Justru saya tetap beranggapan pendirian Partai Mahasiswa hanyalah sekedar gimmick untuk menarik minat mahasiwa bergabung ke dalam partai. Apalagi sebelum bernama Partai Mahasiswa, partai ini dulunya bernama Partai Kristen Indonesia 1945 yang mendapat legalitas badan hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri hukum dan HAM Nomor M.HH-5.AH.11.01 Tahun 2022.
Permainan gimmick dalam politik kemasan menjadi kata sakti untuk menarik minat dalam merekrut partisipan politik. Apakah semua buruh otomatis bergabung ke dalam Partai Buruh? Demikian juga dengan segmentasi partai Islam apakah akan menggiring umat Islam bergabung ke dalam PPP, PKS, PAN, Partai Ummat, atau PKB? Wallahualam bissawab.
Apakah setelah berdiri Partai Mahasiswa semua mahasiswa Indonesia akan berduyun-duyun mendaftarkan diri sebagai anggota dan pengurus? Saya kira tidak, karena masih banyak mahasiswa memiliki idealisme dan tidak ingin terlibat politik praksis.
Baca juga: Sejarah Gerakan Mahasiswa di Indonesia, Sejak 1908 hingga Reformasi
Masih ada mahasiswa yang menyukai kegiatan ekstra kurikuler serta terus mengasah kepekaan sosialnya. Masih banyak mahasiswa yang berkutat menekuni kuliahnya sembari kerja sampingan untuk menambal biaya kuliah dan membantu kehidupan orang tuanya. Masih ada mahasiswa yang sibuk dengan dunianya sendiri, asyik menghabiskan masa mudanhya serta cuek dengan keadaan di luar.
Tidak ada yang salah dengan mahasiswa yang aktif berpolitik. Justru seorang mahasiswa yang berpolitik adalah mereka yang memiliki daya pikir kritis dan aktif dalam setiap permasalahan yang terjadi terhadap bangsa ini. Mahasiwa tidak boleh apatis apalagi pesimis melihat masa depan.
Menjadi mahasiswa aktivis adalah pilihan bagi mahasiwa yang ingin berpolitik setelah lulus. Tetapi lebih dari itu, mahasiswa yang aktif di organisasi adalah sosok yang memiliki nilai lebih terhadap seni manajemen hidup.
Tantangan hidup di masa kini dan masa yang akan datang begitu kompleks dan cepat berubah. Mahasiswa harus menyiapkan diri untuk memasuki zaman yang tidak bisa terelakkan. Butuh spesialisasi keilmuan dan keahlian serta passion. Jangan lalaikan jiwa sosial, pluralisme, dan toleransi. Ditinggal atau ikut mewarnai zaman itu!
“Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.” (Tan Malaka).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.