Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Pria di Peru Harus Bisa Merajut untuk Menemukan Jodohnya

Kompas.com - 04/09/2021, 17:10 WIB
Maya Citra Rosa

Penulis

KOMPAS.com - Hampir 500 tahun tradisi para pria di Peru, tepatnya di sebuah pulau kecilnya, mereka terbiasa merajut sebuah topi khas Andes untuk menunjukkan bukti kejantanannya dan menemukan pasangan hidup mereka.

Di sebuah pulau terpencil Peru, bernama Pulau Taquile, nilai seorang pria di wilayah ini tidak dilihat dari kemampuan berburu atau memancing, namun dari kemampuan mereka merajut.

Salah satunya Alejandro Flores Huatta, pria yang lahir di Peru Danau Titicaca, berusia 67 tahun. Ia belajar cara merajut chullo yang ikonik yaitu topi khas Andes sejak masih kecil.

Pria ini belajar merajut dari kakak laki-laki dan kakeknya dengan menggunakan duri kaktus sebagai jarum rajut.

"Sebagian besar orang belajar dengan melihat, menyimak. Karena saya tidak punya ayah, kakak saya (dan kakek) mengajari saya merajut. Jadi dengan menyimak, saya belajar sedikit demi sedikit," katanya, berbicara melalui seorang penerjemah Bahasa Quechua.

Pulau Taquile terkenal dengan tekstil dan pakaiannya. Para perempuan menenun dan merawat domba yang menjadi sumber wol, sementara para pria secara eksklusif memproduksi topi rajutan khas pulau itu.

Chullo dipandang penting secara budaya, memainkan peran kunci dalam struktur sosial pulau dan memungkinkan pria menunjukkan kreativitas mereka sambil juga menampilkan status pernikahan, impian, dan aspirasi mereka.

Baca juga: Kisah Para Pria Peru Buktikan Kejantanan dengan Merajut

Sebagian pria bahkan menggunakannya untuk menunjukkan suasana hati mereka. Ini adalah tradisi yang bekerja keras dilestarikan oleh para penduduk pulau tersebut.

Para penduduk pulau itu hidup relatif terpencil sampai tahun 1950-an. Kondisi itu telah membantu menjaga warisan dan cara hidup komunitas setempat secara utuh.

Para warga mematuhi kode Inca "Ama sua, ama llulla, ama qhilla", (bahasa Quechua untuk, "Jangan mencuri, jangan berbohong, jangan malas").

Pariwisata hingga warisan budaya yang berharga

Para warga Taquile secara tradisional merupakan petani yang terdiri dari enam kelompok komunitas.

Mereka secara bergiliran merotasi tanaman kentang, jagung, kacang-kacangan dan jelai di lereng gunung. Ada juga yang memelihara domba, marmut, ayam dan babi di darat, dan ikan di danau.

Pariwisata di pulau itu dimulai pada 1970-an, dan memberi penduduk setempat sumber pendapatan lainnya.

Puluhan ribu wisatawan mengunjungi pulau itu setiap tahun, untuk melihat desa-desa dan danau di sana.

Para pengunjung biasanya tinggal bersama penduduk setempat di akomodasi sederhana yang dikelola keluarga.

Baca juga: Momen Unik Olimpiade Tokyo: Peloncat Indah Inggris Pantau Lomba Sambil Merajut!

Turis bisa membantu bekerja mengumpulkan hasil panen; mencicipi makanan khas setempat, seperti ikan trout goreng dan kentang dengan nasi, kacang-kacangan, dan teh mint; serta membeli tekstil buatan tangan yang terkenal di pulau itu.

Bahkan pada tahun 2005, seni tekstil Taquile dianggap sangat berharga, sehingga UNESCO memberinya status Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan.

Alejandro merupakan salah satu dari tujuh orang di pulau itu yang diakui sebagai Sang Ahli Tekstil, bersama dengan presiden pulau itu, Juan Quispe Huatta.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com