Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Meicky Shoreamanis Panggabean
Dosen

Dosen Universitas Pelita Harapan

Cita-cita Ruang Publik dari Habermas dan Relevansinya dengan Indonesia

Kompas.com - 20/02/2023, 16:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM buku The Structural Transformation of the Public Sphere (1962), Jurgen Habermas menggambarkan perkembangan ruang pemikiran publik yang terjadi melalui salon dan kedai kopi di Eropa pada abad ke-18. Public sphere atau ruang publik yang dimaksud filsuf Jerman itu adalah ruang sosial tempat masyarakat bisa berdebat mengenai isu penting kehidupan sosial.

Di sana rakyat bisa berdiskusi secara bebas dan demokratis untuk memunculkan sikap dan opini publik. Jadi, ruang publik membentuk hubungan antara kehidupan publik dengan masyarakat sipil.

Sebelum gagasan ruang publik muncul, sistem masyarakat berbentuk feodal. Belum ada perbedaan antara publik dan privat serta masyarakat dan negara.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, Menagih Komunikasi Empati Pejabat di Ruang Publik

Sebelum melemahnya kekuatan monarki yang memuncak dalam Revolusi Perancis (1789-1799), urusan publik sebagian besar diputuskan di pengadilan raja.

Ketika tarik-menarik terjadi antara raja, gereja, dan pengusaha borjuis yang makin berkembang, kaum borjuis perlahan-lahan memenangkan hak dan perlindungan atas properti yang baru mereka peroleh, yang pada gilirannya berkembang menjadi argumen tentang kebebasan berpendapat dan kebebasan pers yang menjamin adanya ruang untuk publik bisa berpendapat.

Naiknya ruang publik bertepatan dengan munculnya pemikiran liberal dari para pemikir seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Imanuel Kant.

Sesudah feodalisme menghilang dan kekuatan gereja berkurang, lahirlah sebuah cara untuk membentuk kekuatan publik. Ruang publik lahir namun saat itu ruang publik hanya bisa dinikmati kaum borjuis karena mereka memiliki waktu, uang, dan pendidikan untuk terlibat dalam debat politik dan sosial.

Habermas berpendapat bahwa ruang publik seharusnya terbuka untuk masyarakat dari semua strata.

Pada Mei 1789, sebanyak 450 klub dan 200 jurnal bermunculan di seluruh Paris (Prancis). Pertumbuhan iklan memaksa editor untuk menyeleksi konten sehingga mereka banyak mempublikasikan apa yang menguntungkan.

Tahun 1830-an terjadi pergeseran yang disebabkan oleh revolusi industri dan kebangkitan konsumerisme. Dengan mengambil pandangan dialektik Hegelian, Habermas percaya bahwa liberalisme berusaha menyelamatkan diri dari kontradiksinya sendiri dengan memberi jalan bagi welfare state.

Pada saat yang sama, perusahaan-perusahaan semakin besar dan media massa kian berkembang. Hal ini membuat batas antara ranah publik dan privat menjadi kabur. Natur salon dan kedai kopi sebagai sebuah ruang publik dan independensi surat kabar lokal menjadi lenyap.

Habermas berpendapat bahwa perubahan itu punya dampak buruk. Kemampuan untuk berdebat rasional menurun. Selain itu, pertanyaan terkait politik dan moral banyak dipandu oleh kepentingan ekonomi.

Pemilik modal ikut bermain di area itu. Menurut Habermas, hal itu berdampak pada terbentuknya kembali hubungan vertikal seperti yang terlihat di dalam paham feodalisme. Debat publik jadi didikte oleh humas sementara pemerintah, bisnis, dan periklanan beralih ke psikologi untuk memengaruhi publik dengan kampanye iklan yang emotif.

Kondisi Indonesia

Di Indonesia, kondisi pers pada masa Orde Baru menemukan relevansinya dengan situasi di atas. Pemerintah lewat Menteri Penerangan mengendalikan RRI dan TVRI. Jurnalisme dibungkam, demikian juga dengan sastra.

Padahal, Habermas (1989) membagi ruang publik ke dalam dua jenis, yaitu ruang publik politik dan ruang publik sastra. Hal ini tak bisa ditemukan di Indonesia. Di era Orde Baru, lahir larangan untuk mendiskusikan buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer karena dianggap beraliran komunis. Pembakaran buku dan pembredelan media massa terjadi berkali-kali.

Ruang publik menjadi tidak kondusif untuk menumbuhkan lingkungan kritis rasional untuk melahirkan ide-ide. Ruang publik menjadi area yang lebih banyak dipengaruhi sistem birokrasi hierarkis.

Baca juga: Juergen Habermas di Usia 90 Tahun: Pemikir Kritis yang Pantang Diam

Contoh yang baik dari ini adalah cara media massa beroperasi dalam satu arah vertikal. Tidak ada interaksi antara pembaca dan editor. Media hanya dikonsumsi. Di tahun 1990-an aktivis mahasiswa, seperti yang terjadi tahun 1800-an, memanfaatkan pamflet untuk menyosialisasikan opini mereka tentang politik.

