Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Pertempuran Surabaya, Cikal Bakal Peringatan Hari Pahlawan

Kompas.com - 10/11/2022, 10:16 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini 77 tahun yang lalu, atau tepatnya pada 10 November 1945, para pemuda Surabaya berjuang melawan serangan pasca-kemerdekaan yang dilakukan sekutu di kota mereka.

Walaupun Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, bukan berarti bangsa ini sepenuhnya terbebas dari upaya bangsa lain yang masih ingin menguasai Nusantara.

Dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, terjadi berbagai pertempuran di Surabaya, Semarang, Bandung, dan Medan Area.

Pertempuran di Surabaya adalah salah satu contoh perlawanan yang dahsyat dalam mempertahankan kemerdekaan.

Baca juga: 20 Twibbon Hari Pahlawan dan Sejarah 10 November

Saat itu, Jepang yang kalah Perang Dunia II menyerah kepada sekutu (Inggris dan Belanda), sehingga harus melepaskan Indonesia dari kekuasaannya.

Sebelum meninggalkan Indonesia, Jepang dituntut untuk menyerahkan semua senjatanya.

Akhirnya, pada 3 Oktober 1945, mereka menyerahkan senjata-senjata yang dimiliki kepada rakyat Indonesia yang nantinya bertanggung jawab untuk menyerahkannya kembali kepada pihak sekutu.

Pada akhir Oktober 1945, kapal perang milik sekutu, Eliza Thompson berlabuh di Surabaya. Pasukan yang ada di dalamnya datang dengan dipimpin oleh Brigadir Jenderal AWS Mallaby.

Pasukan sekutu tersebut bertugas melucuti senjata para serdadu Jepang, mengangkut tawanan perang, dan menjaga ketertiban di Surabaya.

Akan tetapi, kenyataannya sekutu yang didominasi oleh pasukan Inggris ini tidak melakukan tugas dengan semestinya, mereka menyimpang.

Baca juga: Kenapa Hari Pahlawan Diperingati Tiap 10 November?


Baca juga: Sejarah Hari Pahlawan 10 November

Pada 27 Oktober 1945, tentara sekutu menyerbu penjara untuk membebaskan para perwira mereka yang ditahan Indonesia.

Sekutu juga menduduki tempat-tempat vital di kota itu, seperti lapangan terbang, kantor pos, radio Surabaya, gedung Internatio, pusat kereta api, dan pusat otomobil dengan maksud menduduki Surabaya.

Pasukan sekutu juga diduga membawa NICA (pemerintah sipil Belanda), dengan dua motor boat bermuatan pasukan Serikat yang menembaki pos komando laut RI sebagai buktinya.

Baca juga: Hari Pahlawan 10 November 2022 Libur atau Tidak? Ini Aturan SKB 3 Menteri

Ultimatum

Trem listrik melintas di Jalan Gemblongan, tepatnya depan Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit), Fotax Fotografisch Magazijn, dan Atelier di sisi kiri. Foto diambil tahun 1938.KITLV Trem listrik melintas di Jalan Gemblongan, tepatnya depan Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit), Fotax Fotografisch Magazijn, dan Atelier di sisi kiri. Foto diambil tahun 1938.

Tanpa sepengetahuan Jenderal Mallaby, Angkatan Udara Inggris menjatuhkan selebaran di atas Surabaya yang berisi perintah pada rakyat Surabaya dan Jawa Timur untuk menyerahkan kembali semua senjata dan peralatan perang milik Jepang dalam waktu 48 jam.

Jenderal Hawthorn, orang yang sebelumnya juga menjadi pimpinan pasukan, mengultimatum rakyat Surabaya.

Jika tidak mematuhi perintah Inggris maka akan mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya.

Baca juga: Ramai soal Video Boneka Squid Game di Lampu Merah, Dishub Kota Surabaya: Itu Editan

Masyarakat Surabaya, khususnya para pemuda, pun dibuat geram karena semua tindakan itu dianggap menghina bagi bangsa Indonesia yang sudah merdeka.

Atas persetujuan pemerintah, di bawah pimpinan Komandan Divisi TKR Mayor Jenderal Yono Sewoyo, maka dikeluarkan perintah perang kepada badan perjuangan, polisi, dan TKR untuk menghadapi sekutu.

