Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tepat Dua Tahun Pandemi Covid-19, Ini Tiga Skenario Indonesia di Mata Epidemiolog

Kompas.com - 02/03/2022, 13:00 WIB
Alinda Hardiantoro,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Dua tahun lalu, tepatnya pada tanggal 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia.

Dua pasien terkonfirmasi positif Covid-19 ketika itu adalah Sita Tyasutami (31) dan ibunya, Maria Damarningsih (64). Keduanya berasal dari Depok, Jawa Barat.

Saat itu, pengumuman kasus pertama disampaikan Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Kendati demikian, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyebutkan bahwa kasus pertama saat itu bisa jadi bukan merupakan satu-satunya kasus Covid-19 yang terjadi.

Pasalnya, data menunjukkan angka kematian pertama sudah terlaporkan sebelum akhir Maret 2020.

“Yang artinya kasus yang merebak di masyarakat Indonesia itu sudah terjadi ya setidaknya 3 atau 4 minggu sebelum kasus pertama itu dilaporkan,” jelasnya, saat dihubungi Kompas,com, Selasa (2/3/2022).

Sejak saat itu, virus Corona terus bermutasi dan pandemi masih terus terjadi hingga hari ini.

Lantas, bagaimana upaya pengendalian sebaran kasus Covid-19 yang telah dilakukan pemerintah selama ini?

Baca juga: Apakah Kasus Pertama Omicron di Indonesia Merupakan Transmisi Lokal?

Tanggapan epidemiolog

Memasuki tahun ketiga pandemi Covid-19, Dicky mengungkapkan banyak kemajuan yang sudah diraih oleh Indonesia, baik dari peran masyarakat maupun pemerintah.

“Tapi juga banyak tantangan atau PR saat ini dan ke depan yang harus segera diatasi dan diselesaikan,” imbuhnya.

Pasalnya, sejak 2020 hingga Maret 2022 ini, WHO masih mengkategorikan Indonesia dalam level community transmission.

“Sejak 2020 hingga saat ini 2022 ini sudah Maret ya, kita masih dalam level yang disebut community transmission oleh WHO,” kata Dicky.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa gelombang pandemi Covid-19 masih menjadi permasalahan yang serius di masyarakat Indonesia.

“Artinya juga memberi pesan penting bahwa kemampuan kita menemukan kasus di masyarakat ini masih terbatas dan masih ada gap sebesar antara kasus yang ditemukan dan dilaporkan dengan kasus yang terjadi di masyarakat,” lanjutnya.

Oleh karena itu, Dicky kembali mengingatkan bahwa ancaman Covid-19 itu nyata.

Hanya saja, ada perbedaan respons yang dilakukan baik oleh masyarakat maupun pemerintah dalam menghadapi Covid-19. Salah satunya melalui pemberian vaksinasi.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kasus Pertama Virus SARS Terdeteksi di China

Prediksi sebaran kasus Covid-19

Meskipun cakupan vaksinasi terus dilakukan, Dicky mengingatkan bahwa virus Corona varian Omicron bukan merupakan varian terakhir.

Bahkan gelombang 3 juga tidak semana-mata menjadi gelombang terakhir dengan adanya percepatan program vaksinasi.

Kendati demikian, percepatan vaksinasi ini diprediksi bisa meminimalisir dampak gejala yang dirasakan pasien Covid-19 dan sebaran kasus yang terjadi.

“Artinya landscape imunitas itulah yang membuat potensi perburukan dari varian baru maupun gelombang baru berikutnya itu menjadi semakin kecil, tapi bukan berarti tidak menjadi serius,” ujarnya.

Pasalnya, daerah-daerah di Indonesia yang memiliki cakupan vaksinasi rendah dan deteksi kasusnya buruk, bisa berpotensi menjadi wilayah dengan angka kasus dan kematian Covid-19 tetap.

“Inilah yang akan membuat perbedaan ke depan ketika pandemi ini dicabut WHO,” ujar Dicky.

Menurut Dicky, nantinya Indonesia akan terbagi menjadi 3 skenario berdasarkan cakupan kasus Covid-19 pasca WHO mencabut status pandemi.

Pertama, wilayah yang mengalami status endemi. Sebaran kasus Covid-19 di wilayah tersebut tetap terjadi dengan angka yang cenderung kecil dalam kurun waktu yang cukup lama. Sementara angka reproduksi di bawah satu atau maksimal satu.

Kedua, wilayah yang berstatus epidemi. Wilayah dengan status epidemi ini bisa terjadi pada daerah-daerah yang cakupan vaksinasinya masih buruk.

“Daerah-daerah yang cakupan vaksinasinya buruk bisa menjadi gelombang, mengalami outbreak atau kejadian luar biasanya dari Covid-19,” terang Dicky.

Ketiga, wilayah yang berstatus sporadis atau terkendali. Wilayah dengan status ini ditandai dengan tidak adanya catatan kasus Covid-19 selama berbulan-bulan atau bahkan satu tahun.

Sebagai bentuk pengendalian kasus, Dicky tetap mengimbau masyarakat untuk menerapkan aturan protokol kesehatan.

Selain itu, pemerintah juga sebaiknya mengambil tindakan mitigasi guna mengurangi dampak varian baru yang ditimbulkan.

“Vaksinasi itu tidak menjadi andalan. Harus ada perilaku yang lebih akomodatif dan adaptif merespons situasi hidup dengan Covid-19 ini,” ujar Dicky.

“Sekali lagi ini bukan pandemi terakhir sehingga kita harus belajar dari situasi pandemi Covid-19 ini untuk meningkatkan ketahanan kesehatan global, nasional, hingga lokal,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com