Namun, di masa itu, orang-orang memegang erat kepercayaan akan teori penciptaan. Mereka sangat menentang teori evolusi atau kepunahan. Bahkan, melarang buku "On the Origin of Species" karya Charles Darwin yang telah diterbitkan selama 48 tahun.
Kelompok ilmuwan di Eropa saat itu didominasi oleh laki-laki. Meski Mary bisa membaca, tetapi aksesnya terhadap ilmu pengetahuan terbatas.
Selain itu, pemburu fosil di masa itu bukanlah profesi yang dipedulikan oleh lembaga ilmiah. Kendati demikian, Mary tetap dengan susah payah mencari dan membaca literatur ilmiah sebanyak yang dia bisa pinjam.
Dia bahkan menyalin makalah dengan tulisan tangannya sendiri agar bisa disimpan.
Padahal, Mary bersama dengan ahli paleontologi Inggris William Buckland, sempat mempelajari fosil dengan serius. Mereka bahkan mempelopori studi koprolit, atau kotoran yang memfosil.
Dia tidak sekadar menemukan fosil, tetapi dia juga membuat sketsa dan mempelajarinya.
Bukan hanya karena gendernya sebagai perempuan, tetapi kurangnya pendidikan formal, aksen perdesaannya yang kuat, dan kemiskinan membuatnya mudah diabaikan oleh para akademisi di masa itu.
Atas usahanya dan penemuannya, pada 1838, Asosiasi Inggris untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan Inggris memberinya anuitas. Namun, tak lama setelahnya, Mary meninggal dunia.
Mengutip National Geographic, 29 Maret 2021, pada 1847 Mary meninggal dunia akibat kanker payudara yang dideritanya.
Ketika meninggal, The Quarterly Journal of the Geological Society of London sempat menerbitkan obituarinya. Ini adalah obituari yang sedikit mengusik masyarakat, karena hingga tahun 1904 mereka masih sulit menerima adanya seorang perempuan penemu.
Pada 1846, Mary Anning diangkat menjadi anggota kehormatan pertama Museum Kabupaten Dorset.
Seiring perkembangan zaman, diskriminasi gender mulai ditinggalkan dan masyarakat mulai menyoroti temuan Mary.
Ahli paleontologi Dean Lomax, ilmuwan tamu di Universitas Manchester, Inggris, menemukan kembali ichthyosaurus yang dulu ditemukan Mary dalam koleksi museum yang telah disalahartikan sebagai salinan plester.
Menurut studi tahun 2015 dalam Journal of Vertebrate Paleontology, Lomax dan rekannya Judy Massare dari Departemen Ilmu Bumi State University of New York, menyadari bahwa itu adalah fosil asli dari zaman Jurassic Coast. Periode yang ada sekitar 200 juta tahun yang lalu.
Temuan ini adalah spesimen asli, bahkan baru bagi dunia sains. Mereka menyematkan nama Mary Anning sebagai penemu aslinya.
Kini, temuan-temuan Mary Anning dikumpulkan dan disimpan di Museum Lyme Regis. Museum ini dibangun di lokasi rumah dan toko Mary yang telah rusak bertahun-tahun.
Batu nisan dan bingkai peringatan Mary Anning bahkan dipasang di kota itu, tepatnya di Gereja Paroki St. Michael.
Temuan Mary kini diakui dan dilihat oleh semua orang. Meski Darwin yang mencetuskan teori evolusi, tetapi penemuan Mary menjadi bukti yang lebih kuat dari teori dan mengungkap misteri kehidupan ratusan juta tahun yang lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.