KOMPAS.com - Sesar Lembang tengah mendapatkan perhatian publik. Bahkan, Sesar Lembang masuk dalam daftar pencarian terbanyak di Google pada 26 Januari 2021.
Di media sosial Twitter, warganet juga ramai membahas potensi gempa yang akan terjadi di Sesar Lembang.
Saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/1/2021) malam, Kepala Bidang Informasi Gempabumi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono menjelaskan, Sesar Lembang termasuk salah satu sesar aktif di Jawa Barat.
Lokasi jalur sesar ini terletak sekitar 10 km arah utara Kota Bandung dengan panjang sesar sekitar 25-30 km, berarah barat-timur.
"Hasil kajian para ahli menunjukkan bahwa Sesar Lembang memiliki magnitudo tertarget 6,8 dengan laju pergeseran 2,0 mm per tahun," kata Daryono.
Menurut dia, keaktifan sesar ini diindikasikan dengan adanya aktivitas gempa-gempa kecil yang masih terjadi di sepanjang jalur Sesar Lembang.
Pada 28 Agustus 2011, terjadi gempa magnitudo 3,3 dengan kedalaman yang sangat dangkal hingga mengakibatkan dampak signifikan, yaitu merusak 384 rumah warga di Kampung Muril, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.
"Gempa dirasakan juga pernah terjadi pada 14 dan 18 Mei 2017 dengan magnitudo 2,8 dan 2,9 yang dampaknya dirasakan dalam skala intensitas II-III MMI tetapi tidak menimbulkan kerusakan," ujar dia.
Baca juga: BMKG: Jawa Barat Banyak Sesar Aktif, Masyarakat Perlu Waspada Potensi Gempa Bumi
Daryono mengatakan, upaya monitoring Sesar Lembang oleh BMKG sudah dilakukan sejak lama.
Pada 1 Januari 1963, BMKG mulai memasang dan mengoperasikan Seismograph WWSSN (World Wide Standardized Seismograph Network) pertama kali di Lembang.
"Jenis seismograf ini adalah Benioff Short Period 3 Komponen dan Sprengneter Long Period 3 Komponen," ujar dia.
Selain untuk memonitor gempa di wilayah Indonesia, seismograf ini juga dapat memonitor aktivitas Sesar Lambang.
"Para pegawai BMKG sejak lama sudah mengamati adanya catatan gempa-gempa lokal pada seismogram analog di sekitar Lembang," kata Daryono.
Sementara itu, aktivitas gempa di jalur Sesar Lembang sejak tahun 2008 mulai dapat dimonitor secara lebih baik.
Hal ini dilakukan karena BMKG mulai mengoperasikan jaringan monitoring gempa digital (digital seismic network) menggunakan sensor gempa dengan kawasan frekuensi lebar (broadband).