Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahyu Suryodarsono
Tentara Nasional Indonesia

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

Perbedaan Populisme Islam di Indonesia dengan Negara-negara Eropa

Kompas.com - 15/06/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di Indonesia, populisme Islam biasanya melibatkan berbagai ormas Islam dan diprakarsai oleh pemimpin-pemimpinnya.

Pemimpin populis dalam populisme Islam terkadang dianggap sebagai “imam” yang sangat kharismatik, karena berkaitan dengan tradisi dan nilai-nilai keislaman yang dianutnya.

Istilah populisme Islam menjadi populer di Indonesia sejak akhir 2020 lalu, saat Menteri Agama Republik Indonesia Yaqut Cholil Qoumas membuat polemik terkait hal ini.

Setelah Menag dilantik pada 22 Desember 2020 lalu, beliau mengeluarkan pernyataan yang menyedot perhatian lima hari kemudian.

"Saya tidak ingin, kita semua tentu saja tidak ingin populisme Islam ini berkembang luas sehingga kita kewalahan menghadapinya," kata Menag di dalam acara diskusi lintas agama yang juga disiarkan langsung lewat akun Youtube Humas Polda Metro Jaya.

Menag dinilai keliru dalam memahami definisi antara populisme dan radikalisme oleh seorang peneliti sosiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. Dr. Endang Turmudzi.

Di Indonesia, sayangnya populisme Islam kini justru banyak dikaitkan dengan radikalisme, karena dianggap banyak berafiliasi dengan berbagai organisasi Islam yang radikal.

Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Khalifatul Muslimin merupakan contoh produk-produk organisasi dari populisme Islam yang ternyata berafiliasi dengan gerakan-gerakan radikalisme.

Apabila populisme Islam di Indonesia kita bandingkan dengan yang terjadi di Eropa, terdapat perbedaan-perbedaan yang perlu dicermati.

Tidak seperti di Indonesia, hal-hal yang disuarakan dalam populisme Islam di Eropa lebih mengarah kepada promosi nilai-nilai yang sifatnya progresif.

Aktivisme Islam di Eropa banyak digunakan untuk melawan stigma Islamophobia di negara-negara Eropa.

Walaupun yang cenderung digunakan adalah ekspresi dalam melawan bentuk ketidakadilan dunia internasional terhadap dunia Islam, namun ungkapan yang digunakan minim hate speech.

Para aktivis cenderung menggunakan bahasa yang tidak mengarahkan kebencian kepada suatu komunitas lain, dan lebih mengarahkannya kepada nilai-nilai inklusivitas.

Hal ini sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai demokrasi liberal yang dianut sebagian besar negara-negara Eropa.

Tidak seperti di Indonesia, populisme Islam di Eropa juga cenderung tidak melahirkan pemimpin-pemimpin populis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com