Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Ume Kbubu, Rumah Warisan Zaman Purba di NTT

Kompas.com - 04/02/2022, 13:33 WIB
Kompasianer Neno Anderias Salukh,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Sumber Kompasiana

KOMPAS.com - Makhluk hidup pada dasarnya memiliki cara untuk beradaptasi dengan berbagai perubahan alam, mulai dari suhu udara, iklim, dan lainnya.

Salah satu makhluk hidup yang mampu beradaptasi dengan alam sekitarnya adalah manusia.

Ia merupakan salah satu makhluk hidup paling istimewa yang memiliki cara beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

Pada zaman purba, salah satu cara manusia beradaptasi dengan alam adalah dengan gaya hidup nomaden atau berpindah-pindah tempat.

Hal itu menunjukkan betapa manusia begitu hebat beradaptasi dengan perubahan iklim termasuk dengan semua tempat yang disinggahi.

Maka tidak heran, saat ini kita dapat menikmati warisan-warisan budaya tak benda yang sangat menarik. Budaya-budaya itu adalah sikap responsif manusia terhadap masalah-masalah yang dihadapi.

Baca juga: Selain Minta Makan, Mengapa Kucing Suka Membuntuti Manusia?

Salah satu yang akan dikupas dalam tulisan ini adalah bangunan tradisional Suku Dawan (Atoin Meto) di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur.

Ume Kbubu

Tempat tinggal yang berbentuk bundar dan menjadi rumah tempat tinggal bagi Atoin Meto merupakan bangunan tradisional yang telah dicatat ke dalam Warisan Budaya Takbenda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Istilah Ume Kbubu terdiri dari dua kata yaitu Ume yang berarti rumah dan Kbubu yang berarti bundar/bulat sehingga Ume Kbubu dapat diartikan sebagai rumah bundar atau rumah bulat tapi umumnya dikenal dengan sebutan rumah bulat.

Meski demikian, rumah bulat memiliki bentuk seperti kerucut. Alas kerucut adalah alas rumah bulat yang ditandai dengan susunan batu seperti lingkaran yang berfungsi sebagai pondasi bangunan rumah bulat itu sendiri.

Sedangkan atapnya adalah selimut kerucut yang terbuat dari alang-alang yang sudah dikepal per ikat.

Kemudian alang-alang tersebut diikatkan pada rangka yang sudah dibuat sekuat dan serapat mungkin dari atas sampai bawah bahkan dinding rumah bulat pun ditutupi oleh alang-alang.

Sedangkan titik puncak kerucut merupakan bubungan pada rumah bulat. Bentuknya seperti mengepal rambut, ada yang satu kepal ada yang menggunakan dua kepal karena pada bubungan tersebut, pertemuan usuk (suaf) dan tiang penopang (pauf) yang harus dililit atau dikepal sebagus mungkin.

Rumah bulat memiliki empat tiang induk sebagai penopang utama dan beberapa tiang penolong yang berbentuk lingkaran mengikuti pondasi bangunan. Empat tiang penopang utama selain menopang rumah, tiang-tiang tersebut juga menopang loteng.

Dindingnya mengikuti tiang penolong, dibuat serapat mungkin. Pintunya hanya satu, setinggi perut orang dewasa, tidak memiliki jendela, tidak memiliki ventilasi. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar yang disajikan.

Alasan Suku Dawan bangun Ume Kbubu

Pertanyaan adalah mengapa Atoin Meto membuat rumah seperti itu?

Konon, wilayah yang didiami oleh Suku Dawan disebut Pah Meto yang berarti tanah kering.

Sementara julukan Atoin Meto atau Atoni Pah Meto adalah orang kering atau orang dari tanah kering.

Ini setidaknya menggambarkan tentang geografis wilayah yang didiami atoin meto bahwa tanah yang ditempati adalah tanah kering.

Tanah kering yang dimaksud adalah lahan kering. Sebagian besar tanahnya adalah tanah kompleks dengan bentuk wilayah pegunungan kompleks, tanah yang kekurangan air.

Ditandai dengan rata-rata curah hujan yang rendah, kurang dari 250 - 300 mm/tahun. Suhu wilayah pun sangat tinggi terutama pada musim panas.

Risiko pertanian di lahan kering adalah kekurangan air dan hanya bergantung pada musim hujan, begitu pun curah hujan rendah.

