Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah SD Inpres yang Dibandingkan Jokowi dengan Pembangunan IKN

Kompas.com - 16/06/2023, 21:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

Pembangunan SD Inpres juga diinisiasi oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas sekaligus ekonom Indonesia, Widjojo Nitisastro.

Total dana yang dikeluarkan untuk program ini hingga akhir Pembangunan Jangka Panjang Tahap (PJPT) I mencapai hampir Rp 6,5 triliun.

Seiring dengan berdirinya SD Inpres, pemerintah juga menempatkan lebih dari 1 juta guru Inpres.

Baca juga: Siswa SD Muhammadiyah 4 Surabaya Study Tour ke Jepang, Berapa Biayanya?

Dalam buku Pendidikan yang Memiskinkan (2004) karya Darmaningtyas, pembangunan SD Inpres juga mendorong berdirinya Sekolah Pendidikan Guru (SPG).

Setelah SPG dibubarkan pada 1989, orang-orang beralih ke Sekolah Menengah Atas (SMA).

Seiring perkembangannya, SD Inpres juga harus berjuang di tengah minat belajar di sekolah yang didirikan misionaris dan pesantren.

Pembangunan sekolah juga dilakukan seiring dengan Pembangunan Lima Tahun (Pelita) tahap II dan III yang menjadi titik awal pembangunan sistem pendidikan di Indonesia oleh rezim Orde Baru.

Peran pemerintah yang menguat juga terasa melalui pengaturan seragam, isi materi pelajaran, dan perilaku pihak yang terlibat dalam pendidikan.

Baca juga: Makna Pohon Hayat yang Jadi Logo IKN

Dampak positif SD Inpres

Dilansir dari Indonesia.go.id, Duflo menjelaskan, pembangunan SD Inpres membuat 1.000 anak usia 2-6 tahun pada 1974 menerima lebih banyak pendidikan untuk setiap sekolah yang dibangun di wilayah mereka.

Program SD Inpres juga mendorong masyarakat menyelesaikan pendidikan dasar, menurunkan buta aksara, meningkatan upah, dan mengembalikan perekonomian negara.

Dampak lainnya, anak-anak usia 2-6 tahun pada 1974 menerima 0,12 hingga 0,19 tahun lebih banyak pendidikan untuk setiap sekolah yang dibangun per 1.000 anak di wilayah kelahiran mereka.

Tak hanya itu, program SD Inpres disebut meningkatan upah masyarakat sebanyak 1,5 hingga 2,7 persen untuk setiap sekolah. Selain itu, juga memberikan dampak pengembalian ekonomi sekitar 6,8 hingga 10,6 persen.

Baca juga: 17 Murid SD di Pangandaran Menabung Rp 112 Juta, Saat Lulus Uangnya Tidak Ada

Pada1988, tercatat Angka Partisipasi Murni (APM) anak di tingkat SD mencapai 99,6 persen.

Lalu, pada 1990, jumlah masyarakat buta aksara turun hingga 15,8 persen. 

Durasi masa pendidikan SD pun berdampak pada peningkatan upah sebesar 3-5,4 persen.

Keberhasilan program SD Inpres ini, membuat UNESCO memberikan penghargaan Piagam The Avicenna kepada Presiden Soeharto pada 19 Juni 1993.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com