Dengan letak geografis serta astronomisnya, Indonesia menjadi negara yang terbilang cukup potensial dan strategis dalam dunia keantariksaan.
Wilayah ruang udara dan antariksa Indonesia terbentang sangat luas, di mana ruang udara yang mengelilingi dan melingkupinya merupakan seperdelapan dari seluruh wilayah khatulistiwa.
Di sisi lain, Indonesia yang merupakan negara kepulauan, di antaranya memiliki 125 gunung berapi aktif, yang juga harus dimonitor secara real-time setiap saat. Di sinilah pentingnya keberadaan konsep kedaulatan antariksa nasional.
Sehingga, pendayagunaan kapabilitas antariksa nasional, seperti pengembangan teknologi satelit yang dapat diandalkan dalam mendukung telekomunikasi dan ketahanan bencana, pengembangan potensi ekonomi, serta pendidikan tentang pemahaman keantariksaan sangatlah diperlukan.
Indonesia memiliki peran yang signifikan dalam dunia keantariksaan secara historis, bahkan sejak didirikannya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada 1963.
Dalam ruang lingkup politik internasional, Indonesia memiliki peluang untuk ambil bagian dalam dunia astropolitik, serta mengaktualisasikan diplomasi keantariksaan.
Indonesia turut berkontribusi dalam diplomasi keantariksaan, bertemakan “Space2030 Agenda” yang telah disetujui negara-negara pada sidang United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS) tahun 2021.
Karakteristik tersebut menjadi modal bagi Indonesia dalam penguatan diplomasi keantariksaan sehingga dapat meningkatkan keberagaman akses pemanfaatan antariksa, meskipun Indonesia masih tergolong negara antariksa yang sedang berkembang (emerging space nation).
Indonesia dapat mengambil peran dalam aktivitas diplomasi keantariksaan yang mengedepankan kepatuhan negara terhadap tata kelola global dan regional.
Hal ini penting untuk memastikan akses dan pengembangan kekuatan yang adil bagi negara dan bangsa di dunia.
Dalam konteks tujuan pembangunan berkelanjutan, teknologi antariksa menjadi salah satu tools yang diharapkan dapat mendorong pencapaian agenda pembangunan berkelanjutan yang lebih dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030.
Esensi dari keberadaan ruang antariksa adalah ruang yang dapat selalu dieskplorasi serta dimanfaatkan oleh banyak kekuatan untuk memperoleh keunggulan terhadap pihak atau kekuatan lain.
Kepentingan kita dalam diplomasi keantariksaan adalah untuk membentuk suatu tatanan global fleksibel yang menguntungkan negara-negara ekuator, termasuk Indonesia. Misalnya, seperti alokasi slot untuk operasional satelit, dan lain sebagainya.
Setiap bangsa memiliki hak untuk berdaulat di atas teritorialnya, termasuk di ruang antariksa. Terdapat beberapa urgensi serta kekhawatiran dalam masifnya aktivitas pendayagunaan antariksa secara global oleh negara-negara maju, seperti peningkatan jumlah satelit yang beroperasi di dunia, bahaya tabrakan antarobjek dan jatuhnya satelit, militerisasi orbit dan aktivitas penunjangnya (seperti spionase atau intelijen), serta perusahaan peluncuran satelit swasta demi kepentingan ekonomi dan telekomunikasi.
Tantangan yang muncul dari persaingan dan kekuatan hegemoni di dunia keantariksaan antara lain, Indonesia dan Asia harus menjaga relevasinya tidak hanya sebagai penyedia raw material dan tenaga kerja, tetapi sebagai pemain aktif yang menentukan nasibnya sendiri, serta tidak hanyut dalam eksploitasi negara besar.
Tantangan di luar angkasa ini, menjadi masalah karena tidak semua orang Indonesia memiliki kapabilitas pendidikan tinggi maupun pengetahuan dalam memahami tantangan dan pentingnya memiliki daya saing di luar angkasa.
Maka, akademi serta seluruh elemen masyarakat, termasuk TNI, perlu untuk ikut serta dalam diskursus pembentukan konsep kedaulatan antariksa yang kedepan akan sangat berpengaruh dalam konstelasi geopolitik masa depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.