Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasusnya Terus Meningkat, Kenali Gejala dan Pencegahan HIV dan Sifilis

Kompas.com - 12/05/2023, 09:45 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan adanya peningkatan kasus HIV dan sifilis di Indonesia.

Peningkatan kasus penularan HIV dan sifilis tersebut didominasi oleh ibu rumah tangga yang juga berdampak pada bayi yang dilahirkan.

"Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV, lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti suami pekerja seks dan kelompok man sex with men,” tulis Kemenkes dalam unggahan Instagram, Kamis (11/5/2023).

Baca juga: Jumlah Kasus Meningkat 5 Tahun Terakhir, Apa Itu Sifilis atau Raja Singa?

 

Sementara itu, kasus sifilis pada ibu rumah tangga juga terus mengalami peningkatan pada 2016-2022.

Disebutkan peningkatan kasus sifilis hampir 70 persen, dari 12 ribu kasus menjadi hampir 21 ribu kasus. Dari 1,2 juta ibu hamil, sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis.

"60 persen ibu hamil penderita sifilis tidak mendapatkan pengobatan karena adanya stigma dan unsur malu," imbuh Kemenkes.

Ironisnya, penularan sifilis melalui jalur ibu ke anak, sebesar 69-80 persen berdampak terjadinya abortus, bayi lahir mati atau misalkan lahir akan mengalami siflis kongenital.

Baca juga: Benarkah Banyak Bekas Luka di Lengan Termasuk Gejala Sifilis?

Lantas, apa penyebab terjadinya peningkatan kasus HIV dan sifilis pada ibu rumah tangga di Indonesia?

Penjelasan Kemenkes

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi usai acara Penghargaan PPKM Award di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (20/3/2023). KOMPAS.com/Fika Nurul Ulya Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi usai acara Penghargaan PPKM Award di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (20/3/2023).

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menegaskan penyebab terjadinya peningkatan kasus HIV dan sifilis pada ibu rumah tangga di Indonesia, salah satunya karena perilaku seks berisiko dari suami yang masih "jajan".

“Penyebab lainnya, orang yang sudah positif tetapi tidak mendapatkan pengobatan, sehingga menular ke orang lain. Serta dari darah yang tercemar saat transfusi,” ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (11/5/2023).

Nadia pun menjelaskan mengapa ibu rumah tangga lebih banyak diketahui terjangkit HIV dan sifilis dibandingkan dengan para suami.

“Karena ibu rumah tangga melalui skrining saat kehamilan sehingga terdeteksi,” terangnya.

Baca juga: WHO Cabut Status Darurat Kesehatan Global untuk Covid-19, Ini Langkah Kemenkes

Gejala HIV

Sementara itu, dokter spesialis kulit dan kelamin Ismiralda Oke Putranti mengatakan, gejala HIV tidak muncul pada awal penularan. Namun akan muncul setelah tiga hingga enam bulan sesudah penularan.

“Sehingga biasanya pada orang-orang yang berisiko tinggi infeksi menular seksual, akan disarankan untuk skrining HIV terutama 3-6 bulan pasca-paparan,” ujarnya kepada Kompas.com, terpisah.

Berikut gejala jika seseorang menderita HIV menurut Ismiralda:

  • Flu
  • Demam
  • Lemas
  • Nyeri otot dan sendi
  • Kemerahan pada kulit
  • Nyeri tenggorokan
  • Pembesaran kelenjar getah bening
  • Batuk
  • Diare
  • Berat badan turun
  • Keringat malam hari.

“Tapi sering kali gejala ini bahkan tidak dirasakan sehingga HIV akan merusak sel-sel pertahanan tubuh tanpa disadari, sehingga masuk ke dalam stadium lanjut,” jelasnya.

Jika sudah masuk ke dalam stadium lanjut, terdapat penyakit yang muncul sebagai gejala seseorang menderita HIV sebagai berikut:

  • Infeksi jamur pada mulut dan tenggorokan
  • Herpes zoster
  • Radang paru-paru (pneumonia).

“Pasien dengan HIV kronik ini yang kemudian akan berlanjut sebagai AIDS,” tuturnya.

Baca juga: Ramai soal Ajakan Tes HIV, Bagaimana Cara, Biaya, serta Berapa Kali Harus Rutin Tes?

Gejala sifilis

Infeksi sifilis berkembang dalam empat tahap, yaitu primer, sekunder, laten, dan tresier. Pada dua tahap awal, gejala bisa sangat ringan.Freepik / photohobo Infeksi sifilis berkembang dalam empat tahap, yaitu primer, sekunder, laten, dan tresier. Pada dua tahap awal, gejala bisa sangat ringan.

Ismiralda mengatakan, gejala sifilis dapat dibagi menjadi dua stadium, yakni primer dan sekunder.

Gejala primer muncul setelah 10-90 hari tertular, yakni terdapat luka tidak nyeri di kemaluan atau anus. Biasanya hanya luka lesi tunggal dan relatif terlihat bersih.

“Karena tidak nyeri, pada stadium ini sering tidak terdeteksi dan akhirnya luka itu hilang sendiri dan berlanjut ke stadium sekunder,” ucapnya.

Pada stadium sekunder, sifilis juga disebut dengan penyakit seribu wajah (the great imitator).

“Karena bisa menyerupai penyakit-penyakit lain, namun selalu disertai pembesaran kelenjar getah bening generalisata,” ungkapnya.

