Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi Minta Pejabat Kementan yang Pergi ke Luar Negeri Saat Wabah PMK Sebaiknya Mundur

Kompas.com - 11/06/2022, 07:15 WIB
Farid Assifa

Penulis

KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi meminta pejabat Kementerian Pertanian yang pergi ke luar negeri ketika Indonesia dirundung virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) sebaiknya mengundurkan diri saja.

Dedi menilai negara lalai karena pejabat Kementan lebih memilih ke luar negeri dibanding menengok kondisi peternak di Indonesia yang dilanda wabah PMK.

"Saya secara pribadi miris hati kebangsaan saya, di tengah rakyat bergulat dengan ancaman kematian dan kemiskinan Bapak (pejabat Kementan) malah ke luar negeri dengan berbagai argumentasi," sesal Dedi dalam pernyataan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (8/6/2022).

"Kalau hanya diplomasi cukup satu orang gak usah semua. Apakah bapak kalau tidak ikut ke luar negeri akan diberhentikan jadi Dirjen? Di mana nurani bapak? Lebih baik mundur saja,” 

Baca juga: Komisi IV DPR Minta Kementan Jujur soal Asal Penyebaran PMK Hewan Ternak

Pernyataan Dedi itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Eselon 1 Kementan di Gedung DPR RI, Rabu (8/6/2022).

Dedi mengaku heran dengan Kementan yang dalam setiap kesempatan selalu berargumentasi menunggu vaksin PMK dari luar negeri.

Vaksin tersebut baru akan datang pada Juli mendatang sementara virus terus menyebar dan meluas.

Dedi menilai Kementerian Pertanian (Kementan) tak serius dalam mengatasi wabah Penyakit Mulut dan Kuku pada hewan ternak.

Padahal jumlah hewan ternak yang mati saat ini terus bertambah dan meluas ke berbagai daerah di Indonesia.

“Ada problem besar tapi dianggap kecil,” tegas Kang Dedi Mulyadi 

Langkah atasi PMK

Menurut Dedi langkah pertama yang seharusnya dilakukan oleh Kementan adalah memusnahkan hewan yang telah terkena PMK agar tidak menular ke yang lain. Selanjutya hewan tersebut diganti oleh Kementan.

Jika harus menunggu vaksin hal tersebut akan lama. Sementara tidak semua orang adalah peternak besar yang bisa mengasuransikan hewan.

Banyak peternak yang hanya memiliki satu hingga empat ekor dan itu disiapkan untuk kebutuhan Idul Adha mendatang.

“Saya katakan dari awal seharusnya negara merumuskan kebijakan awal dulu untuk memusnahkan dan mengganti, kedua mengkoordinasikan tanya seluruh gubernur panggil seluruh wali kota/bupati sampaikan bahwa ada ancaman pada rakyat kita,” ucapnya.

Dedi pun yakin untuk menangani hal tersebut Kementan tidak memiliki data sebaran dokter hewan di daerah. Padahal dokter tersebut bisa sangat membantu ternak di daerah yang terkena PMK.

“Saya setiap hari bertemu dengan peternak tidak ada mereka pengetahuan soal PMK. Saya pastikan tidak ada dokter hewan yang ke kandang, tidak ada disinfektan ke kandang, tidak ada suntik vitamin, kalaupun ada itu sampel. Turun instruksi, datang tiga orang, foto selfie kemudian balik lagi. Ini problem,” ujar Dedi.

Dedi berharap penanganan PMK sama dengan Covid-19. Sebab kedua virus tersebut sama-sama memiliki dampak kematian dan menimbulkan kemiskinan pada masyarakat khususnya petani dan peternak.

“Ini yang haus menjadi perhatian ada langkah konkret jangka pendek apa yang mau dilakukan sambil nunggu vaksin. Jangan sampai vaksin ada sapi sudah tidak ada. Nanti nyiapin vaksin 18 juta ekor pas divaksin sapi tinggal 100 ribu. Harus ada kebijakan tepat karena ini bicara ekonomi rakyat kecil,” ucapnya.

Terakhir Dedi pun meminta Kementan jujur soal wabah PMK yang tiba-tiba menyebar di Indonesia. Kementan seharusnya bisa menjelaskan kepada masyarakat asal usul wabah tersebut.

Baca juga: Syarat Hewan Kurban di Tengah Wabah PMK

Sebab, ia mencurigai bahwa virus ini berkaitan dengan impor daging dari negara yang sudah terpapar.

"Harus diumumkan siapa yang impornya. Publik ini harus mengerti jangan dibodohi terus. Ini kesalahan negara pada impor daging berdampak pada hancurnya tata kelola peternakan di Indonesia, umumkan biar publik tahu, lalu siapa yang bertanggung jawab pada ini mundur dari jabatannya karena sudah menghancurkan masa depan peternakan di Indonesia,” tandas Dedi Mulyadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com