Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi Tuding Ada "Operasi" untuk Menggagalkan RUU Konservasi

Kompas.com - 06/06/2022, 21:21 WIB
Farid Assifa

Penulis

KOMPAS.com - Wakil Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi merasa kecewa usulan DPR tentang RUU Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem hingga saat ini jalan di tempat. 

Padahal, kata Dedi, pihaknya sudah mengusulkan dan meminta agar RUU ini segera disahkan di tingkat yang lebih tinggi. Namun sudah bertahun-tahun usulan ini belum juga ada progresnya.

"Saya aneh, Komisi IV pengusul dan kita ingin segera ada pengesahan pada tingkat yang lebih tinggi lalu dibuatnya FDG (Forum Diskusi Grup). Yang menarik, kita tidak dilibatkan padahal pengusul. Saya khawatir karena RUU ini tidak kelar-kelar, jangan-jangan ada 'operasi' yang dilakukan untuk menjegal RUU ini," tuding Dedi dalam pernyataan tertulis kepada Kompas.com, Senin (6/6/2022)..

Pernyataan tersebut disampaikan Dedi Mulyadi saat rapat kerja dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Fadilah Supari di gedung DPR RI, Senin (6/6/2022).

Baca juga: Dedi Mulyadi Kesal Ada Limbah B3 di Kawasan Perhutanan Sosial Karawang

Dalam pertemuan itu, Dedi juga mempertanyakan berbagai kasus yang dilaporkannya di berbagai tempat seperti di Kalimantan dan Jawa. Laporan tersebut hingga kini belum ditindaklanjuti hingga tuntas.

"Yang ada hanya saat peristiwa dilakukan survei, foto kemudian ilang, itu terjadi di berbagai tempat," katanya.

Padahal, kata Dedi, pimpinan dan anggota Komisi IV DPR RI saat ini memiliki idealisme yang kuat dalam penanganan lingkungan dan hutan.

Ia mencontohkan banyak orang datang ke KLHK untuk meminta pengurusan izin alih fungsi lahan dan jalan tambang.

Sementara Komisi IV dalam setiap kesempatan memiliki idealisme untuk menolak hal tersebut demi terjaganya lingkungan, alam dan hutan di Indonesia.

"Seharusnya momentum Komisi IV yang memiliki idealisme kuat terhadap perlindungan lingkungan dan hutan dihormati sebagai spirit kekuatan untuk KLHK, ada tameng politik yang ingin bersama menjaga negeri ini," ujar Dedi.

Dedi mengatakan, pihaknya tak ingin selalu dibohongi dan ditelikung dengan kebijakan yang bertentangan dengan spirit idealisme tersebut. Seperti halnya Kepmen LHK soal penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).

Bagi Dedi, tak penting siapa yang akan mengelola hutan di Pulau Jawa apakah KLHK atau Perhutani. Terpenting baginya adalah komitmen untuk tidak ada lagi alih fungsi lahan hutan menjadi tempat pembuangan limbah, areal pertambangan dan properti.

"Faktanya di Karawang tanah 1.500 hektar dipegang perorangan kemudian diperjualbelikan. Seharusnya KLHK segera ambil tindakan bawa ke kejaksaan agung, KPK, jangan terus dibiarkan karena bisa terus terjadi kelompok menguasai aset negara atas nama rakyat," tegas Dedi.

Pria yang identik dengan iket putih itu pun kembali menagih komitmen KLHK untuk serius menjaga lingkungan dan hutan.

"Ini adalah persoalan narasi pikiran dan hati saya yang terus dikhianati," ucapnya.

Terakhir, Dedi kembali menekankan pada RUU Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. Sebab pihaknya sangat mendukung dan mendorong agar RUU tersebut bisa disahkan.

Baca juga: Merasa Malu, Dedi Mulyadi Minta Proyek Gorden Rumah Dinas DPR Rp 43,5 Miliar Dibatalkan

"Jadi kalau hari ini ada opini perubahan UU konservasi untuk melemahkan, itu menyesatkan dalam sebuah 'operasi' yang dilakukan. Nanti saya suatu saat akan saya sebutkan juga siapa yang 'operasinya'," ujarnya.

"KLHK harus manfaatkan momentum Komisi IV yang ingin bersama menjaga republik ini dari kerusakan yang ditimbulkan oleh orang maupun korporasi yang ingin kaya dari kerusakan alam," pungkas Kang Dedi Mulyadi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com