Di situlah titik mula perlawanan terhadap sekutu di Jawa Timur dimulai.

Baca juga: Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2022, Logo, dan Sejarahnya...

Menyerang kamp Belanda 

Bung Tomo berpidato Pada Rapat Umum B.P.R.I di Surabaya, Pada Tgl 20 Mei 1950
Dok. Kompas Bung Tomo berpidato Pada Rapat Umum B.P.R.I di Surabaya, Pada Tgl 20 Mei 1950

Pada 28 Oktober 1945 sore, sekitar 140.000 pasukan yang berasal dari prajurit TKR dan kelompok pemuda bersenjata bersatu di bawah komando Mustopo untuk menyerang kamp Belanda dan sekutu.

Malam harinya melalui siaran radio, disebarkan semangat kepada semua lapisan masyarakat agar bersatu dan merebut kembali tempat-tempat penting yang diduduki sekutu.

Hal itu disampaikan oleh Bung Tomo, seorang tokoh yang memiliki gaya bicara berapi-api.

Sehingga, semangat revolusi pun terbentuk di benak masyarakat yang ada di penjuru kota.

Melihat kondisi ini, pemimpin Nahdlatul Ulama dan Masyumi pun mendukung dan menyatakan perang mempertahankan Tanah Air sebagai Perang Sabil.

Keesokan harinya, pada 29 Oktober 1945, para pemuda berhasil menguasai kembali obyek-obyek vital yang sebelumnya diduduki sekutu.

Baca juga: Bung Tomo, Pahlawan yang Religius Tapi Tolak Poligami

Penghentian kontak senjata

Presiden Soekarno yang merupakan pengagas demokrasi terpimpin sedang berpidato.wikimedia.org Presiden Soekarno yang merupakan pengagas demokrasi terpimpin sedang berpidato.

Mengetahui terjadi serangan dari warga Surabaya, Jenderal Hawntorn meminta Presiden Soekarno menyerukan penghentian pertentangan antara pemuda Surabaya dan sekutu.

Itu dilakukan demi melindungi pasukannya dari amukan masyarakat Surabaya.

Permintaan itu dituruti, kontak senjata dihentikan, dibentuk komite penghubung, dan sekutu mau mengakui kedaulatan.

Namun, tak lama setelah itu, sekutu justru melakukan penyerangan di kampung penduduk. Sontak hal itu menyulut pertikaian.

Baca juga: Mengenang Sosok Bung Hatta, dari Sepatu Bally hingga Tak Mau Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan

Buntutnya, pimpinan sekutu yang terdiri dari Jenderal Mallaby, Kapten Smith, Kapten Shaw, dan Letnan Laughland ditahan oleh sekelompok pemuda.

Mayor Venugopall pun melempar granat ke arah pemuda.

Pertikaian hebat pun terjadi, di sana Mallaby terbunuh, entah terkena granat atau ditusuk pemuda menggunakan bambu runcing, ada beberapa versi berbeda yang beredar.

Inggris pun mengecam keras peristiwa tersebut.

Baca juga: Tema dan Link Download Logo Hari Pahlawan 10 November 2022

Kapten Shaw yang juga menjadi tawanan mengancam akan membalas perlakuan yang diterima sekutu dengan mengerahkan seluruh kekuatan Inggris, baik darat, laut, maupun udara.

Mereka pun meminta masyarakat Surabaya menyerah jika tidak ingin dihancurleburkan.

Demi mengantisipasi balasan yang dimaksud, rakyat Surabaya pun dilatih menggunakan senjata dan granat tangan. Pemuda-pemuda dan pasukan TKR mempersiapkan diri untuk terjadinya pertempuran.

Inggris kembali mendatangkan pasukan baru setelah kematian Mallaby, kali ini dipimpin oleh Mayor Jenderal EC Mansergh.

