Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Kemacetan Lalu Lintas Sebabkan Berat Bayi Lahir Rendah

Kompas.com - 02/11/2022, 08:08 WIB
Inten Esti Pratiwi

Penulis

KOMPAS.com - Studi terkini mengaitkan antara kemacetan lalu lintas di kota-kota besar dengan fenomena berat bayi lahir rendah.

Dilansir dari The Verge, Sabtu (29/10/2022), dalam penelitian tersebut ditemukan data bahwa orang yang hamil di lingkungan cukup padat melahirkan bayi dengan berat di bawah normal dibanding dengan orang hamil yang hidup di lingkungan tak begitu padat.

Dan berat bayi lahir rendah, akan sangat berkontribusi terhadap tumbuh kembang bayi di masa mendatang.

Secara jangka pendek, bayi yang lahir dengan berat kurang ini lebih berisiko menghadapi ancaman kesehatan, dari yang ringan hingga serius. Mulai dari infeksi hingga sudden infant death syndrome (SIDS) atau kematian mendadak pada bayi.

Baca juga: Studi: Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah Rentan Kena Masalah Psikologis


Angkat kemacetan makin memburuk

Dicukil dari Popsci, Jumat (28/10/2022), kemacetan lalu lintas di beberapa bagian dunia disebutkan semakin parah. 

Laporan tahun 2020 dari departemen transportasi Amerika Serikat menyebutkan, rata-rata orang yang hidup 75 kota besar Amerika di tahun 1982, mengalami kemacetan lalu lintas 7 jam dalam setahun.

Di tahun 2001, angka tersebut sudah melonjak drastis, di mana rata-rata masyarakat Amerika mengalami kemacetan 26 jam dalam setahun.

Dari departemen kesehatan disebutkan, kemacetan lalin tak hanya menurunkan mood dan semangat, namun juga membahayakan kesehatan lewat polusi udara yang ada berkat asap pembakaran kendaraan bermotor.

"Kemacetan lalu lintas terus meningkat di seluruh Amerika Serikat sejak tahun 1980-an, namun kami hanya tahu sedikit tentang pengaruh unik kemacetan lalu lintas terhadap kesehatan penduduk,” begitu ujar Mary Willis, asisten profesor epidemiologi di Universitas Boston.

Baca juga: Polusi Udara di Jakarta Disebut Tinggi Saat Dini Hari, Apa Penyebab dan Bagaimana Antisipasinya?

Dampak kemacetan lalu lintas

Willis adalah pemimpin studi yang jurnalnya sudah diterbitkan di Science Advance, yang meneliti soal kaitan antara kemacetan lalin dengan kehamilan, khususnya berat bayi baru lahir.

"Meskipun ada banyak sisi kesehatan yang dapat kami periksa, namun berat badan lahir rendah sangat penting karena dapat menyebabkan konsekuensi langsung, seperti kesulitan bernapas, dan masalah jangka panjang sepanjang perjalanan hidup seperti penyakit kardiovaskular, dampak kognitif, dan prematur kematian," ujar Willis.

Berat bayi lahir rendah bisa disumbang oleh beberapa faktor, mulai dari faktor nutrisi hingga faktor polusi dari jalan raya.Unsplash / Ratchat Berat bayi lahir rendah bisa disumbang oleh beberapa faktor, mulai dari faktor nutrisi hingga faktor polusi dari jalan raya.

Willis dan rekan-rekannya meneliti hubungan antara kemacetan lalu lintas dan hasil dari 579.122 kelahiran dalam radius 500 meter dari segmen jalan di Texas, dari 2015 hingga 2016. 

Dalam pengamatan ini ditemukan kaitan erat antara kemacetan lalin dengan berat bayi lahir yang cukup rendah, dengan rata-rata berat kurang dari 9 gram dari ambang berat bayi lahir normal.

Meski begitu, peneliti menyatakan bahwa ada beberapa faktor lagi yang bisa memicu gangguan bayi lahir ini, seperti faktor nutrisi dan akses ke fasilitas kesehatan selama masa kehamilan.

Lebih lanjut dikatakan, 9 gram bukanlah angka yang mengerikan, tetapi hasil ini menunjukkan bahwa beberapa jenis dampak biologis mungkin terjadi, yang akan mendorong beberapa bayi ke dalam dampak negatif yang relevan secara klinis.

Baca juga: Anemia Saat Hamil Bisa Berakibat Buruk pada Bayi, Ini Cara Mencegahnya

Halaman:

Terkini Lainnya

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Tren
Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Tren
4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

Tren
Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Tren
Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Tren
Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com