SAYA bersyukur bahwa bahasa saya Indonesia. Di dalam bahasa Indonesia kongjungsi alias kata penghubung “adalah” tetap bertahan “adalah” tanpa terpengaruh oleh subyek aku, kamu, dia, kami, kita, dan mereka.
Pendek kata “adalah” senantiasa setia tanpa pandang bulu mendampingi aku maupun kamu maupun dia maupun kami maupun kita maupun mereka.
Harus diakui bahwa bahasa Indonesia bijak dalam hal tidak sudi ikut menghanyutkan diri ke dalam arus mashab jika bisa dibikin ribet kenapa tidak dibikin ribet.
Bahkan konjungsi bisa dan boleh diabaikan seperti misalnya kalimat “Saya adalah seorang warga Indonesia”, bisa dan boleh diperingkas menjadi “Saya warga Indonesia”. Keren!
Dalam hal kata penghubung memang bahasa Indonesia jauh lebih tidak rewel ketimbang bahasa Inggris.
Saya benar-benar jengkel tatkala mulai diberi pelajaran bahasa Inggris. Ibu guru bahasa Inggris saya toksik menyatakan saya keliru ketika saya yang sudah terbiasa dengan kata penghubung tunggal bagi seluruh subyek membuat kalimat “I is a boy and you is a girl”.
Bahkan ketika saya mengganti kalimat yang dinyatakan keliru itu menjadi “I am a boy and you am a girl” tetap saja sang ibu guru bilang saya keliru.
Kalimat yang saya buat sebagai “I are a boy and you are girl” juga tetap dianggap keliru oleh ibu guru kejam.
Akibat kapok swasembada bikin kalimat sendiri maka saya persilakan ibu guru bahasa Inggris bikin kalimat yang menurut dia benar yang ternyata adalah “I am a boy and you are a girl”.
Setelah menerima petunjuk kata penghubung dalam bahasa Inggris secara tepat dan benar, maka saya memberanikan diri menyusun kalimat baru “He am a boy and she are a girl” yang saya yakini sebagai benar berdasar logika genderistik terkandung di dalam kalimat “I am a boy and you are a girl”.
Ketika ibu guru mengoreksi kalimat saya dari “He am a boy and she are a girl” menjadi “He is a boy and she is a girl” sambil makin bingung saya nekad bertanya kenapa bisa jadi begitu.
Akibat tidak mampu menjawab pertanyaan kenapa bisa begitu, maka ibu guru bahasa Inggris yang sudah toksik menjadi makin toksik dengan jawaban beracun otoriter cenderung dogmatis bahwa memang tata bahasa Inggris begitu.
Sebagai murid yang baik saya tidak boleh sebab tidak berhak mempertanyakan tentang kenapa bisa begitu.
Maka saya ngegas lanjut bertanya apakah boleh ketimbang keliru memilih kata penghubung adalah lebih aman jika saya abaikan kata penghubung sehingga terbentuk kalimat lebih ringkas sama sekali tanpa kata penghubung maka dijamin tidak keliru, yaitu “I a boy and you a girl”.
Akhirnya urat kesabaran ibu guru bahasa Inggris putus sehingga tega mengancam saya jika terus lanjut bertanya-tanya akan dilaporkan ke kepala sekolah sebagai murid keras kepala pembangkang merangkap indisipliner beraroma anarkis campur teroris sebab tidak mau mematuhi ajaran guru.
Ketakutan akibat ancaman sangat mengerikan itu maka akhirnya saya memilih sikap membabibutatuli mematuhi ajaran petunjuk yang dipaksakan oleh ibu guru bahwa “I am a boy and you are a girl”, meski di dalam lubuk sanubari terdalam secara bingungologis saya tetap bingung maka kekal abadi bertanya-tanya tanpa kunjung terjawab di dalam sanubari sendiri tentang kenapa harus begitu.
Namun sambil berbingung, saya bersyukur tanpa henti bahwa saya berbahasa Indonesia yang sama sekali tidak mempersulit warga Indonesia untuk berbahasa Indonesia sesuai semangat Sumpah Pemuda bahwa Satu Bahasa, Bahasa Indonesia. MERDEKA !
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.