KH Wahab Chasbullah kemudian menjelaskan sebuah alur pemikiran yang menjadi kunci pada penemuan istilah 'halal bihalal'.
Diawali dengan penjelasan situasi para elit politik yang saling serang dan menyalahkan satu sama lain, KH Wahab menjelaskan hukum saling menyalahkan dalam Islam.
Dia menyebut bahwa saling menyalahkan adalah dosa dan hukumnya haram. Agar elit politik terlepas dari dosa (haram), maka di antara mereka harus dihalalkan.
Caranya, para elit politik harus duduk satu meja, berbicara satu sama lain, saling memaafkan, dan saling menghalalkan.
Baca juga: Ingat, Ini Aturan Lengkap Pengetatan dan Peniadaan Mudik Lebaran 2021
KH Wahab Chasbullah menyebut acara itu sebagai 'Thalabu halal bi thariqin halal', maksudnya adalah mencari penyelesaian masalah atau keharmonisan hubungan dengan cara memaafkan kesalahan.
Alur pemikiran itu kemudian membawa K.H Wahab pada sebuah istilah yang hingga saat ini dikenal luas di Indonesia, yaitu halal bihalal.
Bung Karno pun menerima baik usulan itu. Saat Idul Fitri tiba, ia mengundang seluruh tokoh politik ke Istana untuk mengikuti acara halal bihalal.
Untuk pertama kalinya sejak perbedaan pendapat di antara mereka muncul, para elite politik yang berbeda-beda itu duduk di satu meja dan momen tersebut dinilai babak baru menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.
Sejak saat itu, acara tatap muka, berbincang-bincang serta saling bersalam-salaman tersebut diikuti oleh instansi pemerintah hingga masyarakat luas hingga saat ini.
Baca juga: Simak, Berikut Sanksi bagi ASN yang Nekat Mudik Lebaran 2021\