KOMPAS.com - Kasus kopi sianida, pembunuhan Wayan Mirna Salihin oleh Jessica Kumala Wongso, kembali menuai sorotan usai layanan streaming Netflix menayangkan serial dokumenter.
Dokumenter bertajuk Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso tersebut memicu persepsi baru dari warganet terkait siapa sosok pembunuh Mirna sebenarnya.
Warganet X @zhajoon misalnya, mulai meragukan wanita yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pondok Bambu, Jakarta Timur itu sebagai dalang pembunuhan.
"Ternyata setelah didokumenterin jadi buat persepsi baru, sebenernya jessica ini beneran bun*h mirna apa sih? Kurangnya bukti tapi sikapnya jessica curiga banget, tenang ketawa ketiwi," tulisnya, Jumat (29/9/2023).
Komentar serupa turut diungkap warganet @sungcamn, Jumat dini hari.
"Menurut w janggal dari kedua sisi sih. kaya jessica ini perilakunya aneh banget, tapi juga ga ada yg kuat ngebuktiin kalo dia beneran ngebunuh. plot twist banget. kek jessica kalo lu ga ngebunuh kenapa perilaku elu sus bgt, tp kalo beneran ngebunuh juga knp ga ada buktinya," tulisnya.
Baca juga: Kembali Mencuat, Ini Perjalanan Kasus Kopi Sianida Jessica Wongso 2016 Silam
Dilansir dari Kompas.com (6/1/2021), Wayan Mirna meninggal dunia setelah menyeruput es kopi vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Kejadian tersebut berlangsung pada 6 Januari 2016, saat Mirna tengah reuni bersama Jessica Kumala Wongso dan Hani Boon Juwita.
Sempat dibawa ke sebuah klinik di Grand Indonesia, Mirna mengembuskan napas terakhirnya dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Abdi Waluyo.
Hasil penyelidikan polisi mengungkapkan, terdapat zat sianida dalam kopi Mirna. Racun mematikan ini juga ditemukan di lambungnya, sekitar 3,75 miligram.
Usai penyelidikan lebih dalam terhadap para saksi dan bukti, serta melakukan gelar perkara, polisi akhirnya menetapkan Jessica sebagai tersangka pada akhir Januari 2016.
Pada 27 Oktober 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun menyatakan Jessica bersalah dan memvonis dengan penjara selama 20 tahun.
Baca juga: Sepak Terjang Ferdy Sambo, dari Jenderal Bintang Dua Polri hingga Divonis Hukuman Mati
Kendati tidak begitu konkret dan jelas, sejumlah kesaksian dan bukti berikut dianggap memberatkan Jessica, sehingga dinyatakan sebagai pembunuh Mirna:
Pada 6 Januari 2016, Jessica lebih dulu tiba di Kafe Olivier sebelum pukul 16.00 WIB untuk menghindari kebijakan 3 in 1 alias satu mobil minimal berisi tiga orang.
Dia kemudian berinisiatif memesan es kopi vietnam dan dua cocktail. Tak lama setelah pesanan tiba, Mirna dan Hani sampai di lokasi reuni.
Kedua fakta tersebut, terutama perihal Jessica sebagai pembeli kopi, dinyatakan oleh karyawan Kafe Olivier.
Pada 20 Juli 2016, persidangan menghadirkan tiga pegawai Olivier, yakni Prilia Cindy Cornelia sebagai resepsionis, serta Marlon Alex Napitupulu dan Agus Triyono selaku pelayan.
Menurut kesaksian mereka, Jessica disebut tidak memiliki pilihan duduk di meja nomor 54 karena hanya meja itu yang kosong dan sesuai pesanannya.
Jessica juga langsung membayar pesanannya yang disebut tidak biasa dilakukan pembeli lain.
Pegawai Olivier juga bersaksi dalam persidangan yang digelar pada 28 Juli 2016. Mereka mengatakan, es kopi vietnam yang dipesan berwarna kekuningan dan berbau.
Keluarga Mirna juga memberikan kesaksian di pengadilan pada 12 Juli 2016. Ayah Mirna, Edi Dermawan Salihin, membeberkan tingkah laku Jessica selama berada di rumah sakit.
Menurut dia, gerak-gerik Jessica saat itu tampak mencurigakan. Jessica, kata Dermawan, sempat mengaku asma, tetapi masih dapat beraktivitas dengan lancar.
"Tiba-tiba dia lompat. Terus dia kesandung. Kan pintu ada rel. Nah, di situ," ujar Darmawan, dikutip dari Kompas.com, Rabu (6/1/2021).
Keanehan lainnya adalah saat Jessica berkeliling mendengarkan orang berbicara di rumah sakit, kemudian menghilang.
Selain itu, menurut Darmawan, Jessica juga tampak berbicara dengan tenang selama berada di rumah sakit.