Baca juga: Kasus HIV Anak di Indonesia Tembus 12.553, Waspadai Tanda Gejalanya!

Sifilis pada stadium ini bisa menyebar ke bagian kulit lain dan organ tubuh seperti tulang.

“Lesi akibat sifilis yang menyebar pada kulit telapak tangan dan kaki berbentuk menjadi makulopapuler berwarna merah tembaga yang disebut dengan roseola sifilitika,” terangnya.

Selain roseola sifilitika, lesi akibat sifilis juga mempunyai nama lain tergantung dengan perubahan bentuknya.

Bentuk lain berupa bercak berwarna putih seperti panu, disebut dengan leukoderma sifilitika. Ada juga berupa timbul lepuh-lepuh disebut dengan pemfigus sifilitika.

"Ada juga timbul jaringan kulit seperti kutil berwarna merah muda, disebut kondiloma lata. Masih banyak bentuk klinis lainnya,” jelasnya.

Baca juga: Benarkah Banyak Bekas Luka di Lengan Termasuk Gejala Sifilis?

Pencegahan HIV dan sifilis

Pada umumnya, HIV dan sifilis adalah penyakit menular seksual sehingga cara pencegahannya pun sama.

Ismiralda pun memberikan lima langkah pencegahan yang disebut ABCDE, berikut penjelasannya:

  1. A atau abstinence, yakni dengan tidak melakukan kontak seksual pada usia dini atau sebelum pernikahan dan tidak melakukan kontak seksual bila salah satu pasangan menderita infeksi menular seksual
  2. B atau be faithful, yakni dengan saling setia kepada pasangan
  3. C atau condom, yakni dengan menggunakan kondom bila melakukan kegiatan seksual berisiko tinggi
  4. D atau don’t use drugs, yakni dengan menghindari penggunaan obat-obatan terlarang terutama melalui jarum suntik
  5. E atau education, yakni dengan mengedukasi sedini mungkin mengenai bahaya dan deteksi dini infeksi menular seksual.

Baca juga: Apa Bahaya Kutil Kelamin?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Penjelasan TNI AL soal Lettu Eko Disebut Akhiri Hidup karena Judi

Penjelasan TNI AL soal Lettu Eko Disebut Akhiri Hidup karena Judi

Tren
Ada 2 WNI, Ini Daftar Penumpang Singapore Airlines yang Alami Turbulensi

Ada 2 WNI, Ini Daftar Penumpang Singapore Airlines yang Alami Turbulensi

Tren
Angka Kematian akibat Kecelakaan di Swedia Terendah, Apa Rahasianya?

Angka Kematian akibat Kecelakaan di Swedia Terendah, Apa Rahasianya?

Tren
Viral, Video Balita Ketumpahan Minyak Panas di Yogyakarta, Ini Kronologinya

Viral, Video Balita Ketumpahan Minyak Panas di Yogyakarta, Ini Kronologinya

Tren
Hasil Tes Online 1 Rekrutmen BUMN Diumumkan Hari Ini, Begini Cara Ceknya

Hasil Tes Online 1 Rekrutmen BUMN Diumumkan Hari Ini, Begini Cara Ceknya

Tren
Virus Raksasa Berusia 1,5 Miliar Tahun Ditemukan di Yellowstone, Ungkap Asal Usul Kehidupan di Bumi

Virus Raksasa Berusia 1,5 Miliar Tahun Ditemukan di Yellowstone, Ungkap Asal Usul Kehidupan di Bumi

Tren
3 Cara Melihat Aplikasi dan Situs yang Terhubung dengan Akun Google

3 Cara Melihat Aplikasi dan Situs yang Terhubung dengan Akun Google

Tren
BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 22-23 Mei 2024

BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 22-23 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] ICC Ajukan Surat Penangkapan Pemimpin Israel dan Hamas | Mengintip Jasa 'Santo Suruh' yang Unik

[POPULER TREN] ICC Ajukan Surat Penangkapan Pemimpin Israel dan Hamas | Mengintip Jasa "Santo Suruh" yang Unik

Tren
Kronologi Singapore Airlines Alami Turbulensi, 1 Penumpang Meninggal

Kronologi Singapore Airlines Alami Turbulensi, 1 Penumpang Meninggal

Tren
Kronologi Makam Mahasiswi UMY Dibongkar Sehari Usai Dimakamkan

Kronologi Makam Mahasiswi UMY Dibongkar Sehari Usai Dimakamkan

Tren
4 Korupsi SYL di Kementan: Beli Durian Rp 46 Juta dan Gaji Pedangdut

4 Korupsi SYL di Kementan: Beli Durian Rp 46 Juta dan Gaji Pedangdut

Tren
Penyebab Kelebihan Berat Badan dan Obesitas pada Anak yang Perlu Diwaspadai

Penyebab Kelebihan Berat Badan dan Obesitas pada Anak yang Perlu Diwaspadai

Tren
Ada 'Andil' AS di Balik Kecelakaan Heli yang Menewaskan Presiden Iran

Ada "Andil" AS di Balik Kecelakaan Heli yang Menewaskan Presiden Iran

Tren
Kata Psikolog soal Pria Kuntit dan Teror Perempuan di Surabaya Selama 10 Tahun

Kata Psikolog soal Pria Kuntit dan Teror Perempuan di Surabaya Selama 10 Tahun

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com