Hal itu disampaikan oleh Bung Tomo, seorang tokoh yang memiliki gaya bicara berapi-api.
Baca juga: Sempat Viral, Berikut Isi Surat Edaran soal Iuran bagi Warga Nonpribumi di Surabaya
Dengan begitu, semangat revolusi pun terbentuk di benak masyarakat yang ada di penjuru kota.
Melihat kondisi ini, pemimpin Nahdlatul Ulama dan Masyumi pun mendukung dan menyatakan perang mempertahankan Tanah Air sebagai perang Sabil.
Keesokan harinya, pada 29 Oktober 1945, para pemuda berhasil menguasai kembali obyek-obyek vital yang sebelumnya diduduki Sekutu.
Baca juga: Video Viral Pria Mabuk di Banjarmasin Acungkan Senjata Tajam, Ternyata Napi Asimilasi
Mengetahui terjadi serangan dari warga Surabaya, Jenderal Hawntorn meminta Presiden Soekarno menyerukan penghentian terkait pertentangan antara pemuda Surabaya dan Sekutu.
Itu dilakukan semata-mata demi melindungi pasukannya dari amukan masyarakat Surabaya.
Permintaan itu dituruti, kontak senjata dihentikan, dibentuk komite penghubung, dan Sekutu mau mengakui kedaulatan.
Namun, tak lama dari itu, Sekutu ini justru melakukan penyerangan di kampung penduduk. Kontan hal itu menyulut pertikaian.
Baca juga: Peristiwa G30S/PKI: Kisah 7 Pahlawan Revolusi yang Jasadnya Dibuang di Sumur Lubang Buaya
Buntutnya, pimpinan Sekutu yang terdiri dari Jenderal Mallaby, Kapten Smith, Kapten Shaw, dan Letnan Laughland ditahan oleh sekelompok pemuda.
Mayor Venugopall pun melempar granat ke arah pemuda itu.
Pertikaian hebat pun terjadi, di sana Mallaby terbunuh, entah terkena granat atau ditusuk pemuda menggunakan bambu runcing, ada beberapa versi berbeda yang beredar.
Inggris pun mengecam keras peristiwa itu.
Baca juga: Ratu Elizabeth Buka Lowongan ART Magang Bergaji Rp 367 Juta, Ini Syaratnya...
Kapten Shaw yang juga menjadi tawanan mengancam akan membalas perlakuan yang diterima Sekutu dengan mengerahkan seluruh kekuatan Inggris, baik darat, laut, maupun udara.
Mereka pun meminta masyarakat Surabaya menyerah jika tidak ingin dihancurleburkan.
Demi mengantisipasi balasan yang dimaksud, rakyat Surabaya pun dilatih menggunakan senjata dan granat tangan. Pemuda-pemuda dan pasukan TKR mempersiapkan diri untuk terjadinya pertempuran.
Rakyat pun memiliki semangat yang berapi-api untuk memberikan perlawanan.
Inggris kembali mendatangkan pasukan setelah kematian Mallaby, kali ini dipimpin oleh Mayor Jenderal EC Mansergh.
Baca juga: Keliling Kota Pahlawan Gratis, Coba Surabaya Heritage Track, Ini Jadwalnya
Pada 8 November, mereka mengirimkan surat kepada Gubernur Soeryo. Surat itu berisi ancama serius Sekutu untuk menggempur seluruh Surabaya.
Soeryo pun membalas surat itu keesokan harinya, tetapi entah bagaimana surat itu tidak sampai ke tangan Sekutu.
Hal itu pun membuat pihak Sekutu mengeluarkan ultimatum yang berisi perintah kepada orang-orang Indonesia untuk meletakkan bendera Merah Putih di atas tanah dan para pemuda harus menghadap kepada Sekutu dengan angkat tangan atau menyerahkan diri.
Baca juga: Ramai Tagar Indonesia Terserah, Apakah Tenaga Medis Menyerah?