Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan, kala itu CMNP tidak menerima dana deposito dari penjamin Pemerintah karena CMNP dan Bank Yama dimiliki oleh nama yang sama, yaitu Tutut Soeharto.
"Maka ketentuan penjaminan atas deposito CMNP tersebut tidak mendapatkan penjaminan pemerintah karena ada hubungan terafiliasi antara CMNP dan Bank Yama," terangnya, dikutip dari Kompas.com (8/6/2023).
Akibatnya, permohonan pengembalian itu ditolak oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan penyehatan perbankan.
Tak terima dengan putusan tersebut, CMNP mengajukan gugatan terhadap Pemerintah untuk mengembalikan dana deposito.
Gugatan itu dikabulkan sehingga pemerintah harus membayar dana beserta bunga dan denda ke CMNP.
Berdasarkan putusan hukum Mahkamah Agung (MA) pada 15 Januari 2010, Pemerintah wajib membayar deposito berjangka senilai Rp 78,84 miliar dan giro Rp 76,09 juta.
Tak hanya itu, Pemerintah juga harus membayar denda 2 persen setiap bulan dari total dana yang diminta CMNP.
Namun, Pemerintah dan CMNP akhirnya sepakat untuk membayar pokok dan denda dengan total tagihan Rp 179,5 miliar.
Di sisi lain, Pemerintah balik menagih utang ratusan miliar ke grup usaha CMNP milik Jusuf Hamka.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Ronald Silaban.
"Kami sendiri masih memiliki tagihan kepada tiga perusahaan di bawah grup Citra," ujarnya, dikutip dari Kontan.
Namun, Ronald mengaku tidak mengingat angka utang tersebut. Dia hanya memastikan bahwa utang tersebut mencapai ratusan miliar.
Sementara itu, Yustinus mengatakan, utang yang ditagih Kemenkeu itu tidak berkaitan dengan CMNP.
Grup Citra yang dimaksud adalah tiga perusahaan terafiliasi dengan Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut Seharto.
"Tiga perusahaan terafiliasi Bu SHR, bukan CMNP," kata Yustinus dikutip dari Kompas.com, Selasa (13/6/2023).
Namun, Yustinus enggan menyebutkan ketiga nama perusahaan tersebut. Sedangkan nominal utang ketiga perusahaan itu kepada negara mencapai Rp 775 miliar.
Utang itu menurut Yustinus berkaitan dengan aksi penyelamatan melalui dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.