Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Abad Ke-16, Istri di Turkiye Bisa Gugat Suami karena Kopi yang Kurang Enak

Kompas.com - 11/09/2023, 08:15 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Salah satu wilayah dunia yang terkenal akan olahan kopinya adalah Turkiye.

Kopi yang awalnya ditemukan di Mesir, meluas ke Afrika Utara dan Yaman, serta mencapai Turkiye pada abad ke-16.

Saat Turkiye berada di bawah Kekaisaran Ottoman, kedai kopi pertama berdiri di Istanbul pada tahun 1554.

Sejak saat itu, kopi semakin populer di antara masyarakat di sana.

Meski populer, hanya laki-laki yang diperbolehkan meminum kopi di kedai-kedai kopi. Sementara perempuan, harus puas meminum kopi pemberian suaminya di dalam rumah saja.

Seakan tertindas, kondisi ini justru memberikan "kewenangan" tersendiri bagi pihak wanita.

Di masa itu, istri yang tidak puas dengan kopi pemberian suaminya, bisa menggugat pasangannya, seperti dilansir dari laman Mashed (11/1/2023).

Baca juga: 5 Negara Penghasil Kopi Terbesar di Dunia, Mana Saja?


Kepopuleran kopi di Turkiye

Kedai kopi pertama didirikan di Istanbul, ibu kota Turkiye di era Kekaisaran Ottoman pada tahun 1554.

Dilansir dari Yemek (13/6/2018), kedai kopi lantas mulai buka satu demi satu di setiap wilayah kekaisaran tersebut.

Setiap kedai juga memiliki kosep yang berbeda, misalnya kedai kopi porter, kedai kopi artisan, kedai kopi janisari, dan kedai kopi tulumbac.

Semakin lama, kedai-kedai ini tidak hanya menjadi tempat minum kopi. Kedai kopi juga menjadi tempat warga berkumpul dan bersosialisasi, membicarakan berbagai hal hingga urusan politik.

Kebebasan obrolan saat meminum kopi memicu kekhawatiran bagi Kekaisaran Ottoman.

Sultan Suleiman yang Agung mencoba melarang dan menutup kedai-kedai kopi di seluruh kekaisaran pada pertengahan abad 16. Namun, cara ini gagal menghentikan budaya minum kopi di kalangan masyarakat.

Sultan Suleiman kemudian memerintahkan sastrawan kekaisaran menulis cerita dengan nilai sastra dan sejarah mengenai kedai kopi.

Cara ini membuat masyarakat lebih fokus dengan budaya setempat daripada membicarakan politik di kedai kopi. Hingga akhirnya, kedai kopi pun memiliki peran ganda sebagai perpustakaan di era tersebut.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com