Artinya musim untuk memproduksi makanan sendiri (food production) sangat singkat sehingga perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Perlu diketahui, jagung adalah makanan pokok atoin meto yang diperlakukan istimewa dari masa tanam, panen, penyimpanan hingga diproses menjadi makanan untuk dikonsumsi.

Akan tetapi, jagung hanya bisa dibudidayakan pada musim hujan sementara musim panas tidak dapat dibudidayakan. Tentunya pada musim panas Atoin Meto terancam kelaparan karena kehabisan makanan, tidak bisa produksi pula.

Merespons hal tersebut Atoin Meto wajib memiliki lumbung atau tempat penyimpanan makanan sebagai alternatif untuk musim panas, musim di mana keadaan tidak memungkinkan untuk memproduksi makanan.

Lumbung tersebut adalah rumah bulat. Jagung dengan bahan-bahan makanan yang lain seperti sorgum, padi ladang, jewawut, kacang-kacangan termasuk daging pun diawetkan dengan cara diasapi dalam rumah bulat.

Baca juga: 14 Obyek di Kabupaten Madiun Jadi Cagar Budaya

Cara pengawetan ini melahirkan daging sei modern yang sudah diekspor keluar negeri.

Rumah bulat memang didesain sangat unik dengan pertimbangan yang matang untuk merespon keadaan alam tersebut. Selain untuk pengawetan makanan, rumah bulat nyaman untuk ditempati, bahkan untuk ibu-ibu yang melahirkan.

Berdasarkan penelitian I Ketut Suwantara, Desak Putu Damayanti dan Iwan Suprijanto yang ditulis dalam artikel berjudul Karakteristik Termal pada Rumah Tradisional Sonaf dan Uma Kbubu di Kampung Maslete, Provinsi Nusa Tenggara Timur, membuktikan bahwa pembuatan rumah bulat adalah upaya masyarakat Atoin Meto untuk beradaptasi dengan lingkungan.

Penelitian tersebut menemukan kesimpulan bahwa rumah bulat sangat nyaman untuk digunakan karena sangat responsif terhadap perubahan iklim luar, baik musim dingin maupun musim panas.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukkan bahwa respons rumah bulat dapat menaikkan suhu ruangan sebesar 1,7 derajat celcius pada suhu luar yang rendah.

Ini merespons musim dingin yang terjadi di daerah Timor Tengah, daerah yang dihuni oleh atoin meto.

Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa rumah bulat menurunkan suhu ruangan sebesar 0,4 derajat celcius pada suhu luar yang tinggi.

Tentunya, ini juga merespon musim panas berkepanjangan yang membuat suhu udara terus meningkat.

Yang paling menarik adalah atap berbahan alang-alang memiliki kemampuan untuk meredam kalor yang berasal dari matahari 45 menit hingga 1 jam, sehingga membentuk suhu ruangan rumah bulat tetap stabil dari 25-29,3 derajat celcius.

Sementara penelitian lain yang dilakukan oleh Avend M Sumawa, Made Aryati dan Iwan Suprijanto, menemukan bahwa struktur bangunan tradisional rumah bulat secara keseluruhan memiliki tingkat kestabilan yang cukup tinggi terhadap gempa lateral dan angin kencang.

Penelitian ini membuktikan bahwa nenek moyang Atoin Meto sudah memikirkan dengan matang bahwa rumah bulat adalah solusi atau bentuk adaptasi mereka dengan lingkungan sekitar; perubahan iklim dan berbagai macam fenomena alam.

Baca juga: Fenomena Spirit Doll, Ini Sejarah Kepercayaan Boneka Arwah di Tanah Air

Karena keadaan termal rumah bulat seperti ini untuk mencegah kerusakan makanan akibat suhu udara yang tidak stabil. Tentunya ini mengurangi kemungkinan kekurangan makanan sepenjang tahun akibat kerusakan makanan.

Rumah bulat dibuat stabil bukan hanya untuk nyaman ditempati tapi untuk menyelamatkan bahan makanan dari bencana-bencana alam seperti gempa bumi dan angin kencang karena food production hanya dapat dilakukan setahun sekali.

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mengapa Suku Dawan (Timor) Harus Memiliki Ume Kbubu?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com