hal yang paling rumit saat ini. Dunia senantiasa berubah dan realitas itu sendiri menjadi semakin kompleks. Kita (nyaris) tidak memiliki kendali atas dinamika tersebut.

Hal itu tidaklah mengherankan, sebab hidup itu sendiri adalah serba kemungkinan. Ketidakpastian merajalela dan semua orang mencemaskannya. Perkembangan teknologi tidak berhenti dan mungkin tidak akan pernah berhenti selama manusia bisa berinovasi.

Entah untung atau buntung, tidak ada yang tahu bagaimana kecanggihan teknologi akan memengaruhi masa depan kita. Dan secara paradoksal, semakin mudah kehidupan kita yang ditopang oleh kecanggihan teknologi, semakin banyak pula keperluan yang harus kita penuhi.

Itu seperti perpaduan antara kemudahan dan kesulitan. Dan saya pikir memang begitulah kehidupan (saat ini).

Baca juga: Badai Matahari dan Dampaknya Pada Kehidupan Manusia

Belum lagi pandemi yang seolah-olah tidak akan pernah selesai. Kita seperti dipermainkan oleh seruan "1 minggu lagi" hingga semua ini telah berlangsung selama berbulan-bulan, dan mungkin akan lebih lama lagi tanpa bisa diprediksi.

Kita semua merasakan kerumitan yang semakin sulit dikendalikan soal kehidupan. Namun, inilah saatnya untuk mengambil jeda, merenung, dan rileks di tengah kepanikan global. Jika kita terus-menerus terlampau sibuk, kita tidak akan pernah berpikir jernih.

Jadi, jika Anda merasa hidup ini terlalu rumit dan tidak terkendali, barangkali saya dapat membantu Anda lewat beberapa alasan yang saya ketahui dapat menghambat kita untuk menjalani kehidupan yang lebih sederhana.

1. Berfokus pada kompleksitas kehidupan

Alasan ini terdengar tidak masuk akal, tetapi demikianlah adanya. Beberapa dari kita melakukan ini secara otomatis, dan karenanya nyaris tidak disadari. Seperti yang dikatakan Konfusius, "Hidup ini sederhana, tetapi kita membuatnya begitu rumit."

Hal-hal sederhana sering disepelekan. Orang lebih senang solusi yang kompleks untuk memecahkan permasalahan mereka, dan menganggap itu lebih banyak menjawab persoalan. Tetapi kenyataannya, kita menyerah pada bias kompleksitas.

Adalah kehendak kita sendiri untuk terlalu fokus pada 10 persen hal-hal rumit dan mengabaikan 90% hal-hal sederhana.

Begitu banyak di antara kita yang menjalani kehidupan seolah-olah tujuan hidup kita adalah menyelesaikan daftar tugas yang begitu panjang dan mesti kita capai, tetapi saya ingin mengingatkan Anda bahwa daftar tugas Anda tidak akan pernah kosong atau terselesaikan.

Saya merasa bila saya mengingatkan diri saya bahwa tujuan hidup ini bukanlah untuk menyelesaikan semua tugas tetapi untuk menikmati setiap langkah dalam perjalanan hidup kita, saya akan jauh lebih mudah untuk mengendalikan obsesi saya.

Ketika kita meninggal nanti, selalu masih akan ada urusan yang belum selesai atau daftar tugas yang belum dicentang. Dan tahukah Anda? Orang lainlah yang akan menyelesaikannya. Tongkat peradaban selalu beralih tangan, bukan?

Dalam kata-kata Richard Carlson, "Jangan membuang-buang waktu berharga Anda dengan menyesali hal yang tak terhindarkan."

2. Menyangkal emosi atau pengalaman "negatif"

Banyak orang merasa tertekan untuk selalu menjalani kehidupan yang "positif", bahwa segala hal harus berjalan baik dan respons kita pun mesti sedemikian baik pada dunia. Keluhan utama dalam menjadi orang ramah setiap waktu adalah rasa letih yang tidak terobati.

Dan jika manusia memang diciptakan dengan segala emosi negatifnya, maka tidak selayaknya kita menyangkal semua itu atas nama kebaikan. Paradoksnya, jika setiap orang bertingkah baik di dunia ini, maka tidak seorang pun dari kita yang benar-benar baik.

Begitu pula dengan pengalaman yang kita konotasikan secara negatif, kenyataannya pengalaman semacam itulah yang mewarnai hidup kita sepanjang waktu. Jika kita menolak atau anti terhadapnya, kita tidak akan pernah benar-benar menikmati kehidupan.

Orang yang menyangkal perasaan marah atau sedih dalam dirinya tidak akan pernah sepenuhnya merasa bahagia, meskipun secara sekilas mereka selalu tersenyum pada semua orang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com