Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Air Laut Surut, Amankah Bermain hingga ke Tengah?

Kompas.com - 13/07/2021, 12:30 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah video yang diunggah akun TikTok @fahmiahab tentang air yang surut hingga membuat hamparan pasir putih terlihat begitu luas, beredar di medsos dan mendapat banyak komentar dari netizen.

Pasalnya, laki-laki yang merekam video tersebut tampak antusias akan peristiwa surutnya air laut dan berjalan jauh ke arah tengah hingga ia menemukan air dan pantai.

Saking luasnya area pasir yang ia dapati ketika itu, dengan muka sumringah ia menyebut area itu bisa digunakan untuk bermain futsal.

Sebaliknya, netizen justru khawatir surutnya air laut tersebut adalah pertanda akan adanya gelombang tsunami, sehingga bisa membahayakan, terlebih jika orang itu bukannya menjauhi garis pantai dan justru berjalan mendekat

Baca juga: Mengenali Tanda Tsunami dan Cara Menyelamatkan Diri

Perbedaan air surut tanda tsunami dan fenomena harian

Lalu, apa sebenarnya perbedaan mendasar antara surutnya air laut yang menjadi pertanda akan adanya tsunami dan air laut surut sebagai fenomena pasang-surut harian biasa?

Kepala Pusat Meteorologi Maritim Eko Prasetyo memberikan penjelasan terkait hal ini.

Ia menyebut ada dua hal utama yang membedakan fenomena surutnya air laut sebagai pertanda datangnya gelombang tsunami dan fenomena pasang-surut harian.

1. Pendahulu

Yang pertama adalah ada atau tidaknya kejadian pendahulu.

Air laut yang surut sebagai tanda akan datangnya tsunami selalu didahului dengan kejadian lain, misalnya gempa.

"Kalau pasang surut tsunami itu memang selalu dihalui oleh sebab, bisa karena gempa, bisa karena luruhan, aktivitas gunung berapi di laut," kata Eko, Rabu (7/7/2021).

Sementara tanda pendahulu ini tidak ditemui pada air surut yang merupakan fenomena harian.

Baca juga: Benarkah Tsunami Rawan Terjadi di Bulan Desember?

2. Kecepatan terjadinya

Ilustrasi tsunamiShutterstock Ilustrasi tsunami

Perbedaan yang kedua adalah soal kecepatan proses terjadinya.

Kita dapat menyimpulkan surutnya air laut sebagai pertanda tsunami apabila prosesnya berlangsung dengan begitu cepat.

"Fasenya, waktu terjadinya, tiba-tiba surut, hilang. (Hanya dalam hitungan) Detik, enggak berapa menit, tiba-tiba hilang, itu yang perlu dikhawatirkan," jelas Eko.

Baca juga: Laut Kaspia, Mengapa Danau Terbesar di Dunia Ini Disebut sebagai Laut?

Jika mendapati kondisi seperti ini, masyarakat diimbau untuk segera menjauh dari garis pantai untuk menyelamatkan diri dari kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan.

"Ketika itu terjadi, air balik akan disertai energi air laut yang luar biasa besarnya dan biasanya ditambah gelombang yang sangat tinggi," papar Eko.

Sementara untuk air surut akibat fenomena pasang-surut harian maka proses terjadinya memakan waktu yang cukup panjang, alias bertahap dan tidak mendadak.

"Kalau pasang-surut biasa itu waktunya gradual dia, jadi antara proses surutnya itu bisa 6-12 jam sampai sesurut-surutnya, tergantung posisinya," ungkapnya.

Setiap daerah ia sebut bisa memiliki karakteristik pasang-surut yang berbeda-beda. Ada yang terjadi 1 kali dalam sehari atau harian tunggal, ada yang 2 kali atau harian ganda, ada pula yang campuran.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Lahirnya Korps Marinir TNI Angkatan Laut

Fenomena surut harian

IlustrasiStockSnap/Pixabay Ilustrasi

Apa yang terekam dalam video yang beredar disebut Eko bisa jadi hanya merupakan fenomena pasang-surut harian biasa dan tidak membahayakan.

Orang atau masyarakat di lokasi tersebut pasti bisa membedakan mana fenomena air laut surut yang membahayakan dan wajar.

"Yang sekarang terjadi, daratannya kelihatan jauh, itu hal yang biasa, tergantung lokasinya, tidak semua lokasi bisa begitu (jauh surutnya). Jarak dari garis pantai terhadap garis tersurut tidak sama untuk setiap daerah, ada yang 300 meter, ada yang 500 meter, ada yang cuma 50 meter, tergantung daerahnya," ujar Eko.

"Kalau dipastikan itu sesuatu yang lazim di suatu daerah dengan proses surut yang gradual ya enggak apa-apa (berjalan hingga tengah)," imbuhnya.

Baca juga: Viral Video Detik-detik Kapal Feri KMP Bili Terbalik di Pontianak, Bagaimana Ceritanya?

Jika sudah dipastikan fenomena itu merupakan fenomena air laut surut biasa, maka ia menyebut tidak masalah untuk kita bisa berjalan di "daratan baru" itu, sekali pun hingga jauh dari daratan yang sesungguhnya.

Namun, ada hal yang harus diperhatikan.

"Enggak masalah, apalagi kalau sudah tahu itu proses menuju surut, yaitu airnya semakin hilang, semakin hilang. Tapi kalau airnya menuju pasang, semakin banyak, semakin banyak, ya cepat segera kembali ke daratan," imbau dia.

Ketika kondisi air laut kembali naik, meskipun waktunya perlahan, namun tetap ada potensi bahaya yang bisa dialami jika kita masih berada jauh dari daratan.

"Hati-hati, bukan karena air lautnya mau menenggelamkan kita, tapi gelombang yang menyertai itu bisa menarik kita, arusnya bisa menarik kita," pungkas dia.

Baca juga: Viral, Video Kapal Terbakar dan Penumpang Lompat ke Laut, Bagaimana Kondisinya?

KOMPAS.com/Dhawam Pambudi Infografik: Tsunami, Tanda-Tanda dan Cara Menghadapinya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Tren
Nuklir Bisa untuk Obati Kanker Tiroid, Apa Itu, Bagaimana Prosesnya?

Nuklir Bisa untuk Obati Kanker Tiroid, Apa Itu, Bagaimana Prosesnya?

Tren
Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Tren
Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com