Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Spiritualitas Bukan Identitas

Kompas.com - 02/11/2022, 21:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Zen Wisa Sartre dan Ristiana D. Putri

KOMPAS.com – Sebelum era digital yang serba modern, kala orang-orang masih belum mengutamakan kehidupan duniawi, kita mau bercengkerama dengan alam. Tidak jarang kita selalu bangun pagi, bahkan lebih dulu dari matahari karena ingin memahami bahasa alam.

Pelan-pelan kita akan menyeduh kopi, menikmati suasana pagi, dan berbincang hangat dengan tetangga sekitar. Akan tetapi, sekarang ini sudah berubah, terlebih bila tinggal di pusat kota seperti Jabodetabek. Segalanya menjadi serba cepat.

Bangun pagi menjadi tuntutan karena ada beban. Perkembangan teknologi meningkat pesat, sementara kemanusiaan kian ditinggalkan. Nilai dan prinsip-prinsip lama dianggap kolot dan tidak lagi relevan. Belum lagi, semua masalah dianggap dapat selesai hanya dengan uang.

Reza Wattimena, seorang Peneliti dan Doktor Filsafat, menjelaskan pentingnya memenuhi kebutuhan spiritual dalam siniar Beginu bertajuk “Kebutuhan Spiritual untuk Menghadapi Tantangan Dunia” yang dapat diakses melalui tautan berikut https://dik.si/BeginuSpiritual.

Nyatanya, bila berbicara mengenai spiritual yang kadang dan tak jarang kita memang berada pada wilayah abu-abu. Mungkin itu yang menyulitkan.

Sastrawan kerap menginterpretasikan spiritual secara puitis atau narasi yang penuh metafora, seperti pada Serat Wedhatama yang mengungkapkan kegelisahan dan pergulatan batin manusia.

Serat Wedhatama sendiri ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV di kala tradisi dan nilai-nilai lokal mulai terluka oleh perubahan zaman.

Dalam 100 bait Serat Wedhatama, kita akan mengenal seseorang yang menganggap dirinya bodoh karena tidak pandai berbahasa Arab, bahkan bahasa Jawanya tidaklah sempurna.

Baca juga: Kenapa Kita Harus Berhenti Membandingkan Diri?

Akan tetapi, ia tetap belajar. Mencoba berguru pada agama-agama yang dikenalkan para pendatang. Sayangnya, ia tetap merasa bodoh. Ia tak akrab dengan ajaran baru. Akhirnya, ia memilih berpegang pada yang digariskan leluhur.

Karena menurutnya, Yang Ilahi akan datang dan menolong tanpa batasan ruang dan waktu. Tidak pada orang-orang yang pamer hafal ayat atau tak sabar memamerkan penafsiran dengan pengetahuan terbatas. Sikap kesehariannya itulah yang mendekatkan dirinya pada religiositas.

Bukan beragama, tetapi seperti berkompetisi, merasa dirinya paling benar seakan-akan sedang berkompetisi. Keadaan inilah yang dirisaukan pengarang dalam Serat Wedhatama.

Di kala beragama bukan sebagai tindak mendekatkan diri pada Yang Ilahi, melainkan sebagai identitas menganggap yang lain sebagai kesalahan.

Hidup dengan Penghayatan

Mungkin ada baiknya kita hidup dengan menarik diri dari konsep waktu yang diciptakan manusia.

Pendek kata, sehari bukanlah 24 jam dan tidak ada perayaan tahun baru. Dengan begitu, kita dapat menerima dan merasakan isyarat Tuhan yang datang dari mana-mana dan tanpa penghalang. Karena isyarat-isyaratnya tak dapat dirumuskan dan bersifat universal.

Baca juga: Mengapa Manusia Butuh Mendapat Keadilan?

Pasalnya, tidak ada yang boleh merasa superior di kala berbicara mengenai religiositas. Tidak boleh juga ada seseorang yang membuat klaim dirinya paling dekat dengan Tuhan, bahkan menggunakan nama-Nya demi memiliki kekuasaan.

Bila demikian, berarti ada yang salah dalam cara beragamanya.

Belajar dari Tokoh Fiksi

Dalam Sampar, Albert Camus mengalegorikan tentara-tentara Nazi sebagai tikus yang menyerbu orang-orang di Kota Oran. Berawal dari tikus-tikus yang mati di jalanan kota, masyarakatnya pun terkena sampar. Akan tetapi, benarkah tikus dan sampar hanya sebatas tentara Nazi?

Mungkin ada yang lain, seperti masyarakat Kota Oran yang runtuh dan luluh-lantak, tetapi pemerintah menyembunyikan kenyataan di belakang kalimat-kalimat birokratis, koran-koran selalu memberikan penghiburan, sementara tikus-tikus berserakan.

Akhirnya, dr. Rieux (tokoh dalam novel) yang tersisa dan menyadari bahwa sampar tidak akan pernah hilang. Dia tahu itu karena berusaha sebaik-baiknya mengobati para pasien sakit, sementara nyawanya pun selalu berada di ujung tanduk.

Apa yang menyebabkan dia bertindak mau menolong, selain kemanusiaan tanpa mengutarakan dirinya adalah kepanjangan tangan Tuhan?

Jelas, banyak yang mencemooh dr. Rieux juga Albert Camus sebagai penciptanya. Tidak sedikit juga yang menyebut Camus sebagai “Santo Camus” karena menolak dunia politik dan lebih memilih tempat teduh dalam kemanusiaan.

Baca juga: Pentingnya Empati untuk Diri Sendiri dan Orang Lain

Akan tetapi, kesusastraan, seperti Serat Wedhatama atau Sampar memang kadang seperti orang suci yang dapat memberi wejangan kehidupan, kadang juga tertuduh munafik.

Oleh karena itu, karya Agan ini dapat juga dilihat sebagai kritik atas masyarakat yang dapat dengan mudah percaya berita bohong tanpa mau melakukan validasi kesahihannya.

Masih banyak informasi perihal spiritualitas dari Reza Watimena. Simak obrolan lengkapnya dalam siniar BEGINU bertajuk “Kebutuhan Spiritual untuk Menghadapi Tantangan Dunia” di Spotify.

Ikuti juga siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap episode terbaru yang tayang pada Senin, Rabu, dan Jumat!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com