Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perbedaan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (HGB)

Kompas.com - 11/09/2023, 17:30 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebelum membeli tanah maupun bangunan, salah satu hal yang harus jadi pertimbangan adalah terkait jenis sertifikat properti yang akan dibeli.

Salah satu jenis sertifikat yang umum dikenal di Indonesia adalah jenis Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (HGB).

Kedua jenis sertifikat ini memiliki perbedaan yang perlu dipahami saat hendak mengurus pembelian properti. Selain itu, umumnya jenis sertifikat akan menentukan harga jual properti yang akan dibeli. 

Berikut ini penjelasan mengenai perbedaan sertifikat HGB dan SHM. 

HGB

Sertifikat HGB merupakan tanda bukti bagi perorangan atau badan hukum yang memiliki keperluan untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.

Dikutip dari Kompas.com (11/3/2023) tanah yang dapat diberikan HGB di antaranya tanah negara, tanah hak pengelolaan, dan tanah hak milik dengan jangka waktu paling lama 30 tahun yang nantinya bisa diperpanjang paling lama 20 tahun.

Sertifikat HGB bisa beralih dan dialihkan kepada pihak lain atau dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

Sesuai dengan Pasal 37 PP Nomor 18 Tahun 2021, HGB atas tanah negara dan tanah hak pengelolaan, diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun , diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan diperbarui jangka waktu paling lama 30 tahun.

Sedangkan HGB di atas tanah hak milik, diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperbarui dengan akta pemberian Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik.

Dikutip dari Kompas.com (26/6/2022) nantinya setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan HGB berakhir, tanah hak guna bangunan kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah hak pengelolaan.

Kepemilikan status hak guna bangunan dapat terhapus dikarenakan beberapa hal di antaranya:

1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya;

2. Dibatalkan haknya oleh Menteri ATR/Kepala BPN sebelum jangka waktunya berakhir karena:

  • Tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang hak;
  • Tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan antara pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau perjanjian pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan;
  • Cacat administrasi;
  • Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  • Diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;
  • Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
  • Dilepaskan untuk kepentingan umum;
  • Dicabut berdasarkan Undang-Undang;
  • Ditetapkan sebagai Tanah Telantar;
  • Ditetapkan sebagai Tanah Musnah;
  • Berakhirnya perjanjian pemberian hak atau perjanjian pemanfaatan tanah untuk Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik atau Hak Pengelolaan;
  • Pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak.

Baca juga: Wujudkan Mimpi Suku Anak Dalam, Herman Deru Bagikan Sertifikat Lahan untuk 762 KK

SHM

SHM adalah tanda bukti bagi pemegang hak milik yang bersifat turun-temurun, terkuat, dan berkekuatan penuh yang bisa dimiliki seseorang.

Berbeda dengan serifikat HGB, jenis sertifikat SHM tak memiliki batas waktu tertentu. Namun, hak milik atas SHM dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

SHM juga dapat dijadikan jaminan utang di perbankan dengan dibebani hak tanggungan.

Keuntungan memiliki SHM: 

  • Kepemilikan SHM jangka waktu tidak terbatas, berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup.
  • SHM dapat diwariskan dari generasi ke generasi sesuai hukum yang berlaku.
  • Hak penggunaan SHM berlaku seumur hidup, tidak seperti Hak Guna Bangunan atau Usaha yang maksimal 60 tahun.
  • SHM dapat sebagai aset, dapat dijual, digadaikan, menjadi jaminan bank, disewakan, hingga diwakafkan.

Baca juga: Berapa Lama Masa Berlaku SHM Apartemen? Simak Ketentuannya

 

Cara ubah HGB ke SHM

Pemilik sertifikat HGB bisa melakukan pengubahan sertifikat menjadi SHM.

Dikutip dari Kompas.com (30/5/2023) untuk melakukan pengubahan HGB ke SHM yakni pemohon harus mendatangi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan menyerahkan seluruh dokumen persyaratan.

Selanjutnya diharuskan untuk mengisi formulir yang disediakan oleh pihak BPN dan melakukan pembayaran di loket.

Harga pendaftaran untuk luas tanah maksimal 600 meter persegi adalah sebesar Rp 50.000. Selanjutnya sertifikat SHM akan siap diambil setelah 5 hari sejak hari pendaftaran.

Berikut ini sejumlah dokumen yang diperlukan untuk ubah HGB ke SHM:

  • Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon
  • Fotokopi Kartu keluarga (KK)
  • Surat Kuasa hanya jika dikuasakan
  • Surat Persetujuan dari kreditor hanya jika dibebani hak tanggungan
  • Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi Bangunan (PBB) tahun terakhir
  • Sertifikat HGB
  • Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
  • Surat Keterangan dari Lurah atau Kepala Desa untuk perubahan hak dari HGB menjadi SHM untuk rumah dengan luas 600 meter persegi.

Baca juga: Jangan Keliru, Ini Bedanya Sertifikat dengan Buku Tanah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com