KOMPAS.com - Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, penuntut umum, maupun hakim.
Merujuk Pasal 20 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penahanan dibolehkan untuk beberapa kepentingan sebagai berikut:
Kendati demikian, baik penyidik, penuntut umum, ataupun hakim hanya bisa melakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa yang memenuhi syarat penahanan.
Saat syarat penahanan terpenuhi, barulah penegak hukum dapat menempatkan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu.
Baca juga: Apa Bedanya Terlapor, Tersangka, Terdakwa, dan Terpidana?
KUHAP mengatur dua macam syarat penahanan, yakni syarat obyektif dan subyektif.
Menurut Moeljatno, sebagaimana dikutip Tolib Effendi dalam Dasar-dasar Hukum Acara Pidana: Perkembangan dan Pembaruannya di Indonesia (2015), obyektif adalah keadaan sebenarnya tanpa pengaruh pendapat pribadi.
Unsur obyektif juga terukur dan dapat dibuktikan.
Syarat obyektif penahanan sendiri terdapat dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP, yaitu hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa apabila:
1. Tindak pidana yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih.
2. Tindak pidana pasal-pasal tertentu, antara lain:
Baca juga: Apa Itu Hukum Pidana?
Penegak hukum juga bisa melakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa berdasarkan syarat subyektif.
Menurut Tolib Effendi, disebut sebagai syarat subyektif karena hanya pihak tertentu saja yang dapat memahami. Syarat ini juga tidak dapat diukur dan tidak dapat dibuktikan.
Syarat subyektif tersebut diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP, yakni ada kekhawatiran apabila tidak ditahan, maka tersangka atau terdakwa akan:
"Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana."
Baca juga: Alat Bukti Pidana