Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susahnya Menagih Utang Lapindo, Pemerintah Cari Siasat Baru

Kompas.com - 23/10/2021, 13:35 WIB
Artika Rachmi Farmita

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah kesulitan menagih utang anak usaha Lapindo Brantas Inc, PT Minarak Lapindo milik keluarga Bakrie.

 

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membutuhkan siasat baru karena penagihan terhadap keluarga konglomerat itu tak mudah, bahkan tak selalu berjalan lancar.

Untuk itu, saat ini pemerintah tengah mencari formula yang tepat untuk menagih utang kepada mereka.

"Kita lagi bahas terus ini dicarikan formula yang pas. Kan enggak mudah sebenarnya untuk menyelesaikan piutang ini. Kita terus berproses, kita terus mencari formula-formula yang pas," kata Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain, Lukman Effendi dikutip Kompas.com dalam Bincang Bareng DJKN secara virtual, Jumat (22/10/2021).

Lukman menuturkan, formula tersebut masih terus didiskusikan dan belum mencapai tahap final.

Formula final nantinya harus didiskusikan terlebih dahulu dengan Dirjen Kekayaan Negara Rionald Silaban dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

"Finalnya kita harus ke Pak Dirjen dan Bu Menteri dulu karena ini kan sensitif. Nanti kalau sudah ada putusannya mungkin Pak Dirjen (Rionald) akan umumkan sendiri," ucap Lukman.

Baca juga: Pemerintah Terus Kejar Grup Bakrie untuk Tagih Utang Lapindo

Nilai utang Lapindo

 

Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Tri Wahyuningsih menambahkan, pihaknya terus menghitung nilai tanah yang terkena lumpur Lapindo untuk didiskusikan lebih lanjut.

"Tanah yang lumpur itulah yang menjadi diskusi di antara kita. Tentunya kalau sudah kena lumpur harus dinilai atau nggak, itu yang Pak Lukman. Ini semuanya kita sedang berproses," pungkas Ani.

Sebelumnya diberitakan, Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, Rionald Silaban menjelaskan, pihak perusahaan sudah berkirim surat kepada Kemenkeu membahas utang tersebut.

Selang beberapa waktu, surat tersebut akhirnya dibalas oleh Kemenkeu. Rio bilang, pihaknya menentukan besaran utang Minarak Lapindo adalah sebesar yang telah dikeluarkan pemerintah.

Namun, Rio tak menyebut jumlah pasti utang tersebut. Sementara menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2019, pemerintah mencatat total utang Lapindo Brantas dan Minarak kepada pemerintah sebesar Rp 1,91 triliun hingga 31 Desember 2019.

Secara rinci, besaran utang terdiri dari pokok utang sebesar Rp 773,38 miliar, bunga Rp 163,95 miliar, dan denda Rp 981,42 miliar.

 

Baca juga: Kemenkeu Cari Formula yang Pas Buat Tagih Utang Lapindo

Sementara itu, pembayaran yang baru dilakukan oleh perseroan pada Desember 2018 adalah sebesar Rp 5 miliar.

Utang tercipta lantaran pemerintah memberikan dana talangan senilai Rp 773,8 miliar untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga korban luapan lumpur lapindo, Sidoarjo.

Keluarga Bakrie tercatat sebagai obligor BLBI

Dua anggota Keluarga Bakrie, Nirwan Dermawan Bakrie (Nirwan Bakrie) dan Indra Usmansyah Bakrie, tercatat sebagai obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang harus membayar kewajibannya ke negara.

Keduanya bersama empat pihak lain dipanggil oleh Satgas BLBI ihwal utang kepada negara senilai Rp 22,7 miliar.

Dibandingkan obligor BLBI lainnya, kewajiban Keluarga Bakrie tersebut memang relatif lebih kecil. Empat pihak selain Nirwan Bakrie dan Indra Bakrie yakni PT Usaha Mediatronika Nusantara, Andrus Roestam Moenaf, Pinkan Warouw, dan Anton Setianto.

Mereka diminta menghadap Ketua Pokja Penagihan dan Litigasi Tim C untuk menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada negara.

"Menyelesaikan hak tagih negara dana BLBI setidak-tidaknya sebesar Rp 22.677.129.206 dalam rangka penyelesaian kewajiban debitur Bank Putera Multikarsa," seperti dikutip pengumuman yang ditandatangani Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban.

Baca juga: 3 Destinasi Dark Tourism di Indonesia, Ada Monumen Lumpur Lapindo

 

Nirwan Bakrie adalah saudara kandung Aburizal Bakrie, mantan menteri dan eks Ketum Partai Golkar. Nirwan merupakan anak dari Achmad Bakrie, pendiri kelompok usaha Bakrie.

Nama Nirwan Bakrie juga tercatat sempat menjadi CEO Lapindo Brantas Inc, perusahaan yang dituding jadi penyebab bencana Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.

Lapindo sendiri merupakan anak usaha dari PT Energi Mega Persada, perusahaan dalam Grup Bakrie yang jadi Kontraktor Perjanjian Kerja Sama (KKKS) di Indonesia.

 

Menunggak ganti rugi korban lumpur Lapindo

Pada tanggal 29 Mei 2006, lumpur panas tiba-tiba menyembur dari rekahan tanah yang lokasinya dekat dengan sumur Banjar Panji-1 milik PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.

Semburan lumpur rupanya tak bisa diatasi dalam setahun, sehingga menyebabkan lumpur menggenangi banyak desa, termasuk pabrik dan sawah di area tersebut.

Selain itu, luapan banjir lumpur panas dari Lapindo juga menggenangi jalur kereta api dan jalan tol Surabaya-Gempol, menyebabkan kemacetan parah kendaraan yang menuju arah Surabaya atau sebaliknya.

Baca juga: Profil Nirwan Bakrie, Mantan Bos Lapindo yang Menunggak Utang BLBI

 

Hingga kini, lumpur Lapindo sendiri belum bisa teratasi. Proses ganti rugi lahan belum juga selesai. Grup Bakrie juga diketahui menunggak utang ke negara yang menalangi ganti-rugi lahan yang terdampak.

Masih ada 244 berkas yang belum diselesaikan pembayarannya senilai Rp 54,33 miliar dan 19 berkas susulan milik warga yang diusulkan dengan nilainya Rp 9,8 miliar serta ganti rugi bagi 30 perusahaan dengan nilai tuntutan Rp 701 miliar.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Fika Nurul Ulya, Muhammad Idris | Editor: Bambang P. Jatmiko)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com