Tidak terpancar kesedihan seperti yang tampak dari wajah Hani yang juga berada di rumah sakit ketika itu.
Di sisi lain, saudara kembar Mirna, Sendy Salihin mengungkapkan, Jessica sempat mengirim artikel berita soal es kopi vietnam beracun via pesan singkat usai Mirna meninggal.
"Jessica kasih situs link website (tentang) vietnamese iced coffee beracun," kata Sandy.
Link artikel memuat kasus kopi vietnam beracun di negara asalnya. Sandy pun merasa Jessica mengarahkannya untuk beranggapan bahwa kopi vietnam menjadi penyebab kematian Mirna.
Kejanggalan lain diungkap manajer Kafe Olivier, Devi, dan pegawai lain pada 27 Juli 2016. Mereka menyebut Jessica tidak menolong Mirna saat kejang-kejang.
Baca juga: Ramai soal Foto Ferdy Sambo di Rumah dan Tidak Ditahan, Ini Kata Kejagung dan MA
Kesaksian lain datang dari suami Mirna, Arief Soemarko, pada 12 Juli 2016. Dia mengatakan, istrinya takut bertemu dengan Jessica.
Sebelum peristiwa 6 Januari 2016, Arief mengungkapkan bahwa dirinya mengikuti pertemuan antara Mirna dan Jessica pada 8 Desember 2015 di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Saat pertemuan itu, tak ada pembicaraan spesifik yang merujuk pada kemarahan atau kekesalan Jessica terhadap Mirna.
Namun, Arief mengaku diberitahu Mirna bahwa Jessica pernah marah besar kepada sang istri pada Oktober 2014.
Menurut Mirna, terang Arief, Jessica marah saat dinasihati mengenai hubungannya dengan pacarnya.
Kala itu, Jessica marah dan meninggalkan Mirna sendirian dalam pertemuan mereka di Sydney, Australia.
Kemarahan inilah yang membuat Mirna takut dan enggan menemui Jessica seorang diri di Kelapa Gading.
"Mirna tak mau bertemu Jessica seorang diri. Dalam pikiran Mirna, Jessica marah sama dia," kata dia.
Pada pertemuan 6 Januari 2016, Mirna pun kembali tak ingin bertemu Jessica sendirian. Oleh karena itu, dia memilih menunggu dan datang bersama Hani ke Kafe Olivier.
Adapun berdasarkan pernyataan hakim, kesaksian bahwa Jessica kesal kepada Mirna ini merupakan motif pembunuhan berencana pada 2016 silam.
Diberitakan Kompas.com, Kamis (27/20/2016), sederet saksi ahli turut dihadirkan ke pengadilan selama persidangan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Mirna.
Pada 10 Agustus 2016, dari rekaman CCTV Kafe Olivier, ahli digital forensik AKBP Muhammad Nuh Al Azhar dan Christopher Hariman Rianto melihat tingkah aneh Jessica menggaruk tangan beberapa kali dan celingak-celinguk.
Ahli toksikologi forensik Kombes Pol Nursamran Subandi menyebutkan, Jessica kemungkinan menggaruk tangan karena terpapar sianida.
Semakin memberatkan Jessica, kesaksian lain datang dari psikolog klinis, Antonia Ratih Andjayani pada 15 Agustus 2016.
Menurut Antonia, Jessica orang yang cerdas, tenang, dan percaya diri. Sosok Jessica memiliki kepribadian amorous narcissist yang kerap menggunakan kebohongan untuk berdalih.
Selanjutnya, pada 16 Agustus 2016, psikiater forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang pernah memeriksa Jessica, Natalia Widiasih Raharjanti menyatakan kesaksiannya.
Dia mengatakan, Jessica memiliki risiko melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri maupun orang lain jika sedang dalam kondisi tertekan.
Menurut Natalia, Jessica beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri di Australia.
Kondisi tersebut diperkuat saksi bernama John J Torres, seorang polisi dari New South Wales, Australia pada 26 September 2016.
John memaparkan catatan-catatan kepolisian atas nama Jessica yang diketahui beberapa kali mencoba melakukan bunuh diri.
Setelah 32 kali persidangan dan puluhan saksi dihadapkan di meja pengadilan, majelis hakim akhirnya memvonis Jessica dengan pidana penjara selama 20 tahun pada 27 Oktober 2016.
Jessica dinyatakan bersalah atas pembunuhan berencana terhadap Mirna dengan motif sakit hati karena dinasihati soal asmara.
Sempat mengajukan upaya hukum biasa hingga upaya hukum luar biasa, tetapi Mahkamah Agung tetap menolak.
Hingga saat ini, Jessica Wongso masih mendekam di Lapas Pondok Bambu untuk menjalani vonis hukuman 20 tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.