Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahyu Suryodarsono
Tentara Nasional Indonesia

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

Pentingnya Kedaulatan Antariksa Nasional

Kompas.com - 19/12/2023, 06:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA era informasi saat ini, diskursus terkait pemanfaatan ruang antariksa di tingkat global semakin meningkat seiring peningkatan aktivitas pemanfaatannya, baik oleh aktor negara maupun non-negara.

Hal ini memunculkan konsep baru, yang mulai dipopulerkan oleh Everett Dolman melalui bukunya yang berjudul Astropolitics: Classical Geopolitics in Space Age pada 2021.

Ia melihat adanya suatu potensi sumber daya antariksa yang dalam hal ini dimaknai serupa dengan teori geopolitik klasik milik Sir Halford Mackinder: Siapa yang menguasai wilayah “jantung”, maka ia akan menguasai dunia.

Dalam konteks ini, Dolman memaknai kata kunci “jantung” sebagai ruang antariksa yang menaungi seluruh wilayah bumi saat ini.

Istilah astropolitik atau politik keantariksaan merupakan bagian komplementer dari ilmu geopolitik, yang membahas tentang hubungan antara wilayah keantariksaan dengan teknologi, serta pengembangannya terhadap berbagai kebijakan politik, militer, maupun pembangunan nasional.

Penulis menemukan bahwa masalah di dunia keantariksaan dalam perspektif global serta perlunya konsep kedaulatan antariksa nasional menarik untuk dibahas, karena beberapa faktor berikut.

Pertama, munculnya globalisasi dan demokratisasi pemanfaatan antariksa. Hal ini ditandai adanya keterlibatan aktor-aktor non-negara (non-state actors), yang memiliki kepentingan dalam aktivitas keantariksaan, sehingga mendorong mulai banyaknya diskursus mengenai regulasi penguasaan serta kerangka kerja (framework) pemanfaatan luar angkasa.

Seperti contoh, aktivitas penambangan sumber daya di Bulan, peluncuran satelit komunikasi oleh aktor swasta, munculnya aktivitas pariwisata di luar angkasa, isu terkait sampah antariksa (space debris), dan lain-lain.

Kedua, mulai terlibatnya negara-negara emerging economy dalam aktivitas keantariksaan, sehingga pemanfaatannya memiliki kompleksitas tersendiri dan tidak lagi hanya menjadi domain negara-negara major power saja.

Contohnya seperti India yang dalam beberapa waktu dekat akan meluncurkan misi pertamanya ke luar angkasa.

Ketiga, munculnya berbagai aktivitas yang bertemakan maupun berkonsep “militarization and weaponization of space” yang dilakukan oleh aktor-aktor negara major power, dalam konteks konstelasi geopolitik.

Sebagai contoh, di tengah berkecamuknya konflik antara Rusia dengan Ukraina saat ini, penggunaan ruang antariksa bagi aktivitas militer menjadi penting saat diketahui bahwa terdapat satelit milik swasta, yang nyatanya dapat dimanfaatkan dalam membantu militer Ukraina memetakan pergerakan pasukannya di wilayah darat.

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat adanya urgensi dalam dominasi pemanfaatan antariksa yang bahkan telah disadari oleh negara-negara adidaya sejak zaman Perang Dingin, di mana telah terjadi perlombaan antariksa (space race) pada saat itu.

Keempat, dibutuhkan kolaborasi yang bersifat interdisipliner dalam membentuk konsep kedaulatan nasional di ruang lingkup keantariksaan.

Selain dari kalangan akademi dan Masyarakat sipil, TNI Angkatan Udara yang memiliki tugas pokok menjaga kedaulatan di ruang udara nasional juga dinilai dapat memiliki peran dalam pembentukan konsep kedaulatan di ruang antariksa nasional saat ini.

Dengan letak geografis serta astronomisnya, Indonesia menjadi negara yang terbilang cukup potensial dan strategis dalam dunia keantariksaan.

