KOMPAS.com - Libur akhir tahun dijadwalkan akan dimulai pada 24 Desember 2020 hingga 1 Januari 2021.
Ini merupakan penggeseran jatah cuti bersama Idul Fitri 1441 Hijriah berdasarkan Keputusan Presiden tentang Cuti Bersama Pegawai ASN Tahun 2020 yang ditandatangani pada 18 Agustus 2020.
Dengan tambahan itu, libur akhir tahun 2020 akan berjumlah 11 hari.
Namun, durasi libur akhir tahun yang begitu panjang ini menuai polemik dari sejumlah pihak. Pasalnya, selalu ada lonjakan kasus Covid-19 selepas libur panjang.
Baca juga: Libur Panjang, Perlukah Sejenak Melupakan Media Sosial?
Berikut beberapa saran terkait libur panjang akhir tahun ini:
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengusulkan agar pemerintah menghapus cuti bersama pengganti yang dijadwalkan pada akhir tahun ini.
Sebab, Jawa Tengah mengalami lonjakan kasus Covid-19 setelah libur panjang akhir Oktober 2020.
"Hipotesis kita iya mengatakan karena libur panjang. Karena data di Jateng itu tanggal 10 sampai 21 November ini garisnya tinggi lumayan naik. Nah, posisi ini rasa-rasanya sudah kita hitung kemarin karena liburan," kata Ganjar, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Selasa (24/11/2020).
Karenanya, ia berharap libur panjang akhir tahun ditiadakan, demi mencegah peningkatan kasus sebagai dampak dari liburan.
Baca juga: Bank Dunia, Covid-19, dan Ancaman Kemiskinan Ektrem Global...
Mengutip Tribun Jateng, Kamis (26/11/2020), Bupati Karanganyar Juliyatmono mengusulkan agar libur panjang ditiadakan.
Sebagai gantinya, pemerintah pusat bisa memberikan insentif kepada Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Mestinya harus dikompensasi dengan insentif, tak perlu cuti. Liburnya, libur normal saja, mungkin menyongsong Natal dan Tahun Baru," kata Juli, sapaan akrabnya.
"Kalau semua ditumpuk akhir tahun, bisa hampir separuh bulan itu nyaris tidak ada aktivitas kegiatan pemerintah," sambungnya.
Baca juga: 5 Tempat Wisata Malam di Yogyakarta dengan Tarif Masuk Tak Sampai Rp 5.000
Sementara itu, epidemiolog Griffith University, Australia Dicky Budiman berpendapat, peniadaan libur panjang akhir tahun ini juga harus didukung dengan penghapusan diskon tiket.
"Saya setuju untuk dikurangi saja libur-libur itu, tetapi juga perlu dibatasi pergerakan dari masyarakat," ucap Dicky, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Rabu (25/11/2020) pagi.
"Ini harusnya di sektor-sektor perhubungan harusnya memperkuat kebijakan ini. Bukan malah memberikan diskon-diskon tiket dan kemudahan-kemudahan dalam perjalanan ke luar kota. Jangan didukung dengan adanya diskon tiket," sambungnya.
Apabila diskon dan kemudahan dalam perjalanan tetap diberikan, hal itu justru tidak sejalan dengan apa yang diperintahkan oleh Presiden Jokowi.
Baca juga: Masih PJJ, Kapan KBM Tatap Muka di Sekolah Bisa Dilangsungkan?
Epidemiolog kolaborator saintis LaporCOVID Iqbal Elyazar mengatakan, pemangkasan cuti bersama juga harus dibarengi dengan larangan tegas dari pemerintah terkait mobilisasi masyarakat.
Jika tidak, pemangkasan cuti bersama itu tidak akan efektif dan terkesan sia-sia.
"Pertama, karena tetap ada liburan Natal dan Tahun Baru di mana orang masih akan tetap berupaya untuk menambah liburan. Apalagi untuk orang-orang yang bukan PNS (pegawai negeri sipil)," kata Iqbal, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (25/11/2020).
"Sama halnya tidak ada larangan, sanksi, hambatan untuk pulang kampung atau mudik atau mengunjungi tempat-tempat hiburan atau wisata selama periode dua minggu tersebut," lanjutnya.
Baca juga: Covid-19, Mungkinkah Jadi Penyebab Gigi Lepas?
(Sumber: Kompas.com/Syifa Nuri Khairunnisa, Riska Farasonalia, Dandy Bayu Bramasta | Editor: Kahfi Dirga Cahya, Teuku Muhammad Valdy Arief, Rizal Setyo Nugroho)