Baca juga: Sejarah Hari Pahlawan 10 November

Menyerah tanpa syarat

Ribuan peserta Upacara Hari pahlawan membentangkan bendera merah putih sepanjang 1.001 meter di Lapangan Pancasila Simpang Lima Semarang, Kamis (10/11/2022).KOMPAS.COM/Titis Anis Fauziyah Ribuan peserta Upacara Hari pahlawan membentangkan bendera merah putih sepanjang 1.001 meter di Lapangan Pancasila Simpang Lima Semarang, Kamis (10/11/2022).

Pada 8 November, mereka mengirimkan surat kepada Gubernur Soeryo. Surat itu berisi ancama serius sekutu untuk menggempur seluruh Surabaya.

Soeryo pun membalas surat itu pada keesokan harinya, tetapi surat itu tidak sampai ke tangan sekutu.

Hal itu pun membuat pihak sekutu mengeluarkan ultimatum yang berisi perintah kepada orang-orang Indonesia untuk meletakkan bendera Merah Putih di atas tanah dan para pemuda harus menghadap kepada sekutu dengan angkat tangan atau menyerahkan diri.

Pemuda juga harus bersedia menandatangani surat yang menyatakan menyerah tanpa syarat.

Mansergh menginstruksikan agar semua perempuan dan anak-anak meninggalkan Surabaya sebelum pukul 19.00 WIB.

Bagi pribumi yang masih nekat membawa senjata setelah pukul 06.00 WIB dpada 10 November 1945, diancam akan dijatuhi hukuman mati.

Ultimatum keras itu mengusik perasaan rakyat Indonesia karena dianggap menghina martabat dan harga diri bangsa yang sudah merdeka.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pertempuran 10 November 1945

Pertempuran 10 November

Ilustrasi veteran: Sejumlah veteran pejuang yang merupakan pelaku sejarah pertempuran 10 November 1945 mengikuti upacara peringatan Hari Pahlawan di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Selasa (10/11/2009).    Kompas/Iwan Setiyawan Ilustrasi veteran: Sejumlah veteran pejuang yang merupakan pelaku sejarah pertempuran 10 November 1945 mengikuti upacara peringatan Hari Pahlawan di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Selasa (10/11/2009).

Pemuda Surabaya membulatkan tekad untuk menolak ultimatum, hal itu disampaikan oleh Gubernur Soeryo melalui siaran radio pada 9 November 1945 malam, pukul 23.00 WIB.

Akibatnya, terjadilah pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Sejak pagi hari, Inggris sudah melakukan penyerangan. Namun, pemuda Surabaya sama sekali tidak gentar atas serangan yang dilakukan.

Di balik keberanian pemuda Surabaya ini, ada Bung Tomo dengan pidatonya yang bernada semangat dan berkobar untuk melawan penyerbuan sekutu.

Pada hari itu, para pemuda bersemangat melakukan perlawanan di bawah pimpinan Komandan Pertahanan Soengkono.

Baca juga: Profil 5 Tokoh yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional 2022

Mereka hanya bermodalkan bambu runcing dan belati dalam menyerang tank-tank baja milik sekutu.

Dalam pertempuran ini, 6.000 nyawa rakyat Surabaya gugur, dan sisanya diungsikan ke tempat yang dinilai aman.

Meski banyak korban berjatuhan, dengan semangat mempertahankan kemerdekaan yang begitu tinggi, pemuda Surabaya berhasil mempertahankan kota mereka.

Karena sejarah itu, untuk mengenang keberanian dan jasa para pemuda di Surabaya, kota itu pun dijuluki sebagai Kota Pahlawan.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Detik-detik Evakuasi 7 Pahlawan Revolusi dari Sumur Lubang Buaya

Di kota itu, didirikan sebuah tugu dengan tinggi lebih dari 41 meter, yang diberi nama Tugu Pahlawan.

Kemudian, pada 10 November hingga hari ini diperingati sebagai Hari Pahlawan oleh bangsa Indonesia.

Perlawanan rakyat Surabaya menjadi simbol perlawanan seluruh bangsa Indonesia terhadap upaya penjajahan kembali oleh bangsa lain.

Penetapan 10 November sebagai Hari Pahlawan Nasional didasari Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur.

Baca juga: Rupiah Trending di Twitter, Ini Potret 8 Pahlawan yang Ada di Uang Rupiah Kertas Terbaru

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com