Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Absurditas Indeks Kecerdasan Negara

Kompas.com - 02/01/2023, 07:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEMI membuktikan diri cerdas, maka lembaga non-profit alias memang mengutamakan profit ketimbang benefit, lembaga yang menamakan diri sebagai World Population Review mempublikasikan indeks Tingkat Kecerdasan IQ negara-negara dunia.

Judul keren daftar tersebut pada hakikatnya an sich sudah cukup absurd sebab tidak ada yang namanya “kecerdasan IQ”.

Kecerdasan adalah kecerdasan, sementara IQ adalah IQ yang kurang layak dipaksakan menjadi satu kesatuan kalimat seperti misalnya kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, kecerdasan matematikal, kecerdasan sosial, kecerdasan ekonomi, kecerdasan politik serta kecerdasan lain sebagainya asal bukan IQ.

Juga tidak ada negara yang cerdas atau tak cerdas. Yang cerdas atau tak cerdas bukan negara, tetapi manusia.

Sebagai warga Indonesia saya sangat tidak setuju ulah WPR tega menempatkan Indonesia pada posisi ke 130 di bawah Srilanka namun di atas Saudi Arabia, Afrika Selatan dan Nepal.

Naga-naganya WPR menyusun indeks kecerdasan negara-negara dengan menggunakan ilmu statistika yang memiliki licence to err (mirip James Bond punya lisence to kill) dilindungi dalih cetirus paribus plus margin of errors berbumbu gebyah-uyah alias generalisasi yang keseluruhannya membuktikan bahwa dalam membuat statistik mustahil tidak mengandung risiko kemungkinan untuk keliru.

Tidak jelas bagaimana WPR mampu mengukur sesuatu yang pada hakikatnya mustahil diukur kecuali dipaksakan untuk dianggap bisa diukur.

Kecepatan lari, kejauhan loncat, ketinggian lompat memang bisa diukur, tetapi kecerdasan? Yang bener aja!

Menurut metode ukur IQ yang lazim berlaku di masyarakat “modern”, mungkin saya lebih cerdas ketimbang para warga aborijin Australia.

Namun dalam hal kecerdasan bertahan hidup di pedalaman Australia tanpa diragukan lagi warga aborijin jauh lebih cerdas ketimbang saya.

Meski saya warga Indonesia namun saya tidak setuju WPR meletakkan peringkat kecerdasan Indonesia di atas Afrika Selatan. Sebab saya yakin Nelson Mandella, Desmond Tutu, Michael Levitt, John Maxwell Coetze, Sydney Brenner, Max Theiler, Albert Lutuli, Allan M. Cormack, Aaron Klug, Nadine Gordimer pasti jauh lebih cerdas ketimbang saya.

Contoh nyata paling tak terbantahkan tentang absurditas test IQ terhadap manusia dapat disimak pada diri saya sendiri.

Tatkala saya remaja kecerdasan saya pernah diukur sampai dua kali akibat banyak pihak termasuk saya sendiri tidak percaya hasil tes pertama terhadap IQ saya bernilai 144.

Ternyata kemudian setelah diukur untuk ke dua kalinya hasilnya malah meningkat menjadi 148 yang konon merupakan indikasi kecerdasan di atas rata-rata manusia cerdas!

Sayang kemudian fakta kenyataan membuktikan bahwa ternyata saya sama sekali tidak cerdas. Saya berhasil meningkatkan kadar IQ saya sama sekali bukan karena saya cerdas, namun sekadar akibat saya sudah tahu cara menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam tes IQ saja.

Sejarah telah membuktikan bahwa manusia Nusantara Berjaya memimpin kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Sailendra, Kanjuruhan, Medang, Kahuripan, Dharmasraya, Singasari, Majapahit jauh sebelum pada abad XX manusia mulai menyusun indeks kecerdasan pada hakikatnya merupakan tambahan bukti bahwa kecerdasaan bangsa Nusantara sama sekali tidak rendah.

Saya setuju jika WPR meletakkan saya pada peringkat terbawah pada indeks kecerdasan manusia di dunia, namun saya sungguh merasa keberatan bahwa WPR tega meletakkan Indonesia di peringkat bawah.

Sepenuhnya saya berani menjamin bahwa Bung Karno, Bung Hatta, Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, Mbak Mega, Mas SBY, Mas Jokowi dapat dipastikan pasti sama sekali bukan orang tidak cerdas. MERDEKA!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Ramai Larangan 'Study Tour' Imbas Tragedi Bus Ciater, Menparekraf: Bukan Salah Kegiatan

Ramai Larangan "Study Tour" Imbas Tragedi Bus Ciater, Menparekraf: Bukan Salah Kegiatan

Tren
50 Instansi yang Sudah Umumkan Formasi CPNS dan PPPK 2024, Mana Saja?

50 Instansi yang Sudah Umumkan Formasi CPNS dan PPPK 2024, Mana Saja?

Tren
Catat, Ini 5 Ikan Tinggi Purin Pantangan Penderita Asam Urat

Catat, Ini 5 Ikan Tinggi Purin Pantangan Penderita Asam Urat

Tren
BMKG: Wilayah Ini Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 17-18 Mei 2024

BMKG: Wilayah Ini Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 17-18 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Warga Israel Rusak Bantuan Indomie untuk Gaza, Gletser Terakhir di Papua Segera Menghilang

[POPULER TREN] Warga Israel Rusak Bantuan Indomie untuk Gaza, Gletser Terakhir di Papua Segera Menghilang

Tren
Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com