Goldman Sachs, salah satu perusahaan investasi terkemuka, menggunakan konsep thought leadership sebagai strategi bisnis mereka. Mereka menggaungkan konsep BRICs, yang merujuk pada aliansi negara-negara yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, dan China. Menurut Bourne (2015) yang meneliti tentang strategi Goldman Sachs ini, dengan thought leadership, mereka berhasil mempromosikan kepastian dalam keterampilan dan pengalaman perusahaan, membuka jalan bagi produk dan proses baru, perluasan pasar, dan keuntungan perusahaan.
Melihat dari latar belakang tersebut, keberadaan thought leader sangat penting, terutama di masa sekarang. Jika melihat dari konteks problematika global, ada banyak permasalahan terjadi di dunia sekarang, baik itu di tingkat nasional maupun internasional. Saya yakin teman-teman sudah mengetahui apa saja masalah tersebut. Akan tetapi, yang masih belum terlihat adalah lahirnya solusi yang inovatif. Solusi yang bisa membawa kita menuju masa depan yang lebih baik. Masalah yang ada di depan mata saat ini adalah perubahan iklim, yang berdampak secara global. Perubahan iklim membutuhkan solusi yang inovatif.
Namun, yang cukup disayangkan adalah rendahnya tingkat kepercayaan pada pemimpin. Pada tahun 2022, studi dari Odgers Berndtson, perusahaan konsultan kepemimpinan menemukan bahwa hanya 42 persen responden percaya terhadap pemimpinnya. Angka ini meningkat dari dua tahun sebelumnya, yakni 24 persen. Meskipun itu menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, tetapi di bawah 50 persen merupakan hasil yang cukup mengkhawatirkan.
Dari segi konten, Edelman dan LinkedIn pada tahun 2021 melakukan studi tentang dampak thought leader terhadap persepsi dan perilaku pembelian para pembuat keputusan B2B. Sebanyak empat dari 10 pemimpin bisnis mengatakan bahwa ada terlalu banyak konten tentang thought leadership. Selain itu 71 persen di antaranya mengemukakan bahwa hanya kurang dari setengah artikel yang memberikan wawasan yang berharga.
Hal yang cukup mengkhawatirkan lainnya adalah bahwa hanya 38 persen responden yang berkata bahwa pemimpin seniornya memiliki kecerdasan emosi yang baik. Selain itu, hanya 42 persen responden menegaskan pemimpin seniornya memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Terakhir, hanya 44 persen yang percaya bahwa kemampuan berpikir strategis dimiliki oleh pemimpin mereka. Mengapa tiga hal itu saya highlight? Karena ketiga hal itu penting bagi thought leader. Kecerdasan emosi membuat pemimpin bisa menggerakkan anggotanya untuk berinovasi. Pemimpin yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik bisa mengomunikasikan apa harapan dan visinya dengan jelas.
Terkait kemampuan berpikir strategis, ini penting bagi seorang inventor. Inovasi yang mereka lakukan merupakan hasil dari pemikiran strategisnya. Mereka melihat apa yang dibutuhkan dan melakukan assessment apakah inovasinya bisa berdampak luas ke masyarakat. Hasil riset di atas sedikit banyaknya menunjukkan potret thought leadership di masyarakat. Mereka tidak begitu percaya terhadap pemimpinnya bisa menavigasi organisasi untuk menyambut era yang disruptif. Indeks kepercayaan yang masih rendah ini bisa memengaruhi performa organisasi secara keseluruhan.
Oleh karena itu, menjadi sebuah urgensi untuk memiliki thought leader yang mumpuni dan memiliki kualitas-kualitas sebagai seorang inventor. Banyak thought leader akan membuat masalah yang dialami masyarakat menjadi berkurang dengan inovasi yang mereka buat.
Dunia ini membutuhkan lebih banyak sosok pemimpin inventor seperti Larry Page, Bill Gates, Elon Musk, dan Steve Jobs. Pemikiran dan inovasi mereka telah dinikmati oleh masyarakat luas. Terlebih, ketika melihat kondisi dunia sekarang, thought leadership menjadi sesuatu yang jarang kita temui sekarang.
