Untuk poin kedua ini, Windhu mengatakan, meskipun tes cepat antibodi tidak tepat untuk mendeteksi infeksi Covid-19, namun metode tes ini mampu mengenali atau mengidentifikasi jenis virus corona.
"Itu tidak sepenuhnya benar, karena rapid test antibodi itu sebenarnya mengecek antibodi spesifik untuk Covid-19," kata dia.
3. Orang flu saat lakukan rapid tes hasilnya mungkin positif, karena antibodi muncul...
Poin ketiga ini juga dinilai Windhu tidak tepat karena tes cepat antibodi bisa mengenali virus yang dideteksi.
"Antibodinya spesifik, jadi bukan antibodi-antibodi lain di luar Covid-19 (yang dideteksi), ya memang Covid-19. Enggak begitu (flu akan positif rapid tes antibodi), karena kalau flu nanti kan antibodinya spesifik antibodi flu, bukan antibodi Covid-19," jelas Windhu.
4. Tes PCR hanya menunjukkan keberadaan/adanya virus tanpa bisa membedakan apakah virus itu hidup atau mati, dan tidak bisa juga mengetahui jenis virus apa yang ada di dalam tubuh.
Untuk poin keempat, Windhu membantah bahwa tes PCR tidak bisa membedakan virus corona dan virus yang lainnya.
"PCR bisa menunjukkan virus itu virus apa, virus Covid-19 atau bukan. Kalau bukan ya dia enggak akan positif (hasilnya)," ujar dia.
Namun, Windhu membenarkan bahwa metode ini tidak bisa secara gamblang membedakan mana virus yang sudah mati dan mana virus yang masih hidup.
"Meski sudah mati virusnya, masih tetap terdeteksi positif, fragmennya itu masih terdeteksi PCR dengan hasil yang positif, padahal sudah mati, dia sudah sembuh sebetulnya, sudah tidak menulari," kata dia.
Akan tetapi, pada tes PCR ada nilai Cycle Trasehold (CT) yang bisa menjadi petunjuk, apakah virus yang terdeteksi masih aktif atau sudah berupa fragmen-fragmennya saja.
"Kalau CT-nya lebih dari 30 itu menunjukkan bahwa yang positif adalah fragmennya, tapi virusnya sudah mati. Makanya kita tidak hanya melihat dari positivitasnya saja, harus ditambahkan nilai CT-nya," sebut Windhu.
5. Tidak ada orang yang murni meninggal karena Covid-19.
Windhu tidak sepakat dengan pernyataan ini. Kasus seperti ini memang ada, tetapi hanya sedikit.
"Ini enggak benar. Ada memang orang yang meninggal dengan Covid-19, tapi bukan karena Covid-19. Misalnya dia positif, terus ketabrak kereta api, kan dia matinya bukan karena Covid-19 nya. Dia death with Covid-19, bukan death due to Covid-19," jelas dia.
Namun, sebagian besar pasien Covid-19 lain yang meninggal, mereka meninggal akibat infeksi virus corona yang ada dalam tubuhnya.
"Komorbidnya itu yang memperberat gejala Covid-19-nya. Covid-19 yang membuat dia mati itu apa sih, karena dia tidak bisa bernapas. Mengalami ARDS (Accute Respiratory Distress Syndrom) kalau dia kebetulan punya hipertensi, diabet, maka hipertensi dan diabetnya itu memperberat ARDS-nya," jelas Windhu.
Ia mengatakan, mungkin saja jika orang tersebut tidak terinfeksi Covid-19, penyakit bawaannya itu tidak akan membuatnya meninggal pada saat itu.
Tidak semua informasi yang dibagikan pengunggah adalah informasi yang benar. Menurut ahli, ada yang benar, ada pula yang salah dan perlu diklarifikasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.