Dia mengungkapkan, menjual dengan harga yang melampaui batas biasanya tidak boleh jika:
"Jika dilihat bungkus BTS Meal yang dijual selangit itu rasanya tidak memenuhi keempat kriteria tersebut. Jadi kalau ditanya 'boleh atau tidak?', ya selama ada demand, boleh-boleh saja karena tidak ada juga unsur pemaksaan," kata dia.
Baca juga: Kisah di Balik Berdirinya McDonalds Pertama Indonesia di Sarinah
Saat disinggung terkait etis tidaknya menjual dengan harga berkali-kali lipat dari harga normal, menurutnya hal itu sangat tidak etis, karena penjual memanfaatkan kesempatan meraup keuntungan.
"Tapi selain unsur legalitas, ada unsur ethical. Masalahnya adalah, apakah pembelinya rasional atau irrasional?" kata Gita.
Dia menjelaskan, dalam konteks McD BTS Meal, ada faktor X yang berperan, yaitu produk ini menggabungkan meal standar yang ada di McD (mengusung brand McD yang sudah sangat besar equity-nya), disandingkan dengan global fenomena BTS K-pop, dengan fanbase (fandom) ARMY-nya yang ada di seluruh dunia.
"Para fans yang brand engagement-nya dengan BTS begitu besar, cenderung ke arah fanatisme, maka di perilaku konsumen bisa dijelaskan dengan 'compulsive buying', di mana membeli bukan karena fungsi utilitarian/dasar dari produk, tapi lebih ke arah emosional dan obsesi guna mendapatkan produk yang diinginkan (dalam hal ini produk yang berkaitan dengan Kpop Idola mereka)," ungkapnya.
Baca juga: Menilik Kisah Pegawai McD, Ojol, dan Pembeli yang Perjuangkan BTS Meal
Dalam salah satu penelitian mahasiswanya tentang fans K-pop usia dewasa muda (gen Z yang merupakan target utama dari McD-BTS meal) menunjukkan bahwa, compulsive buying pada produk-produk merchandise Kpop idola terbukti dipengaruhi oleh:
Lanjutnya, dalam kasus BTS Meal demand-nya ada, mereka memang melakukan compulsive buying untuk memuaskan diri mereka.
Sementara dalam marketing, kepuasan konsumen adalah hal sentral yang berusaha dicapai semua entitas perusahaan (formal atau informal).
"Jadi kalaupun menjual dengan harga mahal ternyata tidak memaksa konsumen dan malah bisa memuaskan mereka, ini hukum timbal balik semata, lagi-lagi, murni bisnis kalau tidak boleh dibilang mekanisme kapitalis," kata Gita.
Baca juga: 6 Rekomendasi Drama Korea Bertema Fantasi
Sayangnya, kata dia, selama tidak ada peraturan yang mengatur seperti perlindungan konsumen di Indonesia, maka agak sulit untuk menjerat pelakunya ke arah hukum atau hanya sekadar tidak memperbolehkan menjual dengan harga sangat tinggi.
"Tapi memang menjual berlipat ganda itu bisa dikategorikan tidak etis, apalagi sampai Rp 599 juta," imbuhnya.
Dia mengungkapkan fenomena menjual BTS Meal dengan harga selangit juga terjadi di Malaysia dan Singapura saat pertama diluncurkan.
Baca juga: Video Viral Disebutkan TNI Turunkan Tank Baja untuk Penyekatan Mudik, Ini Penjelasan TNI
Sementara itu, pengamat pemasaran dan Managing Partner Inventure, Yuswohady mengatakan, BTS Meal menjadi viral dengan marketing horizontal, yaitu melalui media sosial salah satunya.
"Dia dapat BTS Meal itu masalah proud, bukan masalah price bukan masalah beli jadi wajib punya. Ketika dia punya, akan pamerkan ke sesama ARMY. Kalau dia enggak punya akan menjadi aib. Jadi ini masalah eksistensi diri di dalam komunitas," ungkapnya ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (10/6/2021).