Sebagian besar dari mereka berasal dari keluarga yang dililit kemiskinan struktural. Seperti halnya ruang publik yang dikuasai kaum borjuis di tahun 1800-an, mereka tak punya kesempatan untuk berpendapat melalui ruang publik yang didominasi rezim Orde Baru.

Kita sekarang berada di era internet. Habermas menyoroti ruang publik sebagai mekanisme fundamental demokrasi, ruang yang menjadi dasar kesetaraan dan rasionalitas debat demokrasi. Media sosial memegang peranan amat penting di sini.

Salah satu pertanyaan terbesar yang diajukan Habermasians kontemporer tentang internet dan politik adalah, apakah ruang baru ini bertindak sebagai ruang publik yang efektif atau apakah ruang itu memisahkan dan bertindak hanya sebagai ruang yang memantulkan gema sehingga menghambat debat yang efektif dan rasional?

Pengguna berpikir bahwa internet, dalam konteks ini kita akan fokus pada media sosial, adalah sebuah alat. Ini salah besar. Alat adalah sesuatu yang menunggu dengan pasif untuk kita manfaatkan. Alat adalah obyek. Media sosial bergerak aktif, merupakan obyek namun juga subyek jika kita mengacu pada postmodernisme.

Media sosial memunculkan notifikasi-notifikasi yang sudah direkayasa: Sesuai dengan siapa orang yang paling sering berinteraksi dengan kita, apa gender kita, kesukaan, dan lain-lain. Media sosial menyodorkan kita sebuah dunia semu yang kita kira riil (hiperrealitas).

Hal lain yang perlu kita cermati adalah pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa kehadiran media sosial memberi harapan akan kembalinya ruang publik yang diharapkan Habermas.

Salah satu ciri ruang publik yang ideal menurut Habermas adalah mampu mengakomodasi keinginan bersama untuk mendiskusikan isu-isu yang sesuai dengan ketertarikan publik. Selain itu, dalam ruang tersebut ada debat yang rasional serta kritis dan setiap orang memiliki kesempatan untuk memengaruhi melalui kekuatan argumen.

Dilihat dari sisi ini, media sosial sepertinya malah menjauhkan kita dari ruang publik yang ideal. Habermas memang meragukan potensi internet untuk memulihkan keseimbangan ruang publik. Kita bisa paham akan keraguan itu antara lain saat mencermati fenomena buzzer.

Sebagai corong politisi atau partai politik, para buzzer dibayar untuk membela atau berkampanye bagi pihak yang membayar dan dengan demikian menutup ruang bagi warga berdialog secara kritis. Bukannya penuh dengan postingan yang mencerahkan pemikiran, media sosial justru sesak dengan makian yang mematikan kesempatan untuk bertukar pikiran.

Selain itu netizens juga banyak yang menggunakan media sosial hanya untuk menghasilkan noise, bukan voice. Media sosial lantas menjadi ‘ruang yang memantulkan gema sehingga menghambat debat yang efektif dan rasional.’

Gambaran ideal Habermas sepertinya menjauh jika dikaitkan dengan berbagai fenomena terkait media sosial dan cara kerjanya: mengandalkan algoritma, dikendalikan keserakahan akan uang dan kekuasaan, ada campur tangan politik, leluasa bergerak di tengah kehadiran regulasi yang tak pernah benar-benar diberlakukan, dan lain-lain.

Mengingat tahun politik 2024 kian dekat dan politik identitas merajalela, bisa kiranya kita simpulkan bahwa cita-cita Habermas tetap layak untuk diperjuangkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Terima Kasih, Prof. Salim Said

Terima Kasih, Prof. Salim Said

Tren
10 Aktivitas yang Dapat Meningkatkan Stamina, Mudah Dilakukan

10 Aktivitas yang Dapat Meningkatkan Stamina, Mudah Dilakukan

Tren
Bukan Segitiga Bermuda, Ini Jalur Laut Paling Berbahaya di Dunia

Bukan Segitiga Bermuda, Ini Jalur Laut Paling Berbahaya di Dunia

Tren
7 Pilihan Ikan Tinggi Fosfor, Sehatkan Tulang tapi Perlu Dibatasi Penderita Gangguan Ginjal

7 Pilihan Ikan Tinggi Fosfor, Sehatkan Tulang tapi Perlu Dibatasi Penderita Gangguan Ginjal

Tren
Film Vina dan Fenomena 'Crimetainment'

Film Vina dan Fenomena "Crimetainment"

Tren
5 Efek Samping Minum Kopi Susu Saat Perut Kosong di Pagi Hari

5 Efek Samping Minum Kopi Susu Saat Perut Kosong di Pagi Hari

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah Indonesia Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 24-25 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah Indonesia Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 24-25 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Pencairan Jaminan Pensiun Sebelum Waktunya | Prakiraan Cuaca BMKG 24-25 Mei

[POPULER TREN] Pencairan Jaminan Pensiun Sebelum Waktunya | Prakiraan Cuaca BMKG 24-25 Mei

Tren
Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com