Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Menapak Tilas Asal Usul Bahasa

Kompas.com - 14/10/2022, 07:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MASIH ada yang yakin bahwa asal usul bahasa yang kini de facto beranekaragam adalah dari menara Babel. Suatu keyakinan yang labil sebab menurut Alkitab jauh sebelum menara Babel didirikan, yaitu ketika Adam dan Hawa diciptakan Tuhan di Taman Firdaus, pastinya mereka berdua sudah menggunakan bahasa.

Mustahil ular merayu Hawa untuk makan buah terlarang tanpa menggunakan bahasa yang dimengerti sang ular maupun sang Hawa.

Juga, sebelum Hawa berhasil merayu Adam pasti menggunakan bahasa untuk saling berpolemik tentang baik-tidaknya mereka makan buah terlarang. Maka secara logika, kronologis segenap fakta itu langsung mematahkan keyakinan bahwa bahasa berasal-muasal dari Menara Babel.

Baca juga: 11 Bahasa Daerah di NTT Disebut Terancam Punah

Saya bukan linguis tetapi berminat mempelajari bahasa. Saya pribadi mencoba menemukan teori bikinan saya sendiri tentang asal usul bahasa berdasar pengamatan organoleptik terhadap perkembangan berbahasa putri anak-angkat saya, Osmar yang bernama Elsa.

Sejak lahir, Elsa langsung menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan lingkungannya yaitu bahasa tangis o’ek-o’ek. Orang-orang terdekat Elsa, yaitu ayah-ibu dan nenek serta suster, langsung berupaya berkomunikasi dengan Elsa dengan menggunakan bahasa Indonesia di samping bahasa musik untuk meninabobokan Elsa.

Juga ada bahasa mimik seperti senyum sampai menyeringai serta bahasa tubuh seperti menggendong sambil mengayun-ayun dan lembut menepuk-nepuk Elsa agar berhenti menangis.

Semula, sebelum menguasai bahasa untuk memberitahu bahwa dirinya buang air besar Elsa menggunakan bahasa aroma alias bau untuk memberitahu bahwa dirinya sudah buang air besar.

Kemudian Elsa berkomunikasi dengan lingkungannya dengan bahasa primordial seperti blrblrb atau mmmmm atau tanpa kejelasan lafal berpekik melengking untuk menuntut sesuatu yang diinginkan.

Melalui proses trial and error kemudian Elsa menyesuaikan diri dengan bahasa yang digunakan, ayah, ibu, suster dan nenek sambil tidak peduli bahasa yang digunakan saya. Mungkin akibat lafal saya kurang jelas karena lidah saya memang cadel maka tidak bisa melafal “r’’ secara jelas.

Namun fakta membuktikan bahwa akhirnya Elsa menggunakan bahasa Indonesia logat Betawi di mana Elsa dilahirkan, bukan Swaheli atau Urdu atau Inuit.

Tampaknya asal usul bahasa juga tidak lepas dari mashab di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung. Di mana manusia dilahirkan kemudian ditumbuhkembangkan di sana dirinya menggunakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat lingkungannya.

Ketika Osmar studi di Australia maka mau tak mau dirinya harus belajar menggunakan bahasa Inggris-Australia sementara saya yang studi di Jerman mau tak mau menggunakan bahasa Jerman.

Maka, saya berhipotesa bahwa asal usul bahasa pada hakikatnya berakar pada kesepakatan sekelompok masyarakat yang hidup bersama di suatu lokasi yang sama serta pada masa yang sama di mana setiap insan yang dilahirkan di sana menyesuaikan diri untuk berbicara dengan bahasa yang disepakati oleh orangtuanya serta masyarakat lingkungannya.

Andaikata saya dilahirkan di Tierra Del Fuego maka saya menggunakan bahasa Spanyol yang disepakati oleh masyarakat Argentina sebagai bahasa nasional mereka. Sementara Brasil yang bertetangga dengan Argentina menggunakan bahasa Portugis.

Baca juga: 3 Kata Terpanjang dalam Bahasa Indonesia, Kamu Bisa Mengucapkannya?

Andaikata saya dilahirkan di Shiraz maka saya menggunakan bahasa Farsi seperti yang digunakan oleh Hafez.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com