Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sesar Lembang Dipantau sejak 1963, Simak Penjelasan Lengkap BMKG

Kompas.com - 27/01/2021, 14:00 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sesar Lembang tengah mendapatkan perhatian publik. Bahkan, Sesar Lembang masuk dalam daftar pencarian terbanyak di Google pada 26 Januari 2021.

Di media sosial Twitter, warganet juga ramai membahas potensi gempa yang akan terjadi di Sesar Lembang.

Saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/1/2021) malam, Kepala Bidang Informasi Gempabumi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono menjelaskan, Sesar Lembang termasuk salah satu sesar aktif di Jawa Barat.

Lokasi jalur sesar ini terletak sekitar 10 km arah utara Kota Bandung dengan panjang sesar sekitar 25-30 km, berarah barat-timur.

"Hasil kajian para ahli menunjukkan bahwa Sesar Lembang memiliki magnitudo tertarget 6,8 dengan laju pergeseran 2,0 mm per tahun," kata Daryono.

Menurut dia, keaktifan sesar ini diindikasikan dengan adanya aktivitas gempa-gempa kecil yang masih terjadi di sepanjang jalur Sesar Lembang.

Pada 28 Agustus 2011, terjadi gempa magnitudo 3,3 dengan kedalaman yang sangat dangkal hingga mengakibatkan dampak signifikan, yaitu merusak 384 rumah warga di Kampung Muril, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.

"Gempa dirasakan juga pernah terjadi pada 14 dan 18 Mei 2017 dengan magnitudo 2,8 dan 2,9 yang dampaknya dirasakan dalam skala intensitas II-III MMI tetapi tidak menimbulkan kerusakan," ujar dia.

Baca juga: BMKG: Jawa Barat Banyak Sesar Aktif, Masyarakat Perlu Waspada Potensi Gempa Bumi


Dipantau sejak 1963

Daryono mengatakan, upaya monitoring Sesar Lembang oleh BMKG sudah dilakukan sejak lama.

Pada 1 Januari 1963, BMKG mulai memasang dan mengoperasikan Seismograph WWSSN (World Wide Standardized Seismograph Network) pertama kali di Lembang.

"Jenis seismograf ini adalah Benioff Short Period 3 Komponen dan Sprengneter Long Period 3 Komponen," ujar dia.

Selain untuk memonitor gempa di wilayah Indonesia, seismograf ini juga dapat memonitor aktivitas Sesar Lambang.

"Para pegawai BMKG sejak lama sudah mengamati adanya catatan gempa-gempa lokal pada seismogram analog di sekitar Lembang," kata Daryono.

Sementara itu, aktivitas gempa di jalur Sesar Lembang sejak tahun 2008 mulai dapat dimonitor secara lebih baik.

Hal ini dilakukan karena BMKG mulai mengoperasikan jaringan monitoring gempa digital (digital seismic network) menggunakan sensor gempa dengan kawasan frekuensi lebar (broadband).

Namun, bukan berarti sebelum tahun 2008 di Sesar Lembang tidak terdapat aktivitas gempa.

"Jarangnya aktivitas gempa saat itu disebabkan karena sensor gempa belum sebanyak seperti sekarang, sehingga beberapa aktivitas gempa lokal dengan magnitudo kecil tidak terekam dengan baik," jelas Daryono.

Baca juga: Ramai Suara Dentuman Misterius di Bali, Ini Keterangan BMKG dan Tanggapan Lapan

Monitoring semakin maju

Daryono mengungkapkan, perkembangan monitoring dan kajian gempa di Sesar Lembang kini sudah semakin maju.

Berdasarkan penelitian Supendi dkk. (2018) yang dipublikasikan di jurnal Geoscience Letters, dengan menggunakan jaringan sensor gempa regional milik BMKG, selama periode 2009-2015, telah mengidentifikasi empat kejadian gempa di sepanjang jalur Sesar Lembang.

"Hasil mekanisme sumbernya menunjukkan sesar geser mengiri (left-lateral faulting)," kata dia.

Selain itu, penelitian Nugraha dan Supendi (2018) yang dipublikasikan di Journal of Physics menunjukkan adanya dua kejadian gempa pada 14 dan 18 Mei 2017 yang terjadi di Sesar Lembang, yang keduanya juga memiliki mekanisme sesar geser mengiri.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan Afnimar dkk. (2015) juga menunjukkan adanya aktivitas gempa di jalur Sesar Lembang.

"Penelitian tersebut menggunakan data seismik yang terekam oleh empat stasiun seismik temporer milik BMKG selama periode Mei 2010 hingga Desember 2011 yang berhasil mencatat sebanyak sembilan kali gempa di Sesar Lembang," papar Daryano.

Adapun pada tahun 2019, BMKG kembali memasang 16 sensor seismik periode pendek (short period seismograph) secara lebih rapat untuk melengkapi 19 seismograf broadband yang sudah terpasang sebelumnya di Jawa Barat dan Banten.

"Sensor gempa yang baru dipasang 2019 ini sengaja dipasang mengepung jalur Sesar Lembang, Cimandiri, dan Baribis. Instalasi sensor baru ini bukan saja untuk tujuan operasional tetapi untuk tujuan kajian sesar aktif," ungkap Daryono.

Keberadaan sensor gempa yang makin rapat ini, lanjut dia, diharapkan dapat memonitor aktivitas gempa Sesar Lembang secara lebih akurat.

Data hasil monitoring gempa di Sesar Lembang ini sangat penting untuk mengetahui tingkat keaktifan gempa, distribusi zona aktif, mekanisme sumber gempa, studi struktur bawah permukaan bumi melalui teknik tomografi dan lain-lain.

"Upaya ini dalam arti luas merupakan bagian dari meningkatkan pelayanan mitigasi gempa bumi di wilayah jalur Sesar Lembang dan sekitarnya," ujar dia.

Tak dapat diprediksi

Melalui akun Twitter-nya, Daryono menegaskan bahwa hingga saat ini gempa belum dapat diprediksi, baik waktu, lokasi, maupun kekuatannya.

Oleh karena itu, jika ada yang menyebut bahwa Sesar Lembang akan bergerak tahun 2021 dan memicu gempa dahsyat, dapat dipastikan hoaks.

Yang perlu digarisbawahi, masyarakat perlu memahami mitigasi keselamatan saat terjadi gempa dan melakukan upaya konkret, seperti membangun rumah tahan gempa.

"Berita hoax yang mengatakan Sesar Lembang akan gerak tahun 2021 dan memicu gempa dahsyat itu tidak benar. Gempa hingga saat ini belum dapat diprediksi: kapan, dimana, dan berapa kekuatanya. Semua itu belum dapat diprediksi. Abaikan saja berita-berita seperti itu," tulis Daryono di akun Twitternya.

Sementara itu, BMKG Bandung menyampaikan, meskipun Sesar Lembang mempunyai potensi kegempaan terkait dengan waktu, lokasi, dan kekuatan gempa belum dapat diprediksi.

Potensi kekuatan gempa maksimum dapat diketahui, tetapi energi yang dihasilkan kemungkinan bisa kurang daripada itu. 

"Sesar Lembang memiliki potensi kegempaan, tetapi kapan terjadi dan besar magnitudo belum bisa diprediksi. Potensi kekuatan gempa maksimum dapat diketahui, tetapi energi yang dihasilkan bisa saja hanya 40 atau 50 persen dari energi maksimum," tulis akun resmi Twitter BMKG Bandung, @BMKGBandung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com