Sempat diganti lagi dengan nama Megaria, kini bioskop tersebut berubah menjadi Metropole XXI.
Namun, setelah ruang bioskop dipecah-pecah menjadi empat teater kecil, pamor Megaria justru merosot dan cuma jadi tujuan penonton film kelas dua.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kebakaran Bioskop Laurier Palace di Kanada, 78 Anak Tewas
Arditya W Fitrianto dalam tulisannya berjudul "Pudarnya Gemerlap Metropole" yang dimuat dalam Harian Kompas, 26 Januari 2003 mencatat, gaya arsitektur bangunan yang diusung oleh Groenewegen cukup menarik.
Sebab, terlihat massa bangunan utama yang berbentuk seperti kapal dengan kepalanya sebagai pintu masuk.
Ornamen garis vertikal yang rapat mencoba untuk mengurangi bentuk massa yang terlalu solid.
Kemudian dipadu dengan komposisi menara yang diletakkan di bagian sudut yang cukup strategis, terlihat dari arah Menteng maupun Jalan Proklamasi.
Baca juga: Masjid Saka Tunggal Banyumas, Masjid Pertama di Indonesia