Menurut studi dari Edelman di tahun 2020, sebanyak 89 persen pengambil keputusan percaya bahwa thought leadership efektif dalam meningkatkan persepsi mereka tentang sebuah organisasi. Namun begitu, hanya 17 persen dari mereka yang menilai kualitas sebagian besar thought keadership yang mereka baca sebagai sangat baik. Berbagai masalah yang terjadi dan data-data riset di atas menjadi momentum bagi kita untuk bertransformasi menjadi thought leader. Bagi saya, semua thought leader memiliki dua kesamaan: mereka memiliki pandangan yang berbeda dan fokus merealisasikan apa yang diimajinasikannya. Steve Jobs pernah mengatakan bahwa “The people who are crazy enough to think they can change the world, are the ones who do.”
Indonesia sangat beruntung memiliki banyak thought leader, khususnya di kalangan anak muda. Contohnya adalah kitabisa.com. Kitabisa.com tidak akan ada apabila Muhammad Al-Fatih tidak memiliki semangat untuk membangun platform ini. Terlebih, semangat membangun kitabisa.com adalah supaya bisa membantu banyak orang. Dan dampaknya sudah kita rasakan, di mana banyak orang menggalang donasi melalui platform kitabisa.com
Ada beberapa contoh lain selain Muhammad Al-Fatih. Mereka mungkin tidak menciptakan platform, tetapi berani menjadi pribadi yang otentik dan menyuarakan kegelisahannya. Koneksi Indonesia inklusif yang didirikan oleh Marthella Rivera adalah contoh nyata thought leader karena tahu apa yang ingin disuarakan, yakni disabilitas. Misinya adalah ingin membangun ekosistem yang inklusif bagi teman-teman disabilitas. Begitu juga dengan Alamanda Shantika. Dia gelisah melihat pertumbuhan start-up yang cepat, tetapi tidak diimbangi dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Oleh karena itu, dia mendirikan Binar Academy di tahun 2016. Masih jarang ada institusi atau platform yang fokus mengembangkan SDM di bidang digital.
Sudah banyak inisiator dan pemimpin muda yang berhasil meluaskan akses pendidikan dengan platform buatan mereka. Mereka bermimpi untuk memberikan akses pendidikan yang lebih luas dan terjangkau tetapi berkualitas bagi seluruh masyarakat. Setelah beberapa tahun berdiri, banyak juga yang sudah berhasil memberikan dampak yang cukup signifikan bagi masyarakat.
Pemuda/i di atas telah menunjukkan keberanian merealisasikan gagasannya. Namun, Indonesia butuh lebih banyak anak muda yang otentik dan berani merealisasikan gagasannya. Semakin banyak anak muda yang bergerak dan menyuarakan kegelisahannya, maka dampak yang dihasilkan kepada masyarakat semakin besar. Semakin banyak perubahan yang bisa kita hasilkan untuk masyarakat. Terlebih, kita memiliki cita-cita untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
Untuk menjadi seorang thought leader, pertama dan yang paling penting adalah kita perlu menemukan “suara” kita. Maksudnya suara kita adalah bentuk kepedulian kita terhadap suatu isu. Misalnya, jika kita peduli dengan bagaimana mengurangi dan mengolah sampah plastik, kita bisa mulai membangun “suara” kita. Kita bisa mulai bersuara terhadap isu-isu yang bersinggungan dengan sampah plastik.
Kepedulian kita nantinya yang membuat kita bisa mengomunikasikan apa yang kita pedulikan dan memikirkan bagaimana berkontribusi di isu tersebut, serta menampilkan diri kita secara genuine dan otentik. Menurut saya, berbagai cara bisa dilakukan asal kita konsisten menyuarakan isu yang memang kita pedulikan. Lambat laun, masyarakat akan menilai bahwa kita memang benar-benar peduli, bukan sekadar ikut arus. Itulah yang membuat thought leader menjadi pemimpin yang berbeda dari yang lain.