Namun, bukan berarti sebelum tahun 2008 di Sesar Lembang tidak terdapat aktivitas gempa.
"Jarangnya aktivitas gempa saat itu disebabkan karena sensor gempa belum sebanyak seperti sekarang, sehingga beberapa aktivitas gempa lokal dengan magnitudo kecil tidak terekam dengan baik," jelas Daryono.
Baca juga: Ramai Suara Dentuman Misterius di Bali, Ini Keterangan BMKG dan Tanggapan Lapan
Daryono mengungkapkan, perkembangan monitoring dan kajian gempa di Sesar Lembang kini sudah semakin maju.
Berdasarkan penelitian Supendi dkk. (2018) yang dipublikasikan di jurnal Geoscience Letters, dengan menggunakan jaringan sensor gempa regional milik BMKG, selama periode 2009-2015, telah mengidentifikasi empat kejadian gempa di sepanjang jalur Sesar Lembang.
"Hasil mekanisme sumbernya menunjukkan sesar geser mengiri (left-lateral faulting)," kata dia.
Selain itu, penelitian Nugraha dan Supendi (2018) yang dipublikasikan di Journal of Physics menunjukkan adanya dua kejadian gempa pada 14 dan 18 Mei 2017 yang terjadi di Sesar Lembang, yang keduanya juga memiliki mekanisme sesar geser mengiri.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan Afnimar dkk. (2015) juga menunjukkan adanya aktivitas gempa di jalur Sesar Lembang.
"Penelitian tersebut menggunakan data seismik yang terekam oleh empat stasiun seismik temporer milik BMKG selama periode Mei 2010 hingga Desember 2011 yang berhasil mencatat sebanyak sembilan kali gempa di Sesar Lembang," papar Daryano.
Adapun pada tahun 2019, BMKG kembali memasang 16 sensor seismik periode pendek (short period seismograph) secara lebih rapat untuk melengkapi 19 seismograf broadband yang sudah terpasang sebelumnya di Jawa Barat dan Banten.
"Sensor gempa yang baru dipasang 2019 ini sengaja dipasang mengepung jalur Sesar Lembang, Cimandiri, dan Baribis. Instalasi sensor baru ini bukan saja untuk tujuan operasional tetapi untuk tujuan kajian sesar aktif," ungkap Daryono.
Keberadaan sensor gempa yang makin rapat ini, lanjut dia, diharapkan dapat memonitor aktivitas gempa Sesar Lembang secara lebih akurat.
Data hasil monitoring gempa di Sesar Lembang ini sangat penting untuk mengetahui tingkat keaktifan gempa, distribusi zona aktif, mekanisme sumber gempa, studi struktur bawah permukaan bumi melalui teknik tomografi dan lain-lain.
"Upaya ini dalam arti luas merupakan bagian dari meningkatkan pelayanan mitigasi gempa bumi di wilayah jalur Sesar Lembang dan sekitarnya," ujar dia.
Melalui akun Twitter-nya, Daryono menegaskan bahwa hingga saat ini gempa belum dapat diprediksi, baik waktu, lokasi, maupun kekuatannya.
Oleh karena itu, jika ada yang menyebut bahwa Sesar Lembang akan bergerak tahun 2021 dan memicu gempa dahsyat, dapat dipastikan hoaks.