Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Leaducation dan Prioritas Kesehatan Mental

Kompas.com - 12/09/2021, 09:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

SEBAGAI seorang manusia, tentu kita memiliki sisi emosional yang butuh dijaga kewarasannya. Oleh karena itu, tak jarang, kita rehat sejenak dari kegiatan untuk mengisi kembali energi yang hilang.

Tanpa energi itu, kita tak akan bisa beraktivitas, khususnya melaksanakan tanggung jawab di dunia profesional. Menjalankan pekerjaan membutuhkan energi yang besar karena harus fokus untuk menyelesaikan tanggung jawab yang dibebankan.

Namun, meski anggota tetap melaksanakan tanggung jawabnya, aspek kesejahteraan perlu diperhatikan, terutama bagi seorang leaducator.

Konsep leaducation mengedepankan organizational well-being anggota. Leaducator sadar bahwa kesehatan mental merupakan salah satu aspek kesejahteraan terpenting dalam memberdayakan anggota.

Tanpa kondisi mental yang baik, tidak mungkin seorang individu mampu mencurahkan passion yang dimiliki ke dalam aktivitas yang bermakna.

Kesehatan mental, seberapa penting?

Organisasi memang bisa mengganti anggotanya setiap kali performa mereka kurang baik, tetapi, siklusnya tidak akan berhenti jika leaducator tidak merombak sistem pemberdayaan anggotanya. Oleh karena itu, penting bagi leaducator untuk memerhatikan aspek itu.

Pertanyaan "kenapa kesehatan mental penting?" harus dijawab dengan komprehensif.

Manusia yang berdaya tidak hanya dimengerti dalam aspek finansial, tapi juga jaringan, kemampuan, dan kapabilitas. Lebih dari itu, secara fundamental, kita harus berdaya secara mental. Mental kita harus dijaga, termasuk di dalamnya mental anggota.

Tanpa kesehatan mental, bagaimana seseorang akan mampu meraih kemerdekaan dan kesejahteraan lainnya. Oleh karena itu, berdaya secara mental itu penting.

Terlebih, di era digital dan pandemi sekarang ketika segalanya berubah, kesehatan mental menjadi isu yang makin banyak diperbincangkan.

Survei PDSKJI 2020 lalu menemukan, bahwa 8 persen responden mengalami masalah psikologis. Pandemi memberikan problematika yang sulit dihadapi jika tidak dimitigasi oleh leaducator di berbagai sektor.

Problematika ini tidak hanya di Indonesia, tapi juga di banyak Negara. Misalnya, di Amerika Serikat (AS). Menurut survei Kaiser Family Foundation Juli 2020 lalu, 53 persen responden merasa khawatir Covid-19 memengaruhi kesehatan mental mereka.

Sementara, survei CDC Amerika Serikat pada Juni 2020 menemukan, 40,9 persen responden mengaku mengalami masalah mental seperti kecemasan.

Survei ini menegaskan bahwa kesehatan mental adalah kekhawatiran bersama, khususnya bagi para leaducator. Kekhawatiran semakin kuat di situasi pandemi saat ini yang serba tidak pasti.  Semua anggota organisasi harus melakukan sesuatu, beradaptasi agar bisa bertahan dan melewati masa yang sulit ini. 

Kesehatan mental memengaruhi performa kerja anggota. Mereka bisa mengalami burnout sehingga tidak mampu menjalankan tanggung jawab dengan maksimal.

Kondisi mental yang kurang sehat tidak hanya merugikan diri anggota, tapi juga leaducator dan organisasi secara keseluruhan. Akan muncul hambatan akibat kondisi mental yang kurang sehat, terlebih jika anggota itu memiliki posisi atau peran penting di sebuah project.

Dalam kasus organisasi, masalah ini penting untuk diatasi agar para anggota tetap melaksanakan tanggung jawabnya sambil menjaga mental mereka tetap sehat.

Leaducator harus menjaga kewarasan anggotanya karena mereka sadar anggota merupakan aset bukan liabilitas.

Fakta di lapangan

Apakah organisasi peduli dengan kesehatan mental para anggotanya? Ya, mereka peduli. Secara umum, organisasi sadar akan isu ini.

Menurut Deloitte 2021, 78 persen organisasi di seluruh dunia percaya bahwa memastikan kesehatan mental anggota merupakan salah satu pendorong performa organisasi. Selain itu, 96 persen organisasi mengatakan, kesehatan mental anggota merupakan tanggung jawab organisasi.

Sedangkan, menurut AON 2021, 82 persen organisasi di seluruh dunia mengungkapkan bahwa penting bagi mereka untuk memelihara kesehatan anggotanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com