Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abid Abdurrahman Adonis
Mahasiswa & Peneliti

Mahasiswa Doktoral (DPhil/PhD) di Oxford Internet Institute, University of Oxford; peneliti di Abdurrahman Wahid Centre for Peace and Humanities Universitas Indonesia (UI) dan Bakrie Scholar Fellow.

Tragedi Keamanan Siber dan Data Pribadi

Kompas.com - 29/09/2022, 11:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Lebih dari hak asasi, data pribadi dan privasi adalah bagian dari diri kita (self). Sebab, menurut Prof Luciano Floridi (2014), filsuf tentang informasi, kita perlu memahami bahwa diri kita tidak hanya terkait dengan tubuh biologis, tetapi juga tubuh informasi.

Diri kita dibentuk dan didefinisikan oleh informasi menyangkut diri kita. Sebagaimana kita mendefinisikan diri kita sebagai bagian dari keluarga, suku, budaya, atau agama yang kesemuanya adalah terkait dengan informasi tentang diri kita.

Karena itu, melindungi privasi, data pribadi, dan informasi personal seharusnya diperlakukan selayaknya kita melindungi tubuh biologis kita. Dengan menggeser paradigma mengenai data pribadi sebagai bagian dari diri, kita (dan harapannya, negara) akan mampu memprioritaskan persoalan ini dengan lebih serius.

Sebab, data pribadi kita adalah bagian dari martabat kita, bagian dari hak asasi manusia, dan utamanya, bagian tak terpisahkan dari diri kita.

Kasus Bjorka dan peretasan terhadap jurnalis harapannya akan mendorong negara dan masyarakat untuk bergerak maju memprioritaskan keamanan siber.

Baca juga: Keamanan Siber di Era Satu Data Indonesia (SDI)

Usaha Presiden Joko Widodo untuk mempercepat pembahasan UU Perlindungan Data Pribadi hingga akhirnya disahkan perlu kita apresiasi, dukung, dan kawal agar payung hukum dapat tersedia dan para korban serangan siber mendapatkan kepastian.

Sebagaimana kita juga perlu mendukung kelompok masyarakat sipil yang mengawal isu keamanan siber dan persoalan data pribadi.

Ke depan, kita juga perlu mengawasi aparat untuk bertindak adil terhadap penegakan hukum terkait keamanan siber, siapapun korbannya, baik pejabat maupun rakyat, baik pro pemerintah maupun oposisi.

Gerak cepat harus menjadi karakter utama penegakan hukum keamanan siber agar menimbulkan efek jera. Atribusi ancaman keamanan siber memang sulit, tetapi bukan tidak mungkin.

Kita selanjutnya juga perlu mengontrol lebih detil upaya para pejabat, wakil rakyat, dan pemangku kepentingan terhadap isu keamanan siber dan data pribadi. Terlepas dari itu semua, rasanya yang terpenting adalah memikirkan ulang paradigma kita dalam memahami persoalan keamanan siber dan data pribadi.

Buat saya, kita idealnya melihat keamanan siber melampaui pemahaman tradisional dan negara-sentris. Keamanan siber adalah keamanan bagi dan untuk semua, serta terkait berbagai hal termasuk data pribadi.

Melindungi data pribadi sekali lagi adalah terkait melindungi diri, hak asasi, dan martabat kita. Tragedi keamanan siber dan data pribadi perlu benar-benar menjadi katarsis yang menimbulkan rasa ngeri dan muak sehingga kita dapat mengambil pelajaran sebaik-baiknya.

Sebab, bila tidak, saya khawatir tragedi yang terus menerus akan bergulir menjadi komedi. Semoga saja tidak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com