Ia diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto dan kemudian menjadi Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.
Pada 1961, Sutoyo dipercaya menjadi Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat.
Baca juga: 5 Fakta Film G30S/PKI, dari Film Wajib Era Soeharto hingga Pecahkan Rekor Penonton
Piere Tendean lahir di Jakarta, 21 Februari 1939. Dia merupakan lulusan pendidikan Akademi Militer Jurusan Teknik pada 1962.
Piere Tendean pernah menjabat sebagai Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan.
Pada April 1965, perwira muda ini diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution.
Ketika bertugas, Pierre Tendean tertangkap oleh kelompok G30S. Dia mengaku sebagai AH Nasution sehingga ikut tewas dalam pemberontakan G30S/PKI.
Baca juga: Peristiwa G30S, Mengapa Soeharto Tidak Diculik dan Dibunuh PKI?
Dilansir dari Kompas.com (2019), penemuan korban peristiwa G30S PKI tidak lepas dari peran Sukitman, anggota kepolisian yang sempat dibawa paksa ke Lubang Buaya oleh kelompok G30S pada 1 Oktober 1965. Namun, dia berhasil meloloskan diri.
Ketujuh korban itu ditemukan oleh satuan Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat (RPKAD) di kawasan hutan karet Lubang Buaya. Jenazah itu ditemukan di sumur tua dengan kedalaman kurang lebih 12 meter.
Saat ditemukan, sumur tua itu ditimbuni dedaunan, sampah kain, dan batang-batang pisang.
Jenazah yang ada di tumpukan paling atas adalah Lettu Pierre A Tendean.
Jenderal A Yani ada di tindihan keempat, DI Panjaitan di posisi paling bawah, dan MT Haryono di atasnya.
Baca juga: Mengenang Sosok Bung Hatta, dari Sepatu Bally hingga Tak Mau Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Tim dari AL yang ikut mengevakuasi jenazah mengalami kesulitan di hari pertama upaya pengangkatan jenazah.
Proses pengangkatan dimulai pada Minggu, 3 Oktober 1965. Namun, jenazah baru bisa diangkat pada Senin, 4 Oktober 1965 menggunakan tabung zat asam oleh evakuator.
Kemudian, sekitar pukul 19.00, jenazah-jenazah tersebut ditempatkan di Aula Departemen Angkatan Darat di Jalan Merdeka Utara.
Ketujuh perwira itu dikebumikan di Taman Makan Pahlawan (TMP) Kalibata pada 5 Oktober 1965, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ke-20 Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Ketujuh korban kemudian dianugerahi gelar sebagai pahlawan revolusi.
Baca juga: Tak Sembarangan, Ini Syarat Seseorang Bisa Dimakamkan di TMP Kalibata
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.