Sementara itu, ahli hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menuturkan, persetujuan atau consent dalam UU Perlindungan Anak tidak dikenal.
Pasalnya, pola relasi yang tidak seimbang antara korban anak dan pelaku, akan meniadakan sebuah persetujuan.
"Karena pola hubungannya tidak seimbang, karena itu tidak bisa dihindarkan adanya situasi yang menekan," kata Fickar terpisah, Kamis.
"Maka dari itu, dalam UU Perlindungan Anak tidak dikenal consent dan hubungan yang terjadi dikualifikasikan sebagai tindak pidana," lanjutnya.
Fickar menegaskan, kondisi ini sekaligus menggambarkan perlindungan terhadap pihak lemah (anak), dalam pola relasi yang tidak seimbang antara orang dewasa dan anak.
Baca juga: Saat Banyak Sekolah di Jepang Tutup akibat Resesi Seks...
Diberitakan sebelumnya, kasus ini terungkap setelah korban mengeluhkan sakit pada bagian perutnya.
Pihak keluarga kemudian melaporkannya ke Polres Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Dalam kasus ini, pihak kepolisian telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka.
Mereka adalah HR 43 yang berstatus sebagai kepala desa di Parigi Moutong, ARH (40) seorang guru SD di Desa Sausu, AK (47), AR (26), MT (36), FN (22), K (32), AW, AS dan AK.
Baca juga: Viral, Video Sopir Truk Beli Siomay di Tengah Jalan Bikin Jalan Pantura Macet, Ini Kata Polisi...
Sementara MKS yang merupakan oknum anggota Polri hingga kini masih belum ditetapkan sebagai tersangka, karena belum cukup bukti.
"Tersangka lainnya berstatus sebagai petani, wiraswasta, mahasiswa, ada juga pengangguran dan semua tersangka saling kenal," kata Agus.
Para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.
Baca juga: Viral, Foto Masa Berlaku Nopol Kendaraan Bermotor sampai 2031, Ini Kata Polisi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.