Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Sapardi Djoko Darmono dan Masa Depan Kesusasteraan Indonesia

Kompas.com - 31/08/2020, 10:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SDD, teknologi dan masa depan sastra Indonesia

Sebagai salah satu maestro sastra, SDD dikenal dengan gaya berpikirnya yang modern dan inovatif, dan sangat terbuka terhadap perkembangan dan kemajuan teknologi.

Ia tidak pernah membatasi diri terhadap kemajuan teknologi informasi karena baginya teknologi merupakan salah satu sarana penting yang dibutuhkan oleh sastra. Tanpa teknologi sastra tidak akan dibaca oleh banyak orang.

Menurutnya, sastra terus berevolusi dan berkembang seturut perkembangan zaman dan sastra merupakan hasil interaksi dengan teks-teks lain di luar sastra.

Contohnya dongeng Si Kancil yang mengandalkan bunyi sebagai teknik penceritaannya terus berubah wujud ke tulisan tangan kemudaian ke aksara cetak, gambar, foto bergambar, dan lain-lain.

Artinya ada perubahan dari tradisi lisan ke tradisi aksara yang dianggapnya sebagai kemajuan teknologi, tetapi inti ceritanya tetap bisa ditafsirkan sama. Oleh karena itu, landasan berpikir inilah yang membuatnya yakin bahwa sastra akan tetap abadi selama pengarang mampu beradaptasi dengan teknologi dan memantapkan literasinya.

Khususnya, di era sekarang, bagi SDD seorang penggiat sastra juga harus ditopang dengan literasi digital yang baik untuk tetap berkarya karena teknologi dapat memfasilitasi penyebaran sastra ke masyarakat, sekalipun dalam bentuk digital itu tetap karya sastra.

SDD juga menambahkan bahwa technology is how people do things. Sastra tetaplah sastra, sekalipun berubah wujud ia tetap menjadi karya sastra.

Merujuk pada karakteristik sastra yang adaptif dan evolutif inilah, SDD optimistis melihat masa depan sastra yang cerah. Ia berkeyakinan bahwa sastra akan selalu hidup sepanjang zaman selama penggiat sastra juga mampu beradaptasi dan memiliki literasi yang mumpuni terhadap segala bentuk perubahan dan kemajuan teknologi.

Cara berpikir yang terbuka, inklusif, dan visioner inilah yang membuat SDD sintas dan produktif dalam dunia sastra dari waktu ke waktu. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kaum muda milenial yang menyukai dan mengapresiasi karya-karyanya hingga saat ini.

Karya-karya Sapardi Djoko Damono merupakan bukti bahwa bersastra tidak perlu rumit dan keindahan sastra dapat dinikmati melalui untaian kata-kata yang sederhana, namun sarat akan makna.

Bagi SDD usia bukan penghalang dirinya untuk terus berkarya dan berbagi ilmu kepada siapapun. Karena baginya, yang fana adalah waktu, kita abadi. Meskipun Juli 2020 harus mengantarkan sang penyair Hujan Bulan Juni ke tempat peristirahatan terakhir, namun karya-karya indahnya akan tetap abadi dalam ingatan kita.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com