Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjarmasin Siaga Darurat Kabut Asap, Ini Bahayanya bagi Kesehatan

Kompas.com - 06/10/2023, 11:00 WIB
Alinda Hardiantoro,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintahan Kota (Pemkot) Banjarmasin, Kalimantan Selatan menetapkan status siaga darurat kabut asap sampai 31 Oktober 2023.

Hal itu karena kualitas udara di kota Banjarmasin yang beberapa waktu terakhir diselimuti kabut asap kiriman dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di daerah Banjar dan Barito Kuala.

"Karena tingkat kepekatan sudah serius dan kualitas udara Banjarmasin sangat tidak sehat,” ujar Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Kota Banjarmasin, Machli Riyadi, dikutip dari Kompas.com, Rabu (4/10/2023).

Penetapan status Banjarmasin siaga darurat kabut asap juga menyusul meningkatnya jumlah warga yang mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

Lantas, apa bahaya kabut asap bagi kesehatan?

Bahaya kabut asap untuk kesehatan

Bencana kabut asap akibat karhulta termasuk ke dalam polusi udara yang membahayakan kesehatan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, polusi udara bertanggung jawab atas lebih dari tujuh juta kematian dini setiap tahun di seluruh dunia.

Polusi udara juga berkontribusi terhadap penyakit paru, jantung, kanker paru-paru, dan infeksi saluran pernapasan.

Dikutip dari Aljazeera, pemimpin teknis untuk Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim, dan Kesehatan WHO, Sophie Gumy mengatakan, polusi udara yang masuk ke dalam paru-paru dan diangkut melalui aliran darah dapat menyebabkan peradangan dalam sel.

Hal ini berdampak buruk pada jantung yang akhirnya berkontribusi pada masalah kardiovaskular, seperti serangan jantung dan stroke.

Direktur Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim, dan Kesehatan WHO, Maria Neira juga memperingatkan partikel berbahaya dalam polusi udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron, sekitar 20-28 kali lebih kecil dari diameter rambut manusia.

"Pada ukuran tersebut partikulat bahkan dapat masuk ke dalam plasenta, dan dengan demikian, otak janin," kata dia, masih dari sumber yang sama.

Picu bayi prematur dan risiko kanker

Beberapa penelitian menemukan bahwa paparan yang tinggi terhadap partikel-partikel halus ini meningkatkan faktor risiko kelahiran bayi prematur.

Paparan PM2.5 dalam jangka panjang juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit neurodegeneratif seperti demensia, parkinson, dan alzheimer.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet oleh tim ilmuwan China pada Agustus 2023 menunjukkan, polusi udara meningkatkan resistensi antibiotik, yang pada gilirannya menyebabkan 480.000 kematian dini.

Para ilmuwan Harvard juga menemukan hubungan antara polutan dalam emisi dari pembakaran karbon dan peningkatan risiko beberapa jenis kanker.

Baca juga: Viral, Video Kabut Asap Selimuti Uniska Banjarmasin, Kampus: Akibat Kebakaran Lahan

Kandungan kabut asap

Menurut Parliamentary Research Branch, kabut asap mengandung zat-zat berbahaya, seperti ozon (O3), sulfur oksida (SO2), karbon monoksida (CO), dan nitrogen dioksida (NO2).

Nitrogen dioksida terbukti memperburuk kondisi asma dan pernapasan.

Selain itu, nitrogen dioksida, bersama dengan nitrogen oksida lainnya dapat berinteraksi dengan sinar ultraviolet matahari.

Kemudian kategori gas yang dikenal sebagai senyawa organik menguap untuk menghasilkan polutan sekunder, seperti ozon di permukaan tanah, yang dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti peradangan dan kerusakan pada saluran udara.

Evolusi polutan ini juga memperumit masalah dalam memahami cara membendung gelombang tersebut.

Baca juga: Menteri Ajak Masyarakat Tinggalkan Kendaraan Pribadi untuk Atasi Polusi Udara, Warganet Singgung soal Mobil Dinas

'Silent killer' nomor 4 di dunia

Sementara itu, Institute for Health Metrics and Evaluation di University of Washington di Seattle, AS juga mencatat, polusi udara adalah penyebab kematian nomor empat, setelah tekanan darah sistolik yang tinggi, kebiasaan merokok, dan risiko pola makan.

Menurut WHO, polusi udara dalam ruangan dikaitkan dengan 3,2 juta kematian per tahun.

Sebagian besar terjadi di wilayah seperti Afrika Sub-Sahara, beberapa negara Asia Tenggara, dan Rusia.

Adapun polusi udara di luar ruangan dikaitkan dengan 4,2 juta kematian dini di seluruh dunia, menurut WHO.

Tahun lalu, Bank Dunia memperkirakan kerugian global akibat kerusakan kesehatan yang terkait dengan polusi udara mencapai 8,1 triliun dollar Amerika Serikat, atau sekitar 6,1 persen dari produk domestik bruto global.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com