Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Kasus Ayah Hajar Anak di Jaksel, Mengapa Bisa Terjadi?

Kompas.com - 22/12/2022, 11:00 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Sebuah video mengenai seorang pria melakukan kekerasan terhadap anaknya, viral di media sosial Twitter.

Unggahan tersebut diunggah oleh akun Twitter ini.

“Dear Para ayah dan calon Ayah, jangan bawa masalahmu ke rumah, apalagi menjadikan anak istrimu sebagai media pelampiasan, jika kamu punya masalah keluar rumahlah dan carilah pelampiasan sehat, setelah aman baru pulang Jangan dicontoh,” tulis akun tersebut.

Hingga kini unggahan tersebut telah disukai lebih ari 13.800 pengguna dan ditwit ulang sebanyak 5.319 kali.

Beragam komentar muncul terkait unggahan tersebut.

“Hati hati bapak..saya juga seorang ayah..sayangilah anak anda..anda mungkin sekarang secara fisik masih kuat memperlakukan anak seperti itu..tp jika 15-20 tahun lagi fisik anda semakin lemah dan anak anda mempunyai dendam apalagi laki2 hati hatilah...” tulis salah satu akun.

“Anak lakinya jelas dendam ke bapaknya ini. Kasihan bgt ga dpt teladan dari org terdekatnys,” kata akun yang lain.

Diketahui kejadian penganiayaan terhadap anak tersebut terjadi di Apartemen Signature, Jalan Letjen MT Haryono, Tebet, Jakarta Selatan.

Kasus tersebut saat ini masih dalam penyelidikan Polres Metro Jakarta Selatan.

Mengapa kasus kekerasan ayah terhadap anak terjadi?

Baca juga: Bos Perusahaan Swasta Pukuli Anaknya di Apartemen, Pelaku Emosi karena Korban Main Game Online Saat PJJ

Baca juga: Bukti Penganiayaan Sebegitu Jelasnya Belum Cukup Buat Bos Perusahaan Swasta Ditangkap sejak Dilaporkan

Penjelasan psikolog

Terkait hal tersebut Kompas.com menghubungi psikolog klinis dan cofounder Ohana Space Veronica Adesla, M.Psi.

Saat dihubungi, Veronica menilai, kekerasan pada anak bisa muncul karena beberapa hal.

Di antaranya, yakni adanya ketimpangan relasi kuasa di antara ayah dan anak.

“Sosok ayah sebagai kepala keluarga terutama di Indonesia yang mayoritas masih menganut budaya patriarki, menempatkan suami sebagai pihak yang memiliki wewenang dan kuasa lebih besar di keluarga,” kata Veronica, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/12/2022).

Adapun dalam kasus terjadinya kekerasan, seringkali anak menjadi sosok yang lebih lemah yang harus menerima perlakuan sang ayah tanpa daya.

Selain itu, menurutnya kekerasan ayah pada anak bisa muncul karena ketidakmampuan pribadi orang tua dalam mengelola emosi.

Faktor lain, referensi gaya pengasuhan yang mengandung kekerasan terhadapnya saat kecil juga bisa menyebabkan terjadinya kekerasan yang terulang terhadap anak.

Apa yang harus dilakukan untuk mencegah kekerasan ayah terhadap anak?

Baca juga: Lambannya Penyelidikan Kasus Bos Perusahaan Aniaya Anak padahal Bukti Sudah Jelas...

Cara mencegah kekerasan terhadap anak

Veronica menyampaikan, keluarga bisa menerapkan kesetaraan relasi kuasa dalam keluarga.

Di mana dipahami bahwa setiap orang dalam keluarga memiliki hak suara yang sama dan hak asasi yang sama sebagai manusia di mana setiap individu berhak untuk hidup aman dan sejahtera serta erbebas dari perbudakan dan penganiayaan.

“Terlebih lagi khususnya adalah hak anak untuk memperoleh kesehatan, pendidikan, hidup dalam keluarga, bermain berekreasi, dan hidup dalam standar hidup yang cukup memadai, dan untuk dilindungi dari penderaan, penganiyaan, dan bahaya,” ujarnya.

Hal yang perlu dilakukan pula untuk menghindari kekerasan orang tua pada anak yakni orang tua harus menguasai keterampilan dalam mengelola emosi.

Selain itu, keterampilan untuk memanage stress, serta menghindarkan diri dari melakukan kekerasan terhadap keluarga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com