Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Matematika dan Lebaran

Kompas.com - 22/04/2023, 08:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENURUT catatan sejarah Islam, perayaan Idul Fitri dimulai di Madinah setelah hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah.

Seorang sahabat Nabi Muhammad SAW bernama Anas meriwayatkan bahwa ketika tiba di Madinah, Nabi Muhammad SAW menemukan orang-orang di Madinah merayakan dua hari tertentu di mana mereka menyelenggarakan acara rekreasi penuh kegembiraan.

Mengetahui hal tersebut, Nabi Muhammad SAW berkata bahwa Allah telah menggantinya dengan dua hari yang lebih baik: Idul Fitri dan Idul Adha.

Di Indonesia, Idul Adha disebut sebagai Hari Raya Kurban, sementara Idul Fitri disebut sebagai Lebaran. Ternyata cukup banyak unsur matematikal terkandung di dalam Lebaran.

Unsur matematika sudah sangat terasa hadir pada penetapan shalat lima waktu Subuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya sebagai rukun ke dua Islam.

Serta merta unsur matematika juga sangat terasa hadir pada penetapan hari Lebaran sebagai hari raya umat Islam yang dirayakan pada tanggal 1 Syawal pada penanggalan Hijriah.

Karena penentuan 1 Syawal yang berdasarkan kalender lunar dihitung secara konsekuen dan konsisten matematikal, maka Idul Fitri jatuh pada tanggal yang berbeda-beda setiap tahunnya apabila dipandang dari penanggalan Masehi.

Cara menentukan 1 Syawal secara matematikal juga bervariasi sehingga sebagian umat Islam merayakannya pada tanggal Masehi yang berbeda.

Suasana bervariasi dalam menentukan hari Lebaran dalam penanggalan Masehi pada hakikatnya selaras suasana ketidak-pastian di dalam matematika yang memastikan bahwa sesuatu yang pasti di alam semesta ini pada hakikatnya hanya tunggal dan satu bahkan satu-satunya, yaitu ketidak-pastian itu sendiri.

Yang konstan an sich hanya satu, yaitu ketidak-konstanan itu sendiri. Atau bisa juga disamakan dengan keyakinan bahwa yang berubah an sich hanya satu bahkan satu-satunya, yaitu sang perubahan itu sendiri.

Karena secara matematikal, tahun Hijriah berbeda sekitar 11 hari dari tahun Masehi, maka Lebaran dapat terjadi dua kali dalam setahun, seperti telah terjadi pada 1609, 1642, 1674, 1707, 1740, 1772, 1805, 1837, 1870, 1903, 1935, 1968, 2000, serta akan terulang lagi pada tahun 2033, 2065, 2098, 2131, 2163, 2196, 2228, 2261, 2293, 2326 dan seterusnya dan selanjutnya setiap 32 atau 33 tahun.

Selamat Lebaran!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com