Beberapa menganggap bahwa pandemi hanyalah konspirasi atau cara untuk memperoleh keuntungan tertentu.
Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengungkapkan, ketidakpercayaan publik atas adanya virus corona disebabkan oleh kesenjangan antara informasi dan realita.
Dalam sosiologi, agar suatu hal dapat melekat dalam tubuh seseorang, diperlukan tiga proses tahapan yang disebut konstruksi sosial atas realitas, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalsasi.
Sebagai tahap eksternalisasi, Drajat menilai, informasi terkait virus corona sangat massif. Akan tetapi, saat masuk ke dalam objektivasi, banyak orang tidak mengalami atau melihat langsung kasus Covid-19 yang terjadi di lingkungannya.
Oleh karena itu, realitas yang ditangkap oleh masyarakat hanya bersifat konseptual.
Menurut Drajat, salah satu karakter manusia adalah looking self glass, yaitu bertindak atas dasar proyeksi diri dengan orang lain.
Untuk memutuskan sikap atau langkah apa yang harus dilakukan, manusia melihat lingkungannya.
Dalam kasus Covid-19 ini, banyak orang mungkin melihat lingkungannya bebas dari infeksi Covid-19 dan mobilitas masih terjadi.
"Maka sebenarnya, informasi yang begitu besar dari ganasnya penularan corona itu bagi mereka tidak berarti karena dianggap bombastis," kata Drajat.
Hal ini senada dengan laporan Quartz, 16 Mei 2020 yang menyebut semakin lebarnya kesenjangan analisis pakar dan opini publik.
Alasannya bisa jadi karena berbagai faktor, mulai dari pendidikan yang tidak cukup hingga informasi yang tidak tepat atau akurat untuk memutuskan sesuatu.
Baca juga: Survei: Masyarakat Tahu Protokol Kesehatan Covid-19, Tapi Kurang Diterapkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : Infografik: Pencegahan Penularan https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.