KOMPAS.com - Stunting termasuk salah satu kondisi kesehatan serius yang dialami oleh anak-anak Indonesia.
Dikutip dari situs Kemendikbud, sebanyak 6,3 juta anak Indonesia mengalami stunting berdasarkan data statistik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2020.
Disebutkan dalam statistik PBB 2020 mencatat, lebih dari 149 juta (22 persen) balita di seluruh dunia mengalami stunting, dimana 6,3 juta merupakan anak usia dini atau balita stunting adalah balita Indonesia.
Menurut United Nations Children's Fund (Unicef), organisasi PBB yang mengurusi anak-anak, stunting disebabkan anak kekurangan gizi dalam dua tahun usianya, ibu kekurangan nutrisi saat kehamilan, dan sanitasi yang buruk.
Lalu, apa itu stunting dan bagaimana cara mencegahnya?
Baca juga: Ketahui Menu Mencegah Stunting untuk Ibu Hamil, Bayi, dan Anak
Stunting merupakan kondisi kurang gizi kronis yang dialami anak-anak karena mereka kurang mendapatkan asupan gizi dalam waktu lama.
Dilansir dari situs Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), anak yang menderita stunting terlihat dari tinggi dan berat badannya yang lebih rendah dibandingkan anak seusianya.
Kondisi ini terjadi akibat anak mengalami kekurangan gizi, kesehatan dan gizi ibunya buruk, sakit, atau tidak mendapatkan makanan dan perawatan yang tepat di awal tumbuh kembangnya.
Stunting menyebabkan anak tidak dapat mencapai potensi fisik dan kognitif sesuai usianya. Mereka kekurangan vitamin dan mineral yang penting untuk menjalankan fungsi tubuh.
Stunting terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga periode awal kehidupan anak atau 1.000 hari setelah kelahirannya.
Dikutip dari situs Dinas Kesehatan Kota Palu, berikut beberapa penyebab stunting pada anak:
Anak yang mengalami stunting akan memperlihatkan beberapa gejala, antara lain yakni:
Stunting dapat dideteksi melalui pengukuran tinggi dan berat badannya sesuai dengan standar baku dari WHO.
Baca juga: Awas Stunting! Kenali Ciri-ciri dan Cara Mengukurnya pada Anak