Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Alih Status Pegawai KPK Jadi ASN, Pengamat: Banyak Berisi Bujukan

Kompas.com - 10/08/2020, 13:35 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah menerbitkan PP Nomor 41 Tahun 2020 Tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Peraturan Pemerintah yang berisi 12 pasal tersebut ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 24 Juli 2020 dan diundangkan pada 27 Juli 2020.

Dengan adanya aturan tersebut, status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini resmi menjadi ASN.

Baca juga: Pegawai KPK Kini Resmi Berstatus ASN, PP Sudah Ditandatangani Jokowi

Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Beni Kurnia Ilahi menilai, isi PP Nomor 41 Tahun 2020 itu banyak berisi basa-basi dan bujukan.

Sebab, dari awal hingga akhir aturan tersebut hanya memaparkan hal-hal bersifat positif kepada KPK ketika statusnya berubah menjadi ASN.

"Saya melihat PP ini lebih banyak berisi hal-hal berbau basa-basi dan juga bujukan," kata Beni saat dihubungi Kompas.com, Minggu (9/8/2020).

"Dari pasal 1 hingga akhir itu lebih banyak memberikan hal-hal bersifat positif kepada pegawai KPK ketika saudara dipindah ke ASN, khususnya bicara mengenai gaji dan tunjangan," sambung dia.

Menurut Beni, soal gaji dan tunjangan dalam PP itu terlihat sering ditonjolkan, termasuk dalam pasal yang berisi ketentuan peralihan.

Pihaknya beranggapan bahwa pemerintah melalui PP tersebut ingin memberikan penjelasan bahwa pengalihan status pegawai KPK tak memiliki dampak apa pun.

"Seakan-akan pemerintah menjanjikan ketika berpindah status menjadi ASN, maka enggak ada dampak yang dirasakan oleh pegawai KPK," jelas dia.

Baca juga: Rawan Korupsi, Laode Kritik Perubahan Sistem Penggajian Pegawai KPK

Dinilai berseberangan

Meskipun secara legal formal dibenarkan karena perintah undang-undang, tapi kehadiran PP Nomor 41 itu, menurut Beni berseberangan dengan ketentuan yang mengatur soal independensi lembaga seperti KPK.

Dengan perubahan status kepegawaian tersebut, Beni menyebut hal itu akan berimplikasi pada independensi lembaga KPK.

Sebab, jika pegawai KPK dikategorikan seperti ASN biasa, maka mereka akan berada di bawah payung hukum ASN yang dikhawatirkan bakal terikat ketentuan eksekutif.

"Contohnya ketika status telah diberikan sebagai ASN, maka dia harus siap ditempatkan di seluruh wilayah indonesia," papar dia.

"Ini ditakutkan ketika pegawai KPK mengusut kasus-kasus besar yang berhubungan dengan presiden atau kementerian dan lembaganya, bisa saja nanti pegawai yang bersangkutan dimutasi ke lembaga lain atau pemerintah daerah," sambung dia.

Seperti diketahui, Total ada empat bagian dan 12 pasal yang termaktub dalam aturan tersebut.

Perubahan status tersebut mencakup pegawai tetap dan tidak tetap KPK, sesuai dalam Pasal 2.

Baca juga: KPK Akan Susun Peraturan soal Alih Status Pegawai, Libatkan Kementerian dan Lembaga

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tren
5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

Tren
BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

Tren
90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

Tren
Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Tren
Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com