Wilayah ruang udara dan antariksa Indonesia terbentang sangat luas, di mana ruang udara yang mengelilingi dan melingkupinya merupakan seperdelapan dari seluruh wilayah khatulistiwa.

Di sisi lain, Indonesia yang merupakan negara kepulauan, di antaranya memiliki 125 gunung berapi aktif, yang juga harus dimonitor secara real-time setiap saat. Di sinilah pentingnya keberadaan konsep kedaulatan antariksa nasional.

Sehingga, pendayagunaan kapabilitas antariksa nasional, seperti pengembangan teknologi satelit yang dapat diandalkan dalam mendukung telekomunikasi dan ketahanan bencana, pengembangan potensi ekonomi, serta pendidikan tentang pemahaman keantariksaan sangatlah diperlukan.

Indonesia memiliki peran yang signifikan dalam dunia keantariksaan secara historis, bahkan sejak didirikannya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada 1963.

Dalam ruang lingkup politik internasional, Indonesia memiliki peluang untuk ambil bagian dalam dunia astropolitik, serta mengaktualisasikan diplomasi keantariksaan.

Indonesia turut berkontribusi dalam diplomasi keantariksaan, bertemakan “Space2030 Agenda” yang telah disetujui negara-negara pada sidang United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS) tahun 2021.

Karakteristik tersebut menjadi modal bagi Indonesia dalam penguatan diplomasi keantariksaan sehingga dapat meningkatkan keberagaman akses pemanfaatan antariksa, meskipun Indonesia masih tergolong negara antariksa yang sedang berkembang (emerging space nation).

Indonesia dapat mengambil peran dalam aktivitas diplomasi keantariksaan yang mengedepankan kepatuhan negara terhadap tata kelola global dan regional.

Hal ini penting untuk memastikan akses dan pengembangan kekuatan yang adil bagi negara dan bangsa di dunia.

Dalam konteks tujuan pembangunan berkelanjutan, teknologi antariksa menjadi salah satu tools yang diharapkan dapat mendorong pencapaian agenda pembangunan berkelanjutan yang lebih dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030.

Esensi dari keberadaan ruang antariksa adalah ruang yang dapat selalu dieskplorasi serta dimanfaatkan oleh banyak kekuatan untuk memperoleh keunggulan terhadap pihak atau kekuatan lain.

Kepentingan kita dalam diplomasi keantariksaan adalah untuk membentuk suatu tatanan global fleksibel yang menguntungkan negara-negara ekuator, termasuk Indonesia. Misalnya, seperti alokasi slot untuk operasional satelit, dan lain sebagainya.

Setiap bangsa memiliki hak untuk berdaulat di atas teritorialnya, termasuk di ruang antariksa. Terdapat beberapa urgensi serta kekhawatiran dalam masifnya aktivitas pendayagunaan antariksa secara global oleh negara-negara maju, seperti peningkatan jumlah satelit yang beroperasi di dunia, bahaya tabrakan antarobjek dan jatuhnya satelit, militerisasi orbit dan aktivitas penunjangnya (seperti spionase atau intelijen), serta perusahaan peluncuran satelit swasta demi kepentingan ekonomi dan telekomunikasi.

Tantangan yang muncul dari persaingan dan kekuatan hegemoni di dunia keantariksaan antara lain, Indonesia dan Asia harus menjaga relevasinya tidak hanya sebagai penyedia raw material dan tenaga kerja, tetapi sebagai pemain aktif yang menentukan nasibnya sendiri, serta tidak hanyut dalam eksploitasi negara besar.

Tantangan di luar angkasa ini, menjadi masalah karena tidak semua orang Indonesia memiliki kapabilitas pendidikan tinggi maupun pengetahuan dalam memahami tantangan dan pentingnya memiliki daya saing di luar angkasa.

Maka, akademi serta seluruh elemen masyarakat, termasuk TNI, perlu untuk ikut serta dalam diskursus pembentukan konsep kedaulatan antariksa yang kedepan akan sangat berpengaruh dalam konstelasi geopolitik masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com