Anas juga terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 25,3 miliar dan 36.070 dolar AS dari Grup Permai serta Rp 30 miliar dan 5,2 juta dolar AS dari Nazaruddin.
Ia juga menerima hadiah mobil Toyota Harrier seharga Rp 670 juta serta gratifikasi lain senilai ratusan juta rupiah.
Menurut hakim pengadilan tingkat pertama, gratifikasi yang diterima dari Grup Permai dan Nazaruddin digunakan untuk pencalonan Anas sebagai ketua umum Partai Demokrat.
Namun, penggunaan uang tersebut dinyatakan tidak terbukti oleh majelis hakim pada tingkat peninjauan kembali (PK).
Baca juga: 69 Pegawai Kemenkeu Diduga Lakukan TPPU, Apa Itu Pencucian Uang?
Diberitakan Kompas.com, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada Anas pada akhir September 2014. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider kurungan selama tiga bulan.
Vonis tersebut jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan KPK, yaitu 15 tahun penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp 94 miliar dan 5,2 juta dolar AS.
Selain menjatuhkan vonis 8 tahun, majelis hakim juga memerintahkan jaksa menyita tanah seluas 7.870 meter persegi di Pondok Ali Ma'sum, Krapyak, Yogyakarta yang disebut merupakan hasil korupsi Anas.
Setelah dijatuhi vonis tingkat pertama, Anas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Pada Februari 2015, majelis hakim menyusutkan kembali hukuman Anas menjadi 7 tahun penjara. Anas tetap dikenakan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. Namun, aset tanah di Krapyak dikembalikan ke pesantren pimpinan mertuanya, Attabik Ali.
Meski mendapatkan vonis yang lebih ringan, Anas justru mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Permohonan pun ditolak oleh majelis hakim kasasi yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar.
Anas justru mendapatkan vonis 14 tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan.
Ia juga wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara. Jika uang pengganti tidak dilunasi dalam waktu satu bulan, maka seluruh kekayaan Anas akan dilelang. Apabila masih belum cukup, ia terancam penjara selama empat tahun.
MA juga mengabulkan permohonan KPK agar hak dipilih dalam menduduki jabatan publik milik Anas dicabut.
Mendapatkan vonis tersebut, Anas kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/7/2018).
"Kami ingin agar yang pertama majelis mengabulkan permohonan PK, membatalkan putusan MA Nomor 1261.k/pidsus/2015, dan mengadili membebaskan pemohon PK dari semua dakwaan jaksa," ujar Anas dikutip dari Kompas.com.