Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Juliari Batubara Divonis 12 Tahun Penjara, Ini Hal yang Memberatkan dan Meringankan

Kompas.com - 24/08/2021, 17:00 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dijatuhi vonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Dalam sidang putusan yang digelar Senin (23/8/2021) majelis hakim menilai Juliari terbukti melanggar pasal 12 huruf a Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2021.

Juliari disebut terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut dalam pengadaan paket bantuan sosial penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek tahun 2020.

"Menjatuhi pidana oleh karenanya pada terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun dan pidana denda sejumlah 500 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan 6 bulan," kata ketua majelis hakim Muhammad Damis, seperti diberitakan Kompas.com, Senin (23/8/2021).

Baca juga: Juliari Batubara dan Sederet Menteri Sosial yang Ditangkap KPK karena Korupsi...

Ung pengganti Rp 14,5 M dan pencabutan hak politik

Majelis hakim juga menjatuhkan pidana pengganti dan mencabut hak politik Juliari.

“Menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah 14.597.450.000 dengan ketentuan apabila tidak dibayar paling lama 1 bulan maka harta benda terdakwa akan dirampas,” ujar hakim Damis.

“Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok,” kata dia.

Terkait dengan vonis yang diberikan, pihak Juliari mengaku akan memikirkannya terlebih dulu sebelum mengambil keputusan.

"Kami sudah sempat berdiskusi sedikit dengan terdakwa, untuk menentukan sikap kami akan coba mengambil sikap terlebih dahulu untuk pikir-pikir yang mulia," ujar Kuasa Hukum Juliari, Maqdir Ismail, seperti diberitakan Kompas.com, Senin (23/8/2021).

"Sehingga nanti ada kesempatan yang cukup bagi kami untuk mempelajari dan melihat kembali bunyi putusan dan alasan-alasan yang diambil dalam putusan tentang penerimaan sejumlah uang dan lain-lain tadi yang sudah dibacakan oleh majelis hakim," kata dia.

Baca juga: OTT Kasus Juliari Berawal dari Laporan Masyarakat, Ini Cara Membuat Aduan ke KPK

 

Hal yang memberatkan

Ketua majelis hakim Muhammad Damis mengatakan, ada dua hal yang memberatkan vonis politikus PDI-P tersebut.

Pertama, Juliari disebut tidak mengakui perbuatannya telah melakukan tidan pidana korupsi pengadaan paket bansos penanganan Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Hakim Damis bahkan menyebut sikap Juliari tersebut tidak kesatria.

“Perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak kesatria, ibaratnya lembar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Bahkan menyangkali perbuatannya,” kata hakim Damis.

Kemudian, hakim Damis mengatakan, hal kedua yang memberatkan putusan adalah tindakan korupsi Juliari dilaksanakan saat Indonesia sedang mengalami kondisi darurat wabah bencana non alam pandemi Covid-19.

Baca juga: Ahli Sayangkan Vonis Juliari Batubara Hanya 12 Tahun Penjara

Hal yang meringankan

Sementara itu, menurut hakim Damis, ada tiga hal yang meringankan vonis terhadap Mantan Menteri Sosial itu.

Pertama, Juliari belum pernah dijatuhi hukuman pidana sebelumnya.

Kedua, Juliari sudah cukup menderita karena dicaci-maki, serta dihina oleh masyarakat, meski pada saat itu belum dinyatakan bersalah secara hukum.

"Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat," kata hakim Damis.

“Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah, padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” katanya lagi.

Baca juga: Cerca dan Hinaan terhadap Juliari Dinilai Wajar, Seharusnya Tak Meringankan Hukuman

 

Sedangkan alasan ketiga yang meringankan vonis Juliari adalah kedisiplinannya dalam menghadiri sidang.

Ia dinilai tidak pernah banyak alasan yang mengganggu jalannya sidang.

“Padahal selain sidang untuk dirinya sendiri selaku terdakwa, terdakwa juga harus hadir sebagai saksi dalam perkara Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso,” ucap hakim.

Baca juga: Pukat UGM: Juliari Lebih Layak Dijatuhi Hukuman Penjara Seumur Hidup

Kasus korupsi bansos

Dalam perkara ini majelis hakim menilai Juliari telah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan jumlah Rp 32,48 miliar.

Majelis hakim juga menilai bahwa Juliari terbukti dengan sah dan meyakinkan telah menerima uang sejumlah Rp 14,7 miliar yang penerimaannya terbagi dalam dua tahap.

Pertama sejumlah 9,7 miliar diterima Juliari melalui dua anak buahnya Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono pada periode Mei hingga Agustus 2020. Kedua sejumlah Rp 5.406.250.000 yang diterima melalui Adi Wahyono pada bulan September dan November 2020.

Namun setelah menerima Rp 5,4 miliar tersebut, Juliari disebut majelis hakim terbukti memberikan uang tersebut sebesar Rp 3 miliar untuk pengacara senior Hotma Sitompul.

Ia juga memberikan uang pada Ketua DPC PDI-P Kabupaten Kendal Ahmad Suyuti sejumlah Rp 508.000.800 untuk kepentingan daerah pemilihan Juliari di Kabupaten Kendal.

Baca juga: Berawal dari Laporan Masyarakat, Begini Kronologi OTT Dugaan Suap Bansos Covid-19 di Kemensos

(Sumber: Kompas.com/Tatang Guritno, Irfan Kamil | Editor: Dani Prabowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

Tren
Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Tren
8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

Tren
400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

Tren
Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Tren
'Whistleblower' Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

"Whistleblower" Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

Tren
9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

Tren
Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Tren
Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Tren
Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Tren
Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Tren
Dampak Badai Matahari 2024, Ada Aurora dan Gangguan Sinyal Kecil

Dampak Badai Matahari 2024, Ada Aurora dan Gangguan Sinyal Kecil

Tren
Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com